Jumat, 22 Agustus 2014

Mengindonesiakan Indonesia

                                    Mengindonesiakan Indonesia

Enthus Susmono  ;   Bupati Tegal
SUARA MERDEKA, 21 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Renungan suci dalam rangka memperingati HUT Ke-69 Kemerdekaan RI di Kabupaten Tegal telah kita selenggarakan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pura Kusuma Persada. Kegiatan untuk kali pertama di Desa Kajen, Kecamatan Lebaksiu tersebut bukan semata-mata bentuk penghormatan atas jasa para pahlawan melainkan sekaligus upaya untuk melanggengkan ikatan batin antara pejuang kemerdekaan dan kita, sebagai pengisi kemerdekaan.

Keberadaan taman makam pahlawan merupakan bukti sejarah dan rekam jejak perjuangan bangsa yang harus dijaga bersama. Bangsa yang tidak mau dan tak bisa menjaga serta melestarikan bukti-bukti sejarah, sesungguhnya ia telah kehilangan jati diri. Sudah menjadi keharusan, HUT kemenangan Republik Indonesia atas penjajahan kolonial kita rayakan mengingat hal itu berarti mensyukuri keterbebasan dari belenggu asing.

Namun sadarkah bahwa sesungguhnya kita masih mengalami penjajahan? Penjajahan pada era modern mewujud melalui banyak bentuk dan cara. Kemiskinan, ketimpangan sosial, ketergantungan tinggi pada produk impor, dan utang luar negeri, serta budaya koruptif dan hedonis yang menjangkiti semua ka­langan adalah bukti nyata masih kuatnya cengkeraman ”penjajah” di negeri ini.

Kemelunturan kecintaan dan kebanggaan sebagai orang Indonesia menandakan bahwa secara terencana, terstruktur, sistematis, dan masif, kita sedang mengalami proses tercerabut dari akar nilai-nilai luhur budaya bangsa. Menjadi sebuah fatalitas andai degradasi tersebut berlanjut dengan makin jauhnya kecintaan dan kebanggaan tersebut, dan menggantikannya dengan budaya baru.

Keterwujudan Masyarakat Eko­no­mi ASEAN (ASEAN Economic Community) 2015 sejatinya harus bisa membukakan mata dan menyadarkan betapa kita harus bersiap-siap. Betapa jauh ketertinggalan negara ini dari negara serumpun, atau negara lain anggota ASEAN. Idiom ”Malaysia hari ini adalah Indonesia 20 tahun yang akan datang, atau Thailand hari ini adalah Indonesia 10 tahun yang akan datang” bisa saja ada benarnya.

Kita pernah direpotkan oleh ”panen” beras di pelabuhan berkait kebijakan impor pangan, produk tempe yang dipatenkan oleh negara tetangga, atau apel malang yang kini menghilang di pasaran digantikan apel washington. Belum lagi kebanggaan sebagian generasi muda untuk mengonsumsi atau mengenakan produk-produk asing. Bahkan menyangkut segala sesuatu yang bersifat nirbenda.

Tempat Sampah

Tanpa tekad dan niat tulus dari kita semua, niscaya bangsa Indonesia hanya akan menjadi penonton di negara sendiri. Tanah Air ini hanya sekadar pasar empuk bagi produk, termasuk budaya negara-negara kapitalis. Selain itu, menjadi tempat sampah atau tempat pembuangan limbah negara-negara maju yang dikemas dalam aneka produk kreatif. Indonesia belumlah dapat dikatakan negara paripurna sebagaimana negara-negara maju yang sudah selesai dengan urusannya.

Kita tak dapat memungkiri bahwa negara kita masih disibukkan oleh permasalahan-permasalahan kecil yang kerap dibesar-besarkan. Adakalanya persoalan itu tereskalasi menjadi bibit-bibit yang berisiko melahirkan disintegrasi dan disharmoni bangsa. Wahai saudara-saudaraku, perjuangan kita belum berakhir.

Perjuangan yang sesungguhnya adalah upaya untuk terus-menerus memperkuat karakter dan kepribadian sebagai bangsa yang merdeka, unggul, dan berdaulat, serta tak henti-hentinya menemukan kemandirian dalam banyak hal. Semua itu harus diperjuangkan dengan tidak mengenal lelah, melihatkan seluruh komponen bangsa, termasuk warga Kabupaten Tegal.

Cara paling sederhana yang bisa dengan mudah kita lakukan mulai saat ini adalah terus memupuk rasa bangga menjadi orang Indonesia. Beli dan gunakanlah produk dalam negeri, karya putra-putri bangsa. Kita perlu mengapresiasi produk dalam negeri. Rebut pasar dalam negeri. Inilah saatnya kita mengindonesiakan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar