Jumat, 22 Agustus 2014

Nasionalisme dan Produk Lokal bagi Konsumen di Era Globalisasi

Nasionalisme dan Produk Lokal bagi Konsumen

di Era Globalisasi

Dahnil Aswad  ;   Ketua YLKI Sumbar
HALUAN, 21 Agustus 2014
                                                           

Pengantar

Latar belakang ber­dirinya YLKI (Ya­yasan Lembaga Kon­sumen Indonesia) pada awal tahun 1970-an di Jakarta adalah untuk meng­kampanyekan pemakaian produk dalam negeri (lokal). Saat ini perjuangan itu terus berlanjut.

Tidak hanya produk maka­nan, minuman, obat-obatan, barang-barang yang digunakan sehari-hari serta jasa lainnya. Juga kecintaan terhadap produksi negeri sendiri. Kemen­terian terkait seperti Perda­gangan, Perindusterian, Kesehatan, dll juga berbuat untuk itu semua. Tidak terkecuali tentunya YLKI Sumatera Barat yang keberadaannya juga berjuang untuk kepentingan konsumen secara umum.

Namun dalam era pasar bebas (MEA/AFTA, WTO, dll) yang ditandai dengan derasnya  arus barang dan jasa yang masuk dan keluar di pasar domestik, maka perpektif historis tersebut diakui  masih sangat relevan pada saat  ini yang mengharuskan konsumen dihadapkan pada banyak pilihan produk barang dan jasa. Semua itu tergantung kepada kita sebagai konsumen dengan sejumlah pertimbangan rasa nasionalisme.

Setiap pilihan konsumen atas suatu produk berupa barang dan jasa  punya implikasi, tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga bagi kepentingan petani, pengusaha lokal dan  ekonomi nasional.

Indonesia sebagai negara besar, dengan penduduk men­capai 240 juta jiwa , memiliki potensi pasar yang luar biasa. Namun dalam  era pasar bebas, potensi pasar yang demikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh pengusaha lokal. Justru ada kecen­derungan produk impor sema­kin men­dominasi pasar domestik.

Pertimbangan yang harus disadari dan selalu diso­sialisasikan oleh pemerintah bersama BPKN (Badan Perlin­dungan Konsumen Nasional) dan LPKSM (Lembaga Perlin­dungan Konsumen Swadaya Masyarakat) seperti halnya YLKI yang keberadaannya diatur dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kegiatan itu tidak cukup dan sangat terbatas adanya, kalau masyarakat belum cerdas, belum cinta atau belum menyadari pentingnya rasa nasionalisme ditingkatkan untuk menggunakan produk dalam negeri.

Kenapa Produk Dalam Negeri ?

Alasan sederhana  dalam tulisan singkat ini antara lain bahwa dengan 
menggunakan produk lokal atau dalam negeri, tentu sudah membantu terjadinya perputaran uang di negeri sendiri, tanpa harus “mem­perkaya” produsen asing, khususnya terbatas pada produk yang diproduksi oleh putra-putri bangsa sendiri. Lebih spesifik, tentu daerah kita sendiri (lokal).

Semua itu, tentu harus disikapi juga oleh pemerintah dengan kementerian terkait misalnya pertanian. Walaupun tahu tempe produk asli Indo­nesia, namun bahan baku berupa kedelai, kok masih banyak yang impor?

Soal industri IT (Informasi Teknologi), kok masih cende­rung menggunakan produk impor seperti HP, laptop, tablet, komputer, dll. Padahal sudah ada produk lokal. Belum lagi cerita soal sepeda, sepeda motor, mobil, dll. Kita tahu produk nasional seperti mobil nasional masih belum direkomendasikan oleh pemerintah dengan berba­gai alasan yang sebenar­nya masih mampu diatasi oleh para ahlinya di dalam negeri.

Wajar, kalau ada anggapan bahwa pemimpin sendiri belum cinta terhadap negerinya sendiri, sehingga masih senang dengan program melakukan impor berbagai produk asing. Mungkin ada sekelompok kecil masyarakat yang mendapatkan keuntungan besar dari aktivitas tersebut. Semua tergantung kepada regulasi yang ada yang dibuat berdasarkan kepenti­ngan-kepentingan politik tertentu.  Kita menunggu kepentingan politik untuk rakyat yang lebih luas.

Padahal banyak orang tahu bahwa produsen negara maju seperti Amerika, Eropa, China, Jepang, Korea, dll bersikukuh  masuk untuk mengekspor produknya ke negara berkem­bang, termasuk Indonesia. Sementara di negerinya sendiri semacam di-”wajib”-kan bagi masyarakatnya untuk mengkonsumsi produknya sendiri, walau kualitasnya belum go internasional pada awalnya.

Namun dengan keyakinan mereka, kemajuan Iptek dan inovasinya, mereka mampu bersaing dengan negara maju lainnya dan selalu menikmati produknya sendiri. Artinya, perputaran uang secara eko­nomi tetap dinikmati mereka untuk kemajuan negaranya. Sementara kita masih “bangga” dengan produk impor yang tanpa disadari uang yang digunakan masyarakat, sudah terbang ke luar negeri.

Nasionalisme Konsumen

Secara konvensional pertim­bangan konsumen dalam menen­tukan pilihan suatu produk berupa barang dan jasa terbatas pada aspek mutu dan harga, tetapi di era pasar bebas sudah waktunya dikembangkan aspek lain berupa pertimbangan dampak pilihan konsumen ketika membeli suatu produk terhadap  kepentingan ekonomi nasional.

Dalam hal menghadapi perdagangan bebas, tidak hanya pemerintah dan pengu­saha lokal yang perlu diper­siapkan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan konsumen dengan menekankan dalam pemikirannya bahwa konsumen harus memiliki informasi dan pemahaman yang cukup tentang perdaga­ngan bebas, sehingga konsumen terinformasi dan diimplikasikan pada setiap pilihan konsumen terhadap perkonomian nasional.

Diakui bahwa konsumen kita sangat beragam tingkat / strata pendidikan, sosial, ekonomi dan budayanya, namun mayoritas diketahui masih banyak yang “ikut-ikutan” dalam memilih produk, sehingga masalah “gengsi” akan menjadi penyebab “bang­krut”nya negeri ini.

Banyak orang lupa bahwa dengan membeli produk impor, maka otomatis kita akan memperkaya produsen asing. Mungkin bagi masyarakat dengan strata sosial yang  sudah sangat mampu secara ekonomi, harus menjadi contoh teladan untuk mencintai produk lokal. Paling hebat lagi kalau pemimpin sudah meng­aplikasikan dalam kehidupan­nya sehari-hari, termasuk dengan keluarganya, sehingga tidak berpengaruh kepada masyarakat yang memaksakan keinginannya untuk menikmati sesuatu (barang dan jasa). Jadi, mereka sudah membeli sesuai kebutuhan, bukan membeli sesuai keinginan.

Untuk menjadikan kon­sumen sebagai pelaku pasar yang bertanggung jawab, konsumen harus terinformasi. Termasuk informasi tentang implikasi/dampak dari pilihan konsumen akan suatu produk. Dengan  demikian,  konsumen dapat menjadi pelaku pasar yang bertanggung jawab, bahwa pilihan konsumen berdampak positif terhadap ekonomi nasional.

Akhirnya, kita kembali harus menyadari pentingnya mencintai produk dalam negeri dan cinta Bangsa Indonesia dengan segala konsekuensinya, komitmen yang kuat,  didukung oleh adanya regulasi dan kebijakan yang dapat menjadi “teladan” rakyat, sehingga pertumbuhan ekonomi bangsa semakin baik dan menjadi kuat serta mampu menjawab hara­pan-harapan para calon pemim­pin yang digembar-gemborkan dalam setiap kampanyenya (khususnya pilpres yang masih menunggu keputusan akhir Mahkamah Konstitusi).

Harapan kita, tentu semua harus dimulai dari pemimpin, baik mengkonsumsi produk lokal, gaya hidup (life style) maupun memperlihatkan kecintaannya terhadap negeri sendiri dengan membuat regulasi yang memper­timbang­kan kepentingan petani, nelay­an, pedagang kecil, pekerja kasar, buruh, pengangguran, PNS/ASN yang semua itu untuk kepentingan ekonomi nasional.

Disinilah rasa nasionalisme kita muncul dan tentunya akan menyadari bahwa produk lokal perlu dikonsumsi oleh masya­rakatnya sendiri dengan segala konsekuensi dan kejujurannya. Terima Kasih. Wassalam. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar