Minggu, 24 Agustus 2014

Bukan Proyek Bandung Bondowoso

                          Bukan Proyek Bandung Bondowoso

Widodo Prasetyo  ;   Wartawan Suara Merdeka
SUARA MERDEKA, 23 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

“Masyarakat Jateng pun berhak mengoreksi dan mengawasi Ganjar-Heru karena merekalah yang memilih”

INFRASTRUKTUR, terutama jalan, selalu menjadi sorotan. Ada guyonan dari pengguna angkutan antarprovinsi: kendaraan mereka sudah masuk Jateng atau belum, bisa dirasakan dari guncangan kendati mata terpejam. Bila terasa nggronjal berarti sudah memasuki provinsi ini. Gubernur 2008-2013 Bibit Waluyo berargumen salah satu faktor penyebab kondisi jalan tidak pernah lebih baik ketimbang jalan provinsi tetangga karena Jateng menjadi ndeg-ndegan atau tempat pemberhentian kendaraan dari arah barat dan sebaliknya.

Ganjar Pranowo yang pada saat berkampanye pilgub menjanjikan ’’Jateng berdikari, mboten korupsi mboten ngapusi’’, pada tahun pertama kepemimpinannya mencanangkan program tahun infrastruktur. Dia dan Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko pada 23 Agustus 2014 genap setahun memimpin Jateng.

Pada tahun pertama memerintah terjadi peristiwa yang menyebabkan hampir lumpuhnya jalur pantura timur karena banjir merendam sebagian Kudus. Lalu, peresmian penggunaan ruas tol Ungaran-Bawen, dan amblesnya oprit jembatan Comal Pemalang yang menyebabkan ketersendatan arus lalu lintas di jalur pantura menjelang Lebaran.

Rakyat sudah menikmati apa berkait setahun kepemimpinan Ganjar-Heru melalui program tahun infrastuktur? Pertanyaan itu jadi diskusi di media sosial akhir-akhir ini. Bisa jadi itu wujud apresiasi dan kecintaan publik.

Sosok Ganjar yang muda, berani tampil beda, ditambah berpostur tinggi ditunjang kemampuan berkomunikasi yang baik, sedangkan Heru birokrat sejati, menumbuhkan harapan rakyat pada awal pemerintahan keduanya.

Harapan itu memancar ke seluruh penjuru wilayah, melintas gunung, menerabas hutan, menyeberang jalan, menembus dinding kota dan merayap pada tiap benak rakyat. Kapan harapan, janji, dan ucapan menjadi kenyataan?

Setahun kepemimpinan Ganjar-Heru, dalam penilaian anggota DPRD Jateng Wahyudin Noor Aly (Fraksi PAN) dan Alfasadun (Fraksi PPP), belum terasakan. Besarnya silpa senilai Rp 1,6 triliun dari total APBD Rp 11,669 triliun menunjukkan SKPD belum maksimal bekerja. Padahal masih banyak pekerjaan belum diselesaikan, antara lain perbaikan jalan rusak (SM, 12/8/14).

Sorotan dua wakil rakyat itu tak jauh berbeda dari penilaian masyarakat. Survei oleh Magister Ilmu Politik Undip menyebut publik menilai kinerja Ganjar-Heru pada 4 bulan pertama pemerintahannya masih biasa-biasa. (SM, 16/1/14). Menilai kinerja Ganjar-Heru dengan hitungan waktu 100 hari, 4 bulan, atau setahun bisa dianggap tidak fair atau terlalu dini.

Tapi publik pun berhak mengoreksi dan mengawasi karena merekalah yang memilih. Mengingat sudah menggantungkan harapan, warga Jateng pun tak salah mengingatkan jangan sampai Gubernur kehilangan momentum. Sepantasnya kinerja diukur dan terukur.

Menyinggung tahun pertama kepemimpinannya, Ganjar mengakui alokasi anggaran infrastruktur APBD 2014 Rp 1,255 trilun tidak “nendang” (SM, 4/8/14). Dia pun merencanakan mengalokasikan Rp 2,1 triliun pada 2015, menjalin kerja sama dengan kabupaten/kota, dan mendesak pemerintah pusat.

Kompleksitas kondisi, situasi, dan arus globalisasi menuntut Gubernur berkinerja yang tak biasa-biasa saja. Jateng membutuhkan pemimpin yang berani melakukan loncatan, melenting, zigzag, dan berjibaku tak kenal waktu.

Ada tiga usulan yang bisa menjadi pertimbangan Ganjar-Heru untuk lebih maju ke depan. Pertama; meningkatkan daya saing (competitiveness) Jateng mengungat masa depan provinsi ini sangat ditentukan oleh faktor daya saing.

Giat Promosi

Kedua; melakukan inovasi dalam penanganan infrastuktur. Membangun, termasuk membangun infrastuktur, tidak bisa dilakukan sebagaimana Bandung Bondowoso membuat 1.000 candi dalam waktu hanya semalam. Membangun jalan perlu melibatkan segenap elemen.

Letak geografis Jateng di antara DKI Jakarta, Jabar di sisi barat dan Jatim di sisi timur menjadikan beban jalan dan jembatan di provinsi ini tinggi. Amblesnya oprit jembatan Comal adalah cermin bahwa pantura mengalami kelelahan. Ke depan, pembangunan infrasrtuktur tidak bisa hanya menggantungkan APBN, APBD Jateng dan kabupa­ten/kota tapi juga perlu melibatkan masyarakat, dunia usaha, dan swasta yang berkepentingan terhadap infrastuktur yang nyaman dan aman.

Meskipun dipilih rakyat, pada era otonomi daerah gubernur tidak memiliki wilayah. Ia wakil pemerintah pusat. Karena itu, usulan yang ketiga; Gubernur perlu lebih giat mempromosikan Jateng. Mem-PR-kan Jateng ke dunia luar dan membuka akses, menggaet investor, dan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak di luar negeri. Biarkan urusan internal ditangani masing-masing bupati/wali kota dan dikoordinasi wakil gubernur.

Ganjar-Heru pun bukan Bandung Bondowoso melainkan manusia biasa. Tapi tak berarti tak bisa berbuat apa-apa. Senyatanya, mustahil ada pemimpin ”Manusia Setengah Dewa” seperti dilantunkan Iwan Fals.

Pemimpin tak harus menguasai ilmu segala hal tapi semestinya membuka peluang bagi keterlibatan rakyat sehingga mereka turut handarbeni dan siap tut wuri handayani. Rakyat telah berharap, dan itu seyogianya tidak dibiarkan menguap berakhir dengan kekecewaan, namun harus dijawab lewat tindakan konkret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar