Logika
Keliru Diskresi
Herie Purwanto ;
Kepala Satuan Pembinaan
Masyarakat
(Kasat
Binmas) Polres Pekalongan Kota
|
SUARA
MERDEKA, 13 Agustus 2014
Tujuh
anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Pemalang diperiksa Tim Bidang
Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng (SM, 12/8/14). Mereka diperiksa
di Polda karena tertangkap tangan menerima uang dari sejumlah sopir yang
membawa muatan di atas 10 ton tapi minta diperbolehkan melintasi jembatan
Comal.
Berita
itu menghebohkan, mungkin seheboh dampak dari penutupan jembatan Comal saat
oprit (jalan pendekat) ambles menjelang Lebaran lalu. Macet di mana-mana dan
mengganggu kelancaran arus mudik dan balik Lebaran 2014. Ketika muncul
berbagai efek atas amblesnya oprit jembatan itulah, ada polisi melakukan
tindakan tak terpuji.
Adakah
pembenaran atas kejadian tersebut? Tak ada pembenaran sama sekali. Bahkan,
sangat memungkinkan mereka diberikan pemberatan, dengan catatan, pertama;
perbuatan itu mereka lakukan pada saat terjadi musibah. Hukuman bagi pelaku
perbuatan pidana yang dilakukan di tengah musibah, memang diperberat.
Kedua;
apabila perbuatan itu dilakukan saat berlangsung operasi khusus kepolisian
maka pemberatannya sepertiga. Pada saat operasi khusus pengamanan Lebaran,
atau dalam operasi-operasi lain, anggota Polri dilarang melakukan perbuatan
pidana, misalnya menumpang momen pelaksanaan operasi tersebut.
Bila
sudah demikian, terhadap pelaku, sesuai harapan publik adalah diberikan
ganjaran yang layak, apakah itu melalui mekanisme sidang disiplin, kode etik,
atau pidana. Namun, sisi lain yang ingin penulis bahas adalah sangat mungkin
adanya sebuah logika yang keliru dalam diskresi yang melatarbelakangi
perbuatan para pelaku.
Dalam
literatur tentang logika, ditemui pemahaman logika yang secara umum
hakikatnya sebuah kekeliruan, namun baru disadari oleh pelakunya setelah
publik menyebut logika itu sesat atau keliru. Berkait kasus pungli di
jembatan Comal, pelaku menerima ìsetoranî dari warga yang bertindak sebagai
pengepul. Dari sinilah logika keliru dalam diskresi, berawal.
Mulanya,
pelaku menemukan fakta banyak truk bermuatan di atas 10 ton yang harus segera
diantar ke tujuan. Mengingat jembatan Comal belum boleh dilewati, truk-truk
besar itu tertahan atau awak truk
butuh biaya tambahan untuk makan dan rokok. Kondisi itu memunculkan ìide
kreatifî dari pengepul untuk mengondisikan sopir truk bisa melewati jembatan
dengan kompensasi memberi uang.
Oleh
pengepul, ide tadi dimaknai sebagai diskresi kepolisian, padahal jelas-jelas
keliru. Asas diskresi diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002.
Regulasi itu menyebutkan,’’ Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri.
Solusi
Senyatanya
Berdasarkan
pemahaman yang sempit, ìkesusahanî sopir truk tadi dimaknai perlu dibantu dan
menjadi kebijakan. Meskipun sebenarnya secara sadar, ujung-ujungnya pemahaman
itu, yang menjadi dasar logika bertindak atas diskresinya, merupakan sebuah
kekeliruan karena ia menerima uang melalui para pengepul tadi.
Mungkin,
pemahaman logika pelaku bisa ìdibenarkanî manakala ia meloloskan sopir truk
tanpa ada kompensasi. Jadi, semata-mata solusi atas persoalan yang dihadapi
sopir/pemilik barang. Misalnya pelaku meloloskan truk yang bermuatan dokumen
penting/negara, buku Kurikulum 2013 yang harus segera didistribusikan di
sekolah, sembako, atau BBM.
Dalam
konteks itu, diskresi kepolisian diuji, apakah benar-benar untuk kepentingan
umum, atau demi kepentingan pribadi. Persoalannya, yang terjadi di Comal,
logika diskresi tersebut dibelokkan ke arah yang salah, lebih mengarah pada abuse of power dan orientasi ekonomi.
Ke depan, hal semacam itu tak boleh terjadi.
Polisi
harus memedomani bahwa diskresi bisa dilaksanakan secara legal dan dilakukan
dalam keadaan yang sangat perlu atau mendesak. Itu pun tetap memperhatikan
peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Profesi Polri. Pedoman dan norma
itulah yang harus ditegakkan, dan menjadi perenungan bagi semua polisi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar