Dalam
beberapa hari terakhir ini, halaman muka hampir semua media massa
memberitakan praktik penipuan yang berbasis investasi emas. Ini bukan modus
penipuan yang baru tentunya. Saya sangat berharap pemerintah dapat secara
proaktif mencegah praktik serupa ini pada masa yang akan datang.
Ada
dua masalah utama yang mengakibatkan praktik penipuan ini bisa berkembang
dalam skala triliunan rupiah. Pertama, skema transaksi yang menggiurkan dan
yang kedua adalah lemahnya sistem pengaturan oleh pemerintah. Akibatnya,
ada kesan pemerintah melakukan pembiaran begitu saja sampai-sampai timbul
korban begitu banyak. Dua hal itulah yang hendak kita bahas.
Praktik
penipuan seperti ini sebenarnya amatlah mudah untuk diidentifikasi apabila
aparat penegak hukum sedikit serius dalam melakukan pencegahan. Biasanya
terdapat ciri-ciri Ponzi gamedi
dalam skema transaksinya. Ciri utamanya adalah imbalan atas investasi yang diberikan oleh pihak perusahaan
tergolong tidak masuk akal.
Kalau tidak masuk akal, pasti imbalan itu bukan berasal
dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Imbalan itu berasal dari pertumbuhan
jumlah uang `nasabah' yang dibenamkan di perusahaan. Imbalan yang diberikan
kepada nasabah lama merupakan uang yang berasal dari nasabah baru. Selama
jumlah uang dari nasabah baru mengucur deras, kewajiban terhadap nasabah
lama dapat dibayarkan.
Biasanya, nasabah lama juga akan terpancing untuk membenamkan
uang lebih banyak lagi sehingga sebetulnya dia mendapatkan imbalan dari
uangnya sendiri.
Permainan Ponzi akan segera kolaps ketika imbalan yang
dijanjikan tidak dapat diimbangi dengan pemasukan baru. Ketika itulah
nasabah baru sadar bahwa ia sudah tertipu. Kata kuncinya adalah im balan
investasi yang sangat menggiurkan sehingga tidak masuk akal. Sebagai
contoh, ada sebuah perusahaan yang menjanjikan imbalan investasi emas
sebesar 2,5 persen per bulan. Dalam
satu tahun, Anda mendapatkan 36 persen secara pasti. Bahkan, ada pula yang
berani menawarkan imbalan di atas 50 persen.
Kalau sebuah bank besar hanya mampu memberikan suku bunga
sebesar enam persen, apakah Anda bisa percaya pada sebuah perusahaan yang
tak jelas asal-usulnya, tak jelas siapa pengelolanya, dan tak jelas rekam
jejaknya. Celakanya ternyata banyak sekali orang yang percaya bahwa secara
simsalabim perusahaan tersebut bisa mencetak laba lebih spektakuler dibanding
sebuah lembaga keuangan yang sangat terkenal sekalipun.
Intinya, kalau pemerintah mau sedikit saja bekerja untuk
melindungi kepentingan rakyat, sangatlah mudah untuk mencegah praktik
simsalabim seperti ini. Cirinya mudah diidentifikasi. Selain janjinya
tergolong gombal, pasti perusahaannya juga baru saja berdiri. Kalau
iming-imingnya dua kali atau lebih dari suku bunga deposito bank, pasti
pengelola perusahaan tersebut memang sejak awal berniat untuk menipu.
Masalah berikutnya menyangkut perizinan usaha. Biasanya
perusahaan itu hanya memiliki izin sebagai perusahaan dagang biasa. Dalam
praktiknya, mereka beroperasi sebagai perusahaan investasi dengan melakukan
`pengumpulan dana' dari masyarakat.
Izin perusahaan keuangan hanya diterbitkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) atau dahulu oleh Bank Indonesia dan Bapepam-LK. Pengaturan
di bidang keuangan biasanya sangat ketat sehingga sulit untuk ditembus oleh
perusahaan abal-abal. Persoalannya memang ada dalam aturan perundang-undangan.
Tidak ada aturan yang `mengharamkan' perusahaan dagang untuk melakukan
kegiatan yang mirip-mirip dengan perusahaan keuangan. Kata mirip-mirip ini
harus digarisbawahi karena perusahaan itu biasanya secara sengaja
menyamarkan transaksi keuangan dalam kedok transaksi jual beli biasa.
Mungkin akan lebih jelas kalau saya memberikan contoh. Misalkan
ada sebuah perusahaan yang menawarkan investasi dalam bentuk jual beli
emas. Kalau Anda membeli emas dari perusahaan tersebut dan Anda sepenuhnya
`menguasai' emas di tangan Anda, jatuhnya adalah transaksi jual beli biasa.
Itu sama saja dengan ketika Anda membeli emas di toko emas di manapun.
Ketika harga emas naik, Anda untung dan sebaliknya Anda buntung ketika
harga emas turun. Semua risiko ada di tangan Anda.
Ada pula jenis transaksi keuangan yang diberi kedok jual
beli emas. Anda diminta untuk berinvestasi dalam bentuk pembelian emas dan
sebagian atau seluruh emas itu dikelola oleh perusahaan itu dan kemudian
Anda diberi `janji' mendapat imbalan yang sifatnya tetap setiap bulan atau
setiap tahun.
Sebetulnya ini merupakan transaksi keuangan
dan seharusnya perusahaan tersebut memiliki izin sebagai perusahaan
keuangan. Transaksi jual beli hanyalah kedok untuk menyiasati aturan
perizinan. Mengapa begitu?
Perusahaan itu telah bertindak sebagai pengelola aset dan
dari memutarkan aset tersebut kemudian seolah-olah Anda akan mendapatkan
keuntungan yang dijamin pasti diperoleh. Hakikatnya sama dengan bank atau
pengelola reksa dana. Uang dikumpulkan dari masyarakat, dikelola, dan
kemudian pemilik uang mendapatkan keuntungan hasil usaha. Toh, emas juga
harus ditebus dengan uang, bukan. Yang Anda serahkan kepada perusahaan
adalah uang bukan?
Jadi, perusahaan itu sebetulnya bertindak
sebagai perusahaan keuangan yang tentunya cara beroperasinya berbeda dengan
toko emas biasa. Kalau perusahaan tersebut tak memiliki izin dari OJK atau
Bapepam-LK, Anda sudah harus curiga bahwa itu adalah perusahaan tipu-tipu.
Terakhir, saya hanya bisa mengimbau kepada pemerintah
untuk secara proaktif segera melakukan penyisiran dari satu gedung ke
gedung lainnya dan dari satu pusat perbelanjaan ke pusat perbelanjaan
lainnya untuk mengidentifikasi perusahaan dagang yang beroperasi sebagai
perusahaan keuangan. Ini pekerjaan yang relatif mudah untuk dilakukan. Saya
yakin masih banyak perusahaan seperti ini yang bergentayangan menyedot duit
rakyat. Syaratnya hanya satu, pemerintah mau nggak bekerja untuk rakyat?
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar