Selasa, 19 Agustus 2014

Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional

                       Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional

Ryan Syair  ;   Wartawan Harian Haluan
HALUAN, 19 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Pernyataan Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Jumat (15/8), soal ancaman serius yang tengah dihadapi pasar tradisional (baca pasar rakyat) di seluruh Indonesia (termasuk di Suma­tera Barat), tentu bukan sekedar isapan jempol. Suroto yang juga memprediksi, jika keberadaan pasar tradisional terancam akan hilang dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun ke depan, juga bukan sekedar ungkapan yang hanya untuk menakut-nakuti.

Ya, ancaman tersebut bisa dan mungkin-mungkin saja terjadi, selama tidak ada upaya serius dari peme­rintah pusat sampai ke daerah-daerah untuk melahirkan berbagai regulasi dan kebijakan-kebijakan yang ber­pihak padanya. Con­toh dekat, lihat saja keberadaan pa­sar-pasar tradisional di sejumlah kabu­paten/ kota di Sum­­bar, yang se­perti tak ada hen­tinya men­dapat teror dan ancaman dari keha­diran dan menjamurnya pasar-pasar merek asing (baca pasar moderen).

Dari pantauan penulis di sejumlah daerah di Sumatera Barat seperti Solok, Tanah Datar, Kota Padang Panjang dan Kota Padang, aktivitas dan keberadaan pasar tradisional dalam perkembangannya sepanjang satu dekade terakhir, bisa dikatakan telah mengalami penyusutan volume bisnis yang cukup signifikan. Sementara di sisi lain, kehadiran pasar merek asing tumbuh bak jamur di musim hujan.

Bukan rahasia, jika pene­trasi pasar modern terhadap pangsa pasar tradisional, bahkan sudah hampir men­capai titik jenuh. Puas merajai dan mengepung kawasan-kawasan kota, kini dia mulai manancapkan kuku dan taring-taringnya hingga ke pelosok desa.

Secara perlahan, tahap demi tahap dan seiring perjalanan waktu, posisi pasar tradisional seperti kian terjepit. Angkuhnya bangunan gedung pasar merek asing yang memancarkan pesona di setiap sudut pasar tradisional, semakin mem­pertajam kontras dan kepin­cangan warna antara ke­duanya. Yang satu kumuh, becek, sumpek dan bau. Se­mentara yang satunya bersih, teratur, lagi wangi.

Mau tidak mau, suka dan tidak suka, para pelaku pasar tradisional tetap saja harus pasrah menerima tekanan-tekanan pasar merek asing. Dicap sebagai musuh seka­lipun, tetap saja jauh dan bahkan sa­ngat tidak berim­bang. Dari pesona dan tam­pilannya yang sexy, sudah jelas bikin iri. Belum lagi dari berbagai jenis ra­gam pro­duk da­lam dan luar ne­geri, yang dengan mudah bisa di­da­pat­kan da­lam sa­tu lo­­ka­si.

Tak bisa di­pung­kiri, men­­ja­mur­nya pa­sar mo­dern a­da­­­lah ba­gian da­ri konsekuensi peru­bahan yang ter­jadi di ma­syarakat. Baik dari gaya hidup, pola kon­sumsi, maupun akti­vitas belanja. Namun dibalik itu, ekspansi pasar moderen tentu tidak hanya membuat sistem perdagangan atau perekono­mian masyarakat Indonesia semakin moderen. Melainkan juga telah menyi­sakan berbagai persoalan, khususnya bagi pedagang lokal di pasar-pasar tradisional.

Fakta inipun menjadi sebuah paradoks, karena ke­mo­derenan per­dagangan tersebut ternyata tak sebanding dengan tingkat kemajuan ekonomi pasar tradisional. Malah ekspansi pasar moderen, juga menjadi salah satu pe­nyebab terjadinya penurunan minat belanja bagi sebagian masyarakat di pasar tradisional. Persaingan yang tidak imbang, serta sistem regulasi yang tidak berpihak kepada pedagang lokal, mem­buat keberadaan pasar tra­disional semakin hari semakin tersudut.

Pasar Tradisional Sebagai Basis Pertahanan Ekonomi Rakyat

Keagresifan pasar merek asing, memang telah merebut satu persatu dan bahkan sebagian besar dari pangsa pasar tra­disional. Sepanjang terus dibiarkan, tanpa dila­kukan upaya penye­lamatan dan perubahan arah kebijakan yang men­dorong terhadap per­baikan ma­na­je­men penge­lolaan, maka apa yang Suroto dan termasuk penulis sendiri prediksikan, bukan tidak mungkin akan terjadi. Sampai rentang waktu satu dekade ke depan, kebe­radaan pasar tradisional akan habis dan teran­cam hilang dari ruang-ruang kehidupan masyarakat.

Miris dan sangat disa­yangkan jika kekha­watiran ini benar-benar terjadi. Padahal, ke­beradaan pasar-pasar tra­disional yang merupakan tem­pat berkumpul dan seka­ligus cikal bakal lahirnya entre­preneur lo­kal, jelas me­miliki fungsi yang cukup stra­­tegis dalam meng­­gerakkan pembangunan sektor ekonomi kerakyatan, khu­susnya da­lam upaya pe­ningkatan kese­jah­teraan dan perekonomian ma­sya­rakat.

Eksis­ten­si pasar tradisional yang men­jadi basis pere­­konomian masya­rakat lokal, akan mem­buka se­luas-luasnya kesem­patan dan lapangan pekerjaan baru bagi masya­rakat. Kebe­radaan pasar tradisional, juga akan selalu menjadi primadona bagi para pelaku ekonomi skala kecil dalam memainkan peran, khususnya dalam meng­gai­rahkan denyut nadi pere­konomian rak­yat.

Selain menjadi tolok ukur dan indikator nasional dalam kaitannya dengan pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik, pasar tra­disional juga merupakan basis pere­konomian masyarakat lokal yang tidak hanya dijalankan untuk meng­hidupkan pere­konomian suatu wilayah. Melainkan juga ikut memudahkan akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga yang mudah dijangkau oleh semua kalangan.

Untuk menyiasati ke­khawatiran dan sekaligus ancaman tersebut, sudah saatnya pemerintah, baik di pusat maupun di daerah memberikan prioritas penting pada upaya penyelamatan pasar tradisional. Selain dengan melahirkan berbagai regulasi dan kebijakan yang berpihak kepadanya, pemerintah juga harus melakukan perombakan manajemen besar-besaran. Mulai dari manajemen tata ruang, tahap pembangunan, hingga operasionalnya.

Segmentasi pasar tradisional yang selama ini sudah ter­bangun kuat citranya, juga harus terus dipertahankan. Jika perlu, hadirkan konsultan manajemen profesional untuk memposisikan ulang pasar-pasar tradisional tersebut. Kalau disain manaj­emennya diper­baiki, posisi pasar tradisional dipastikan akan menjadi basis pertahanan ekonomi rakyat. Bahkan, dari hal tersebut juga akan memun­culkan dampak strategis lainnya dalam meng­gairahkan industri pariwisata di setiap daerah.

Eksistensi pasar tra­disional, memang harus diselamatkan. Setidaknya, langkah ini juga akan menjadi salah satu bagian dari upaya untuk mem­per­tahankan sistim inte­raksi sosial, sebagai salah satu ciri karakter dan peradaban bangsa. Sebuah praktek hidup atau inte­raksi sosial jual beli, yang tentunya tidak akan dite­mukan saat bertran­saksi di pasar merek asing seperti supermarket, mini market, hypermarket dan lainnya.

Pemerintah, memang sudah harus bergerak cepat untuk menjaga dan mempertahankan eksis­tensi pasar tradisional. Pembenahan sistem mana­jemen pengelolaan, kelai­kan bangunan dan seluruh sumber daya yang berkutat di dalamnya, harus terus dilakukan agar pasar tra­disional tidak kehilangan pangsa pasar dan kembali memposisikan diri sebagai basis pertahanan ekonomi rakyat yang benar-benar kuat.

Selain agar pasar rakyat kembali bangkit dan dapat berdiri kokoh ditengah gempuran pasar merek asing, dari langkah penyelamatan itu juga diharapkan akan mampu memunculkan berbagai kea­rifan lokal, menuju pasar tradisional yang modern dan humanis, tanpa meninggalkan identitas aslinya. Dengan menjaga eksistensi dan me­lakukan langkah penyelamatan pasar tradisional dari ancaman kepunahan, berarti kita telah menyelamatkan ekonomi rak­yat Indonesia dari gerbang kehancuran.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar