Cinta
Kerja dan Cinta Tanah Air
Agoes Ali Masyhuri ; Kepala Pengasuh Pesantren
Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo Jatim
|
JAWA
POS, 18 Agustus 2014
JIKA bekerja merupakan misi orang hidup, menganggur bisa
dikatakan seperti orang mati. Dalam rangka menyambut HUT Ke-69 Kemerdekaan
RI, sangat penting digalakkan kampanye cinta kerja dan cinta tanah air.
Jangan hanya mempercantik lingkungan dengan umbul-umbul maupun hiasan-hiasan
yang penuh variasi. Tetapi, kita juga harus memperkuat gerakan moral dan
spiritual.
Seluruh komponen kekuatan bangsa hendaknya menyadari bahwa
republik tercinta ini lahir bukan karena kekuatan senjata, bukan dari hasil
seminar dan debat terbuka, melainkan atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa.
Maka, sudah semestinya kekuatan iman dan moral serta kekuatan agama harus
diletakkan di atas segala-galanya.
Bahasa keyakinan dan iman sangat penting ditanamkan pada
masyarakat dalam kondisi sekarang ini. Sesungguhnya barakah tidak akan dapat
diperoleh manakala kita semua terbius oleh kepentingan pribadi dan golongan
yang mengarah kepada sikap serakah yang tidak mengenal batas kepuasan sebagai
sumber konflik dan permusuhan di antara sesama. Sepanjang sejarah peradaban
manusia, tidak ada perpecahan sebagai kebaikan bagi siapa pun di atas muka
bumi ini. Baik bagi orang-orang terdahulu maupun pada generasi mendatang. Di
sini, peranan alim ulama harus mampu tampil sebagai perekat masyarakat
sekaligus sebagai pengayom dan pembimbing. Tegasnya, para kiai dalam
berdakwah pada situasi yang tidak menentu ini tidak cukup hanya menyampaikan
firman Allah dan sabda Rasul, namun juga harus mampu memberikan jalan keluar
atas problem hidup yang dialami umat dewasa ini, melalui sikap dan pendekatan
yang arif dan rendah hati.
Masalah korupsi, kemiskinan, dan pengangguran, pemerintah
harus lebih serius menangani dalam mengisi kemerdekaan republik tercinta ini.
Sebab, pengangguran bisa melahirkan rangkaian keburukan dan menciptakan
benih-benih kehancuran. Rasulullah SAW telah memperingatkan bahwa banyak
manusia yang mengabaikan nikmat kesehatan dan nikmat kesempatan yang mereka
miliki. Sebagaimana sabda beliau, dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ’’Ada dua nikmat banyak orang tertipu olehnya, yaitu nikmat
kesehatan dan nikmat kesempatan.’’ (HR Bukhari)
Betapa banyak orang sehat dan punya waktu luang, tetapi hidup
mereka terombang-ambing tanpa arah karena tidak memiliki tujuan dan cita-cita
yang jelas. Mereka terpuruk karena tidak mau bekerja dan memanfaatkan
kesehatan serta kesempatannya.
Sungguh tepat apa yang dikatakan Imam Syafi’i ketika
menjelaskan prinsip-prinsip dasar pendidikan. ’’Jika Anda tidak menyibukkan
diri dengan kebenaran, Anda akan disibukkan oleh kebatilan.’’ Pernyataan itu
sungguh cerdas, tepat, dan benar. Karena itulah, Islam menetapkan berbagai
kewajiban atas setiap muslim sehingga dapat mengisi waktu hidupnya dengan
menjalankan kebaikan. Jiwa tidak boleh dibiarkan kosong dan dipenuhi
kebatilan. Dengan terus melakukan kebaikan setiap waktu, jiwa akan tetap
terpelihara dalam lingkup kebaikan. Orang bijak telah berkata, ’’Kita tidak
akan merasakan dampak kecemasan ketika kita sibuk bekerja.’’ Tetapi, waktu
luang setelah bekerja menjadi waktu yang paling berisiko. Ketika kita berada
pada jam-jam luang, setan-setan kecemasan langsung datang menyerang. Pada
saat itulah, pikiran kita terbang ke mana-mana tanpa arah dan tujuan.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran
hingga saat ini 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja 118,19 juta
orang. Sedangkan orang yang bekerja mencapai 110,80 juta orang. ’’Tidak ada
pengangguran dari golongan orang-orang bijak.’’ Pengangguran adalah perbuatan
yang sangat berbahaya bagi semua orang. Seorang peraih Nobel bernama Albert
Camus mengatakan, pengangguran adalah santapan bagi setan. Pengangguran telah
membuat rumah menjadi goyah. Sebab, fondasinya diisi oleh kekosongan dan
tiang-tiangnya telah rapuh dimakan rayap kebodohan. Pengangguran telah
membuat akal pikiran diisi oleh hal-hal jahat.
Orang-orang bijak selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang
bermanfaat. Istirahatnya dia niatkan untuk beribadah. Waktu-waktu yang
terlewat tidak luput dari kebaikan. Meskipun dia miskin harta, dia selalu
sibuk dengan kebaikan. Doanya banyak, zikirnya banyak, membaca bukunya
banyak, berdakwahnya banyak, salat sunahnya banyak, tilawahnya banyak. Jika
tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain, dia akan memberikan manfaat
kepada diri sendiri.
Umar bin Khattab berkata, ’’Janganlah seseorang di antara kamu
berdiam diri dari mencari rezeki, lalu berdoa, ’Ya Allah! Berikanlah rezeki
kepadaku,’ Padahal, kalian tahu bahwa langit tidak akan mencurahkan emas dan
perak (kepada dirinya).’’
Apa yang dikatakan Umar bin Khattab itu mengandung pelajaran
bahwa orang yang duduk sambil berdoa meminta diberi rezeki adalah orang yang
melakukan perbuatan tercela. Sebab, langit tidak akan menurunkan emas dan
perak kepada dia tanpa mau bekerja.
Islam tidak membenarkan seseorang sekadar berdoa tanpa mau
bekerja, tetapi mengharapkan mendapat rezeki dari Allah. Sebab, Allah tidak
akan menurunkan emas dan perak dari langit kepada manusia tanpa usaha dari
yang bersangkutan. Artinya, Allah memberikan rezeki kepada manusia melalui
usaha keras manusia itu sendiri dengan melaksanakan kegiatan usaha
sungguh-sungguh secara halal. Dengan kata lain, orang yang hanya duduk diam
atau menganggur tidak layak meminta rezeki kepada Allah sekalipun dia
terus-menerus berdoa. Jadi, manusia harus bekerja keras terlebih dahulu,
disusul dengan berdoa, agar mendapatkan rezeki yang diinginkan dari Allah.
Penting bagi kita untuk merencanakan hari-hari kita, kemudian
kita laksanakan rencana-rencana itu dengan penuh kesungguhan, agar kita luput
dari bahaya pengangguran. Jangan seperti air mengalir, melakukan sesuatu
ketika ada pekerjaan di depan mata. Jika tidak ada pekerjaan, ia akan
menganggur. Ia tidak tahu pekerjaan apa yang harus dilakukan setelahnya.
Walaupun tidak harus detail, rencana harian membuat sasaran-sasaran yang
ingin kita capai dapat terpenuhi. Semoga
bermanfaat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar