Jumat, 15 Maret 2013

Tunjuk Tujuannya


Tunjuk Tujuannya
Billy Boen  ;  CEO PT YOT Nusantara; Director PT Jakarta International Management; Shareholder, Rolling Stone Café
KORAN SINDO, 15 Maret 2013
  

Saya seringkali bertemu orang-orang yang kalau ditanya apa tujuan hidupnya, tidak bisa menjawab. Apakah Anda salah satunya? Saya harap tidak. Kenapa penting untuk kita bisa menjawab pertanyaan yang terkesan begitu simpel? 

Di setiap kesempatan seminar, workshop, di radio, maupun di televisi, saya seringkali mengingatkan anak-anak muda Indonesia, “Kita enggak akan ke mana-mana kalau kita enggak tahu kita mau ke mana.” Semua orang sukses, tahu apa yang mereka ingin capai. Merek tahu betul, apa yang menjadi tujuannya. Meski tanpa bisa dipungkiri, mereka terkadang pada saat menentukan tujuannya belum tahu bagaimana cara mencapainya. 

Ini hal yang wajar. Setidaknya sejak awal mereka tahu apa yang ingin mereka capai, mereka ingin menuju ke mana. Sebuah ilustrasi yang selalu saya angkat karena ini sangat relevan dengan kehidupan kita sehari-hari: tujuan hidup itu sama pentingnya seperti tempat yang ingin kita tuju dengan transportasi publik seperti taksi. 

Ketika kita masuk ke dalam taksi, apa yang pertama ditanya oleh si pengemudi? “Mas/Mbak, mau ke mana?” Kebayang enggak kalau kita sebagai penumpang bilang, “Hmm, saya enggak tahu mau ke mana, Pak.” Satu hal yang pasti: si pengemudi akan bingung sesaat, kemudian merasa senang, karena dia akan bisa mengajak si penumpang yang tidak tahu mau ke mana itu keliling kota. 

Masih dengan ilustrasi naik taksi, Anda harus tahu betul tempat yang ingin Anda tuju. Anda tidak bisa bilang ke pengemudi taksi, “Pak, saya mau ke mal.” Anda harus kasih tahu si pengemudi secara spesifik, mal mana yang ingin Anda tuju. Benar enggak? Nah, tanpa disadari, rata-rata semua orang ingin sukses. Ingin sukses itu sama seperti perkataan Anda ke pengemudi taksi, “Pak saya mau ke mal.
Anda tidak akan mencapai arti sebuah kesuksesan kalau Anda tidak bisa menerjemahkan arti sukses yang Anda tuju. Jangan pernah lagi bilang, “Saya mau jadi orang sukses.” Coba untuk lebih spesifik misal, “Saya ingin menjadi seorang dokter yang sukses.” Kalau bisa, diperdalam lagi, dokter di bidang apa, dan suksesnya yang bagaimana. 

Sejak buku Young On Top terbit tiga tahun lalu, saya berkesempatan untuk berkeliling kampus maupun sharing di banyak perusahaan. Ketika ada yang bilang, “Saya enggak tahu apa tujuan hidup saya,” dan berharap saya bisa memberi tahu apa tujuan hidupnya, biasanya, saya akan balik bertanya, “Menurut kamu, tujuan hidup saya apa?” Saya yakin 100%, si penanya akan bingung menjawab pertanyaan saya. Karena apa? 

Ya, karena dia tidak akan tahu apa yang ingin saya capai di dalam hidup saya. Nah, sama kan? Saya juga bingung mesti menjawab apa tujuan hidupnya karena saya juga tidak mungkin tahu apa yang ingin dia capai. Banyak orang yang berpendapat, “Jalani hidup ini bagaikan air mengalir saja.” Tanpa meremehkan pendapat ini, saya hanya mau bilang (dan mungkin sudah sering Anda dengar) bahwa air mengalir itu selalu dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. 

Apakah Anda siap, hidup Anda mengalir ke tempat yang lebih rendah? Jangan kaget kalau ini prinsip hidup Anda, suatu hari Anda akan mendapatkan diri Anda di dalam keadaan terpuruk. Mana ada air yang mengalir ke tempat yang lebih tinggi? Banyak orang yang berargumen bahwa Tuhan yang menentukan jalan hidup ini. Ya, saya setuju Tuhan yang menentukan. 

Tapi, menurut saya, bukan lantas kita sebagai manusia boleh bermalas-malasan, hidup tanpa tujuan. Saya cukup yakin, Tuhan ingin manusia berusaha semaksimal mungkin di dalam hidup ini dan Ia akan menolong kita mencapai apa yang ingin kita capai. Apa yang Tuhan gariskan adalah takdir, sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Apa yang kita lakukan akan menentukan nasib kita. 

Jadi, kalau kata Bill Gates, founder Microsoft dan salah satu orang terkaya di dunia, “Kalau kita terlahir miskin, itu bukan salah kita (takdir). Tapi, kalau ketika meninggal kita miskin, itu salah kita (nasib).” Prinsip hidup seorang sahabat saya, Yan Hendry Jauwena, “Just do our best, and let God take care of the rest.” Kita tidak akan bisa mencapai suatu tujuan yang kita sendiri tidak tahu tujuannya apa atau di mana. 

Lalu, bagaimana caranya supaya kita tahu apa yang mau kita capai? Jawaban satusatunya yang saya miliki: Tanyakan ke diri sendiri, dan jawablah secara jujur. Coba refleksikan diri, cari tahu apa yang Anda anggap penting di dalam hidup ini. Mungkin, itulah tujuan hidup Anda. Mungkin ada orang yang mengetahui apa tujuan hidupnya dari kecil. Saya termasuk orang-orang yang beruntung tersebut. 

Terinspirasi melihat ayah saya yang bekerja memakai dasi, mendapatkan mobil operasional dari kantor, dan mampu mengajak keluarga berlibur ke berbagai kota di Indonesia, saya dari kecil selalu bilang bahwa saya ingin menjadi bos. Yang saya maksud, citacita saya adalah untuk menjadi seorang pimpinan sebuah perusahaan. 

Karena saya suka mengamati merek, saya berkeinginan untuk menjadi pimpinan sebuah perusahaan yang menangani merek. Di usia 26 saya berhasil menggapai cita-cita masa kecil saya ketika saya menjadi General Manager Oakley Indonesia. Cita-cita ini saya capai karena ya itu tadi dari kecil saya sudah tahu betul apa yang ingin saya capai sehingga ketika SMA pun saya yang tadinya masuk ke Biologi (A2) minta “diturunkan” ke Sosial (A3). 

Saya menjadi satusatunya murid di sekolah saya yang “turun”. Kepala sekolah yang sempat menasihati saya dengan bilang, “Bill, kalau kamu di Biologi, kamu bisa jadi dokter loh,” pun tidak saya gubris. Kenapa? Karena saya tidak ingin jadi dokter, saya ingin jadi pimpinan sebuah perusahaan yang menangani merek. Ketika kuliah pun saya tidak ada keraguan sedikit pun untuk memilih business administration. 

Ketika S-2 saya pun mengambil konsentrasi yang menitikberatkan pada brand management. Ketika lulus, saya tidak menyebarkan 100 resume, tapi saya hanya mendaftar ke beberapa perusahaan yang menangani merek sebelum akhirnya saya memutuskan untuk bekerja pertama kalinya untuk PT Berca Sportindo yang kala itu distributor tunggal merek Nike di Indonesia. 

Saya rasa, kalau dari kecil saya tidak tahu apa yang ingin saya capai, saya tidak akan mampu menggapai cita-cita saya untuk menjadi pimpinan sebuah perusahaan yang menangani merek di umur 26 tahun. 

Kalau Anda ingin dapat mencapai apa yang Anda inginkan, pastikan bahwa Anda mampu menunjuk tujuan yang ingin Anda capai. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar