Kata
dan Perbuatan
Jakob Sumardjo ; Budayawan
|
KOMPAS,
18 Agustus 2014
SESEORANG disebut baik karena berbuat baik, seseorang disebut
jahat karena berbuat jahat. Perbuatanlah yang mengubah manusia dan dunia,
bukan kata-kata. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa perbuatan adalah
manifestasi dan aktualisasi dari kata-kata, pikiran, dan keinginan yang
mendasarinya. Perbuatan baik terjadi karena keinginan baiknya atau maksud
baiknya. Keinginan atau maksud baik menjadi kenyataan perbuatan baik kalau
didasari pemikirannya yang benar. Dengan demikian, setiap perbuatan segera
akan diketahui kandungan keinginan dan pikirannya, baik atau jahat.
Di Jawa Barat berkembang cerita rakyat dengan tokoh Si
Kabayan. Pada suatu pagi, Abah, bapak mertua Kabayan, mengajak Kabayan
memasang perangkap hewan ke hutan. Abah memasang perangkap burung, sedangkan
Kabayan memasang perangkap pelanduk. Sore harinya, Abah tak sabar ingin
melihat hasil perangkapnya, sementara Kabayan masih pulas tidur siang.
Perangkap Abah ternyata masih kosong, sedangkan perangkap
Kabayan telah berisi seekor pelanduk. Hati Abah panas, lalu memindahkan
tangkapan pelanduk ke perangkapnya sendiri, kemudian pulang dan membangunkan
Kabayan supaya bersama-sama melihat hasil perangkapan mereka. Sesampainya di
tempat, Kabayan langsung lesu dan duduk di tepi sungai.
Abah yang sedang kegirangan melihat Kabayan sedih menatap air
sungai lalu menghardiknya, ”Ngapain lu,
Kabayan. Ayo pulang, kita masak pelanduk ini!” Jawab Kabayan, ”Heran, euy, ada sungai mengalir dari
hilir menuju hulu.” Kata Abah menimpali, ”Mana mungkin ada air mengalir dari hilir ke hulu.” Jawab Kabayan
enteng, ”Ya, sama tidak mungkinnya
perangkap burung berisi pelanduk!”
Kearifan lokal Si Kabayan ini menunjukkan bahwa setiap
perbuatan tidak baik segera akan terbongkar maksud dan cara berpikirnya yang
tidak baik dan tidak benar. Cara Kabayan membongkar kelicikan bapak mertuanya
melalui cara berpikirnya, tidak mungkin perangkap burung berisi pelanduk yang
sama tidak mungkinnya ada air mengalir ke atas (yang diakui kebenarannya oleh
Abah).
Bagi nenek moyang Indonesia, dua atau tiga generasi yang lalu,
laku atau perbuatanlah yang mengubah manusia dan dunia tempat dia berada. Dirinya
menjadi baik dan dunia sekitarnya menjadi baik kalau dia berbuat baik.
Dirinya menjadi jahat dan dunia sekitarnya kena dampak kejahatannya kalau dia
berbuat jahat, dalam arti maksudnya jahat, cara berpikirnya tidak benar
meskipun seolah-olah perbuatannya tampak baik.
Ilmu iku kelakone kanthi
laku (Mangkunagara IV). Ilmu pengetahuan itu
timbul dari perbuatan, artinya pengetahuan dan pikiran itu tidak banyak
gunanya kalau tidak dapat dipraktikkan dalam kehidupan. Dari perbuatannya,
kita mengenali ilmunya. Namun, memang pikiran semacam itu muncul dari dunia
mistisisme yang dalam abad ke-19 masih kuat menggejala di Indonesia. Namun,
pesannya cukup relevan untuk manusia modern Indonesia, yakni bahwa manusia
jangan gampang mengumbar kata-kata. Setiap kata punya konsekuensi dengan
perbuatannya. Kalau tidak akan sanggup melakukannya, lebih baik berdiam diri
saja, jangan mengumbar kata-kata tanpa bobot perbuatan nyata.
Perilaku pemimpin
Kata-kata yang baik tersebut menghasilkan perbuatan baik.
Kalau kata-kata baik hasil perbuatannya tidak baik, jelas pendusta. Itulah
sebabnya, nenek moyang kita abad ke-19 bahkan awal abad ke-20 menyatakan
peribahasa: mulut kamu harimau kamu. Atau di kalangan kraton berkembang
ungkapan: sabdo pendito ratu, ucapan raja yang pendeta. Begitu kata-kata
terlepas dari mulutnya, ia mengandung janji yang harus ditepati dengan
perbuatannya.
Tidak mengherankan ketika banyak calo tenaga kerja blusukan ke
desa-desa untuk menggaet gadis-gadis muda dengan kata-kata mau ditempatkan di
posisi kerja terhormat, ternyata dijadikan ”budak nafsu” di luar negeri
karena penduduk desa masih percaya ungkapan ”mulut kamu harimau kamu” atau sabdo pendito ratu. Mereka tidak mengenal perjanjian tertulis
yang dapat dibawa ke sidang pengadilan. Budaya rakyat menjadi korban budaya
urban.
Ternyata kata-kata tidak mengubah apa-apa tanpa diikuti oleh
perbuatan nyata. Perbuatan, tingkah laku, dan teladan yang kasatmata itulah
yang dapat mengubah manusia. Justru manusia dapat belajar banyak dari
perbuatan-perbuatan para pemimpinnya. Mana pemimpin yang cuma pandai ngomong,
tetapi tidak terjadi dalam perbuatan nyata, dan mana pemimpin yang omongannya
selalu ditepati dengan tindakan. Pemimpin yang konsisten antara kata dan
perbuatannya atau janji-janjinya dibuktikan secara nyata dalam perbuatan akan
mendapat kepercayaan, yakni kata dan perbuatan baiknya.
Ada pepatah Indonesia terkenal, sekali lancung ke ujian,
seumur hidup orang tidak percaya. Sekali saja Anda ingkar janji, maka ibarat
”nilai setitik rusak susu sebelanga”. Sebagai manusia, riwayat Anda sudah
habis kendati usia Anda masih panjang.
Sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam budaya lama
di komunitas-komunitas perkampungan yang masih berpikir ”ilmu kelakone kanthi laku”. Mereka menilai apa yang Anda lakukan,
bukan apa yang Anda katakan dalam retorika secantik apa pun. Yang mereka
butuhkan adalah perbuatan konkret Anda dalam mengubah dunia mereka. Kebutuhan
mereka sesederhana tuntutan manusia di mana-mana, yakni cukup makan, cukup
papan, cukup sehat, dan cukup aman. Tidak usah banyak kata- kata, berbuatlah.
Kata-kata cukup tersimpan dalam kepala Anda saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar