Jumat, 15 Agustus 2014

Kabinet Rakyat

                                                        Kabinet Rakyat

Jaya Suprana ;   Budayawan
SINAR HARAPAN, 14 Agustus 2014
                                                


Sebagai rakyat jelata saya sadar, setelah pemilu usai, saya tidak memiliki hak apa pun, kecuali untuk mengharap selama belum dilarang lewat undang-undang (UU) atau keputusan presiden (keppres).

Mumpung presiden terpilih belum menyusun kabinet, saya mengungkapkan harapan tentang kabinet yang akan disusun. Syukur Alhamdullilah apabila harapan yang saya ajukan melalui Sinar Harapan menjadi sedemikian bersinar. Jadi, Insya Allah itu menjadi kenyataan.

Saya mengharapkan, kabinet Presiden Ketujuh Republik Indonesia (RI) benar-benar merupakan kabinet rakyat, yang meletakkan kepentingan rakyat nan jauh di atas kepentingan partai politik (parpol), golongan, kelompok, kekuasaan, keluarga, apalagi diri sendiri.

Semoga setelah duduk di singgasana, sang presiden jangan terserang virus amnesia sehingga lupa bahwa ia bukan dipilih parpol. Karena itu, sangat tidak layak jika presiden terpilih lebih mengutamakan kepentingan parpol ketimbang rakyat.

Sukma kabinet rakyat wajib fokus kepada upaya menyejahterakan, bukan rakyat yang sudah sejahtera apalagi mahakaya raya, namun yang belum sejahtera. Pembangunan ekonomi berpedoman falsafah ekonomi kerakyatan bukan sekadar kosmetik politik, tapi benar-benar terpusat kepada perjuangan menyejahterakan rakyat.

Para kementerian yang tergabung di koordinasi kesejahteraan rakyat, seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil (Kemenkop UKM), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Daerah Tertinggal, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), serta lain sebagainya wajib diposisikan duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan kelompok ekuin dan polkam.

Kemenkop UKM perlu disetarakan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar orientasi perhatian lebih ditujukan kepada para pengusaha kecil dan menengah, ketimbang pengusaha besar apalagi bengkak yang terbukti mampu membina diri sendiri.

Bank Indonesia (BI) perlu lebih konsekuen dan konsisten menuntun perbankan Indonesia demi lebih memperhatikan kepentingan usaha rakyat kecil, sampai ke sektor informal di perkotaan apalagi pedesaan. Ini ibarat pusat kebugaran yang membugarkan otot atau bagian tubuh yang belum bugar agar menjadi bugar, bukan yang sudah bugar agar menjadi terlalu bugar.

Kementerian Daerah Tertinggal jangan sekadar hiasan politik, namun harus nyata berjuang membangun daerah tertinggal sampai menjadi tidak tertinggalm bahkan lebih maju ketimbang daerah tidak tertinggal. Jadi, pada masa kepresidenan mendatang, sudah tidak perlu ada kementerian yang terkesan memalukan itu.

Kemenag diharapkan tidak hanya sibuk mengurus pencetakan kitab suci atau haji. Hal yang harus lebih diperhatikan adalah kerukunan antarumat beragama dalam suasana saling mengerti, menghargai, dan menghormati. Ini demi mencegah konflik, mengingat apalagi kekerasan antarumat beragama di persada Nusantara tercinta ini.

Kemenkes jangan hanya sibuk membangun rumah sakit mewah dan memfasilitasi industri farmasi yang sudah (terlalu) mampu memfasilitasi diri sendiri. Kementerian ini mesti lebih mengutamakan pembangunan puskesmas bagi rakyat kecil di urban dan rural area, di samping gigih mendukung para penyehat tradisional dan industri jamu sebagai karsa dan karya kesehatan bangsa Indonesia yang sedang diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Kebudayaan Dunia.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jika masih dianggap perlu ada, seyogianya dilengkapi menjadi Kementerian Keluarga. Ini agar kaum lelaki jangan menjadi jenis kelamin tertinggal dalam pemberdayaan keluarga sebagai soko guru negara dan bangsa.

Telah terbukti, peran kebudayaan tidak kalah penting ketimbang ekonomi, politik, dan militer di Bumi abad ke-21. Begitu banyak negara di dunia masa kini yang memiliki menteri kebudayaan. Jadi. tidak ada salahnya diharapkan hadirnya Kementerian Kebudayaan yang mandiri, tanpa harus ditempelkan sebagai embel-embel di kementerian lain.

Penggandaan fungsi kementerian dengan alasan penghematan tidak relevan sebab malah menimbulkan pemborosan energi dan biaya. Ini akibat penunaian tugas secara tidak fokus dan bipolar, yang selalu dijadikan alasan menganaktirikan salah satu di antara fungsi yang digandakan. Jadi, Kementerian Olahraga seyogianya juga mampu dimandirikan agar mampu berkonsentrasi dan fokus terhadap pembinaan olahraga, sebagai bagian dari semangat kebanggaan nasional.

Kabinet rakyat diharapkan dibekali semangat kebanggaan nasional demi penegakan pilar-pilar kedaulatan ekonomi dan pangan oleh kelompok Kementerian Ekonomi dan Kementerian Keuangan, kedaulatan kebudayaan oleh kelompok Kementerian Kesejahteraan Rakyat (Kemenkesra), kedaulatan teknologi oleh Kementerian Informasi, Komunikasi, dan Riset Teknologi, serta kedaulatan bangsa dan negara oleh kelompok Kementerian Politik dan Keamanan. Semuanya bersatu padu, bermahkotakan kedaulatan rakyat!

Mengingat cita-cita terluhur bangsa Indonesia adalah masyarakat adil dan makmur, berarti kesejahteraan rakyat bukan hanya dalam kemakmuran ragawi-bendawi belaka. Ia mutlak perlu didampingi keadilan yang merupakan tugas Kementerian Hukum, yang bukan hanya sibuk saling hukum-menghukum, namun harus benar-benar nyata konsisten dan konsekuen, gigih menegakkan pilar-pilar keadilan bangsa dan negara Indonesia! Merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar