Kamis, 10 September 2015

Segi Empat Entitas Kekuatan Global

Segi Empat Entitas Kekuatan Global

Rene L Pattiradjawane  ;  Wartawan Senior Kompas
                                                     KOMPAS, 09 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pemimpin Tiongkok yang paling berpengaruh, Deng Xiaoping (1904-1997), pernah berkata, kalau Jepang-Tiongkok berperang, setengah surga akan rontok. Tak bisa dielakkan, kedua negara Asia ini, bersama dengan Amerika Serikat, merupakan sentra segi tiga geopolitik di kawasan Asia dengan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada berbagai bidang, seperti ekonomi, perdagangan, dan militer.

Di tengah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dunia yang mengancam laju pertumbuhan Asia yang paling dinamis di dunia, jelas Jepang-Tiongkok bisa disebut tidak zeitgemassig, tidak selaras dengan waktu. Kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara, akan selalu diuntungkan oleh persaingan Jepang-Tiongkok selama bisa dijaga kesetimbangan negara-negara adidaya yang memiliki kekuatan ekonomi nomor 1, 2, dan 3 di dunia ini.

Persaingan Jepang-Tiongkok dalam tiga tahun terakhir sudah tidak semata pada klaim tumpang tindih pulau kosong Kepulauan Senkaku (Tiongkok menyebutnya Diaoyu) di Laut Tiongkok Timur, tetapi meluas juga ke persaingan ekonomi dan perdagangan. Bahkan, salah satu pemicu terjadinya devaluasi mata uang yuan juga disebabkan Tokyo juga melakukan pelemahan mata uang yen yang menyebabkan kedua negara ini bersaing dalam ekspor produk mereka ke dunia.

Melalui perayaan Hari Kemenangan (V-Day) di Beijing pekan lalu, para penguasa Tiongkok terus mendesak perhatian internasional atas militerisme Jepang, sekaligus mendesak pengakuan sejarah atas kekejaman yang dilakukannya pada masa Perang Dunia II. Sebaliknya, Jepang juga melihat RRT sebagai ancaman bagi perekonomiannya, sekaligus kekhawatiran atas masalah keamanan dengan semakin meningkatnya kemampuan dan modernisasi perangkat-perangkat militer RRT.

Kedua negara Asia dengan latar belakang budaya yang mirip ini saling berebut pengaruh di kawasan Asia Tenggara, seperti yang terjadi dalam persaingan tender pembangunan jalur kereta api cepat (HSR) Jakarta-Bandung dan di negara ASEAN lain seperti di Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Bagi Jepang-Tiongkok, ASEAN menjadi entitas ekonomi paling penting ketika gabungan 10 negara Asia Tenggara ini pada tahun 2013 mencatat produk domestik bruto sebesar 2,4 triliun dollar AS, menjadikan ASEAN sebagai entitas kekuatan ekonomi ke-7 terbesar di dunia. Dengan jumlah penduduk sekitar 600 juta orang, ASEAN menjadi pasaran ekonomi lebih besar daripada Amerika Utara dan Uni Eropa, menjadikan Asia Tenggara sebagai sumber vital bagi potensi investasi.

Persaingan Jepang-Tiongkok di ASEAN setidaknya dipicu beberapa faktor. Pertama, Jepang dalam dua tahun terakhir ini meningkatkan berbagai kerja sama pertahanan dalam beragam perjanjian kemitraan strategis dengan beberapa negara ASEAN. Negara-negara Asia Tenggara menerima ini dalam proses menghadapi diplomasi agresif RRT, khususnya terkait klaim tumpang tindih kedaulatan di Laut Tiongkok Selatan.

Kedua, Jepang juga kecolongan dan tertinggal sebagai mitra dagang ASEAN yang selama ini menjadi sumber pasar dan bahan baku penting industrinya. Catatan terbaru menunjukkan, total perdagangan ASEAN-RRT tercatat 366,541 miliar dollar AS, sedangkan ASEAN-Jepang mencatat lebih rendah dengan total perdagangan 229,076 miliar dollar AS.

Kawasan ASEAN dalam menghadapi segi tiga politik Jepang- AS-RRT harus terus-menerus mengembangkan ciri-ciri kerja sama multilateral, apakah melalui mekanisme KTT Asia Timur atau melalui Forum Regional ASEAN, agar kesetimbangan dinamis dalam segi tiga ini tidak didominasi perseteruan Jepang-Tiongkok. Dalam konteks ini kita berharap perlunya penataan ulang gagasan hubungan baru di antara negara-negara besar (bukan hanya sekadar hubungan AS-RRT).

Penataan hubungan baru segi empat ASEAN-Jepang-AS- RRT, khususnya sebagai entitas kekuatan ekonomi dan perdagangan, mampu meredam ketegangan segi tiga geopolitik Jepang-AS-RRT untuk terus-menerus bekerja sama. Sebab, ketidakmampuan untuk bekerja sama di antara keempat entitas, khususnya bagi ASEAN agar tidak terjebak dalam aliansi, akan memicu terjadinya kebangkitan nasionalisme militeristik, perlombaan senjata, dan ancaman perang yang menyengsarakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar