Bukan
Proyek Bandung Bondowoso
Widodo Prasetyo ;
Wartawan Suara Merdeka
|
SUARA
MERDEKA, 23 Agustus 2014
“Masyarakat Jateng pun
berhak mengoreksi dan mengawasi Ganjar-Heru karena merekalah yang memilih”
INFRASTRUKTUR, terutama jalan, selalu menjadi sorotan. Ada
guyonan dari pengguna angkutan antarprovinsi: kendaraan mereka sudah masuk
Jateng atau belum, bisa dirasakan dari guncangan kendati mata terpejam. Bila
terasa nggronjal berarti sudah memasuki provinsi ini. Gubernur 2008-2013
Bibit Waluyo berargumen salah satu faktor penyebab kondisi jalan tidak pernah
lebih baik ketimbang jalan provinsi tetangga karena Jateng menjadi ndeg-ndegan atau tempat pemberhentian
kendaraan dari arah barat dan sebaliknya.
Ganjar Pranowo yang pada saat berkampanye pilgub menjanjikan ’’Jateng berdikari, mboten korupsi mboten
ngapusi’’, pada tahun pertama kepemimpinannya mencanangkan program tahun
infrastruktur. Dia dan Wakil Gubernur Heru Sudjatmoko pada 23 Agustus 2014
genap setahun memimpin Jateng.
Pada tahun pertama memerintah terjadi peristiwa yang menyebabkan
hampir lumpuhnya jalur pantura timur karena banjir merendam sebagian Kudus.
Lalu, peresmian penggunaan ruas tol Ungaran-Bawen, dan amblesnya oprit
jembatan Comal Pemalang yang menyebabkan ketersendatan arus lalu lintas di
jalur pantura menjelang Lebaran.
Rakyat sudah menikmati apa berkait setahun kepemimpinan
Ganjar-Heru melalui program tahun infrastuktur? Pertanyaan itu jadi diskusi
di media sosial akhir-akhir ini. Bisa jadi itu wujud apresiasi dan kecintaan
publik.
Sosok Ganjar yang muda, berani tampil beda, ditambah berpostur
tinggi ditunjang kemampuan berkomunikasi yang baik, sedangkan Heru birokrat
sejati, menumbuhkan harapan rakyat pada awal pemerintahan keduanya.
Harapan itu memancar ke seluruh penjuru wilayah, melintas
gunung, menerabas hutan, menyeberang jalan, menembus dinding kota dan merayap
pada tiap benak rakyat. Kapan harapan, janji, dan ucapan menjadi kenyataan?
Setahun kepemimpinan Ganjar-Heru, dalam penilaian anggota DPRD
Jateng Wahyudin Noor Aly (Fraksi PAN) dan Alfasadun (Fraksi PPP), belum
terasakan. Besarnya silpa senilai Rp 1,6 triliun dari total APBD Rp 11,669
triliun menunjukkan SKPD belum maksimal bekerja. Padahal masih banyak
pekerjaan belum diselesaikan, antara lain perbaikan jalan rusak (SM,
12/8/14).
Sorotan dua wakil rakyat itu tak jauh berbeda dari penilaian
masyarakat. Survei oleh Magister Ilmu Politik Undip menyebut publik menilai
kinerja Ganjar-Heru pada 4 bulan pertama pemerintahannya masih biasa-biasa.
(SM, 16/1/14). Menilai kinerja Ganjar-Heru dengan hitungan waktu 100 hari, 4
bulan, atau setahun bisa dianggap tidak fair atau terlalu dini.
Tapi publik pun berhak mengoreksi dan mengawasi karena merekalah
yang memilih. Mengingat sudah menggantungkan harapan, warga Jateng pun tak
salah mengingatkan jangan sampai Gubernur kehilangan momentum. Sepantasnya
kinerja diukur dan terukur.
Menyinggung tahun pertama kepemimpinannya, Ganjar mengakui
alokasi anggaran infrastruktur APBD 2014 Rp 1,255 trilun tidak “nendang” (SM,
4/8/14). Dia pun merencanakan mengalokasikan Rp 2,1 triliun pada 2015,
menjalin kerja sama dengan kabupaten/kota, dan mendesak pemerintah pusat.
Kompleksitas kondisi, situasi, dan arus globalisasi menuntut
Gubernur berkinerja yang tak biasa-biasa saja. Jateng membutuhkan pemimpin
yang berani melakukan loncatan, melenting, zigzag, dan berjibaku tak kenal
waktu.
Ada tiga usulan yang bisa menjadi pertimbangan Ganjar-Heru untuk
lebih maju ke depan. Pertama; meningkatkan daya saing (competitiveness) Jateng mengungat masa depan provinsi ini sangat
ditentukan oleh faktor daya saing.
Giat Promosi
Kedua; melakukan inovasi dalam penanganan infrastuktur.
Membangun, termasuk membangun infrastuktur, tidak bisa dilakukan sebagaimana
Bandung Bondowoso membuat 1.000 candi dalam waktu hanya semalam. Membangun
jalan perlu melibatkan segenap elemen.
Letak geografis Jateng di antara DKI Jakarta, Jabar di sisi
barat dan Jatim di sisi timur menjadikan beban jalan dan jembatan di provinsi
ini tinggi. Amblesnya oprit jembatan Comal adalah cermin bahwa pantura
mengalami kelelahan. Ke depan, pembangunan infrasrtuktur tidak bisa hanya
menggantungkan APBN, APBD Jateng dan kabupaten/kota tapi juga perlu melibatkan
masyarakat, dunia usaha, dan swasta yang berkepentingan terhadap infrastuktur
yang nyaman dan aman.
Meskipun dipilih rakyat, pada era otonomi daerah gubernur tidak
memiliki wilayah. Ia wakil pemerintah pusat. Karena itu, usulan yang ketiga;
Gubernur perlu lebih giat mempromosikan Jateng. Mem-PR-kan Jateng ke dunia
luar dan membuka akses, menggaet investor, dan menjalin kerja sama dengan
pihak-pihak di luar negeri. Biarkan urusan internal ditangani masing-masing
bupati/wali kota dan dikoordinasi wakil gubernur.
Ganjar-Heru pun bukan Bandung Bondowoso melainkan manusia biasa.
Tapi tak berarti tak bisa berbuat apa-apa. Senyatanya, mustahil ada pemimpin ”Manusia Setengah Dewa” seperti
dilantunkan Iwan Fals.
Pemimpin tak harus menguasai ilmu segala hal tapi semestinya
membuka peluang bagi keterlibatan rakyat sehingga mereka turut handarbeni dan siap tut wuri handayani. Rakyat telah
berharap, dan itu seyogianya tidak dibiarkan menguap berakhir dengan
kekecewaan, namun harus dijawab lewat tindakan konkret. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar