Jangan
Selewengkan Bansos
Zein Arifin ;
Bekerja pada Pusdiklat Kesejahteraan Sosial Kementerian
Sosial, Jakarta
|
KORAN
JAKARTA, 23 Agustus 2014
Sebagian dana bantuan sosial (bansos) pemerintah salah sasaran.
Di Kabupaten Nagakeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bansos digunakan untuk
membangun gedung DPRD. Banyak penguasa di daerah menggunakannya untuk
kepentingan politis gubernur dan bupati/wali kota saat pilkada. Ranah dan kepentingan
pribadi didanai uang negara.
Ini bentuk tindakan ceroboh dan semena-mena penguasa.
Peningkatan penyaluran bansos setiap tahun menjadi sia-sia. Bansos adalah
bentuk nyata perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan kaum
marjinal.
Penyaluran yang salah sasaran bisa menjadi tindakan korupsi
penguasa. KPK sudah mencium permainan kotor tersebut. KPK mengusulkan agar
penyaluran bansos hanya melalui Kementerian Sosial atau satu pintu.
Dana bansos antara lain untuk rehabilitasi guna memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang disfungsi sosial. Bantuan juga untuk
perlindungan sosial. Fungsi lain adalah mencegah dan menangani risiko
guncangan kerentanan sosial seseorang, keluarga, dan kelompok agar dapat
memenuhi kebutuhan minimal.
Tujuan berikutnya untuk pemberdayaan sosial. Ini meliputi
upaya-upaya demi menciptakan warga yang mengalami masalah sosial agar mampu
memenuhi kebutuhan dasar. Dana sosial pun untuk jaminan sosial terkait skema
jaminan rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar selayaknya. Ada pula untuk
penanggulangan kemiskinan dan bencana alam seperti pencegahan, tanggap
darurat, dan rehabilitasi/rekonstruksi.
Bansos terkait dengan kegiatan penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS). Maka, dana diberikan kepada individu, keluarga, masyarakat,
agar mereka bisa memperbaiki rumah akibat bencana.
Orang miskin memunyai ekspektasi untuk maju atau lebih
sejahtera. Ekspektasi atau harapan sederhana individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat yang secara ekonomi miskin jarang direspons. Akses rakyat
miskin ke sumber ekonomi amat terbatas. Mereka tidak tahu cara melepaskan
diri dari kemiskinan.
Pemerintah menyadari masyarakat yang berisiko sosial menyebar di
banyak daerah. Jumlah mereka mencapai jutaan orang. Dana bansos digelontorkan
dalam jumlah besar.
Melalui bansos, pemerintah membuka akses warga untuk partisipasi
merehabilitasi tidak hanya sebatas keluarga, tetapi juga berbagai program
kemasyarakatan. Kapabilitas warga didayagunakan melalui dana bansos.
Pemerintah tidak hanya menciptakan dana bansos, tetapi juga
merumuskan mekanisme belanja agar terhindar dari penyalahgunaan. Kementerian
Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012
tanggal 1 Juni 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial untuk kementerian
negara/lembaga. Di situ tertulis, belanja bantuan sosial adalah pengeluaran
berupa transfer uang barang atau jasa yang diberikan pemerintah pusat/daerah
kepada masyarakat guna melindungi dari risiko sosial, meningkatkan kemampuan
ekonomi atau kesejahteraan masyarakat.
Risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat
menimbulkan potensi kerentanan sosial individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat. Ini bisa sebagai dampak krisis ekonomi, politik, fenomena, dan
bencana alam. Jika tidak diberi bantuan sosial, masyarakat akan semakin
terpuruk dan tidak dapat hidup wajar.
Dengan demikian, bansos mempertemukan harapan dengan realitas.
Jutaan orang, keluarga, masyarakat bisa memecahkan masalah. Bansos merupakan
bentuk pelayanan kemanusiaan. Pada titik ini, pemerintah menciptakan keadilan
sosial (social justice) di
tengah-tengah masyarakat. Kedaulatan rakyat ditempatkan paling atas. Bukankah
rakyat yang berdaulat di suatu negara? Tanpa rakyat, tidak ada negara dan
pemerintah.
Meningkat
Alokasi dana bansos untuk K/L sejak tahun 2011 hingga 2014 terus
meningkat. Tahun 2014 berjumlah lebih dari 88,772 triliun rupiah dan
dialokasikan kepada 15 K/L. Tidak tepat sasaran penggunaan dana bansos
merupakan masalah utama. Saran KPK agar dana bansos hanya dialokasikan
melalui Kementerian Sosial alias kebijakan “satu pintu” bisa menghasilkan
keefektifan penggunaan. Saran KPK harus dikaji lebih baik.
Dana bansos terkait dengan penanggulangan kemiskinan adalah
wewenang Kementerian Sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin, dinyatakan Kemensos sebagai leading sector
penanganan fakir miskin. Kebijakan “satu pintu” karena Kemensos dinilai
berpengalaman menangani kemiskinan, keluarga rentan, korban bencana,
masyarakat adat terpencil/ terasing. Ini menjadikan jajaran Kemensos harus
memunyai kompetensi dan profesionalitas bagus sebagai pengelola dana bansos.
Pemerintahan baru terpilih (Jokowi-JK) memiliki tekad kuat dan
perhatian pada penanggulangan kemiskinan. Pemerintahan Jokowi harus serius
mengoreksi mekanisme penggunaan dana bansos yang sudah diimplementasi sejak
tahun 2011. Kekecewaan sebagian rakyat akibat dana disalahgunakan jangan
terulang.
Banyak pintu dana bansos dengan justru bisa membawa “petaka”.
Dana bansos dikorupsi atau alokasi salah arah/menyimpang ke ranah politis
atau politisasi dana bansos. Kondisi tersebut memprihatinkan karena banyak
PMKS memerlukan pertolongan malah tidak terbantu.
Ke depan, jangan lagi dana orang miskin jatuh ke tangan mereka
yang tidak berhak. Mekanisme pengelolaan dana sosial harus diperbaiki agar
uang secara optimal sampai pada mereka yang berhak. Banyak orang miskin yang
harus dientaskan, tetapi dana justru dikorup. Praktik demikian tidak boleh
terjadi lagi. Bansos harus benar-benar sampai ke orang miskin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar