Sinergi Antarprogram Pensiun
Kuntoro Andri Priyanto ;
Head of Market Business Development Mercer Indonesia, Retirement
Business
|
KOMPAS,
28 September 2015
Sudahkah jaminan
pensiun BPJS Ketenagakerjaan, pesangon pensiun, dan dana pensiun, yang telah
diatur berdasarkan tiga undang-undang yang berbeda, yaitu UU No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dan UU No 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, saling
bersinergi?
Munculnya peraturan
pemerintah yang mengatur tentang jaminan sosial nasional (jaminan kematian,
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun)pada tanggal
1 Juli 2015 sesungguhnya menunjukkan bahwa negara hadir dalam menjamin
kehidupan yang layak kepada setiap warganya. Namun, sedikit berbeda dengan
Filipina, Korea Selatan, ataupun negara lain di mana sistem jaminan sosial
hadir terlebih dahulu baru kemudian sistem jaminan lain menyusul.
Filipina sejak tahun
1954 telah mengatur tentang sistem jaminan sosial. Tahun 1967 ketentuan
tentang dana pensiun swasta melengkapinya. Kemudian, tahun 1992 diatur sistem
pesangon. Begitu pula dengan Korea Selatan yang sejak 1953 telah mengatur
sistem pesangon, disusul tahun 1988 sistem jaminan sosial, dan tahun 1997 ketentuan
dana pensiun swasta.
Beberapa pertanyaan
Indonesia paling akhir
mengatur fondasi sistem jaminan sosialnya dibandingkan negara-negara di Asia
lainnya. Hal inilah yang menyebabkan harmonisasi peraturan jaminan sosial
harus dilakukan terbalik karena perusahaan harus menyesuaikan ketentuan yang
telah berjalan sebelumnya dengan peraturan mendasar tentang sistem jaminan
sosial nasional yang muncul belakangan.
Banyak pertanyaan, di
antaranya, jika sebuah perusahaan telah memiliki dana pensiun lembaga keuangan
(DPLK) atau dana pensiun pemberi kerja (DPPK), apakah perusahaan tersebut
wajib untuk mengikuti jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan?Apa beda jaminan
hari tua dengan jaminan pensiun BPJS yang baru?
Jawaban untuk keduanya
sesungguhnya mudah saja. DPLK atau DPPK merupakan produk dari UU No 11 Tahun
1992 tentang Dana Pensiun dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan serta
merupakan produk dari UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Maka, jawabannya tetap ”wajib” mengikuti jaminan pensiun BPJS.
Jaminan hari tua dan jaminan pensiun wajib diikuti setiap warga negara
Indonesia karena merupakan produk dari sistem jaminan sosial nasional dengan
tujuan jaminan hari tua sebagai tabungan di hari tua dan jaminan pensiun
menjamin kesinambungan pendapatan dasar saat di hari tua.
Hal yang cukup sulit
adalah bagaimana menyinergikan program pensiun yang telah ada sebelumnya
dengan jaminan pensiun yang hadir paling akhir? Data terakhir Otoritas Jasa
Keuangan, tahun 2012 terdapat 269 DPLK dan DPPK di Indonesia yang terdiri
atas 3,975 perusahaan dengan lebih dari 3,3 juta karyawan. Artinya, lebih
dari 3,975 perusahaan tersebut harus menyinergikan program pensiun yang telah
ada dengan jaminan pensiun BPJS
Ketenagakerjaan!
Sinergi antarprogram
pensiun harus dilakukan karena bukan hanya menambahkan iuran jaminan pensiun
yang sebesar 3 persen dari pendapatan tetap (2 persen perusahaan dan 1 persen
karyawan). Hal ini akan menjadi masalah kembali di tiga tahun mendatang jika
iuran jaminan pensiun dinaikkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 45
Tahun 2015 setiap tiga tahun sekali.
Siap tidak siap,
sinergi antarprogram pensiun harus dilakukan oleh perusahaan saat ini dan
dibantu pemerintah dalam harmonisasi ketiga peraturan pensiun yang ada, yakni
UU No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang mewajibkan pesangon pensiun,
UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mewajibkan
jaminan pensiun, serta UU No 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang mengatur
tentang pengelolaan pensiun di setiap perusahaan.
Makna sinergi
Apa makna sinergi
sesungguhnya? Sinergi sendiri bermakna bahwa penggabungan program pensiun
yang ada, yaitu jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan pesangon pensiun
melalui DPLK/DPPK, harus membawa manfaat yang lebih baik bagi karyawan!
Saat ini, peraturan
tentang jaminan hari tua, pesangon pensiun, dan jaminan pensiun tidak dapat
saling melengkapi atau off-set. Sesungguhnya ini merupakan kata kunci yang
perlu tetap dipertahankan agar total manfaat pensiun bagi karyawan menjadi
lebih baik. Namun, perlu dipertimbangkan juga situasi yang dihadapi
perusahaan-perusahaan yang telah memulai program pensiunnya dengan kontribusi
yang maksimal sebelum jaminan pensiun muncul. Beban kontribusi perusahaan
menjadi berlebihan yang pada akhirnya juga tidak membawa manfaat yang jauh
berbeda apabila terhadap program pensiun yang ada dilakukan sinergi!
Sinergi antarprogram
pensiun menyesuaikan iuran atau kontribusi program pensiun yang ada saat ini
ke dalam tiga ”produk” pensiun, yaitu jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
DPLK/DPPK. Bisa tanpa ada kenaikan iuran dari sebelumnya selama manfaat yang
diterima oleh karyawan lebih baik.
Mungkinkah tanpa ada
kenaikan iuran pensiun, manfaat pensiun karyawan menjadi lebih baik?
Jawabnya, sangat mungkin! Hal ini karena ketiga produk pensiun tersebut tidak
saling melengkapi! Dan pesangon pensiun menjadi minimum manfaat yang wajib
diterima oleh karyawan sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Jika replacement ratio yang menjadi tujuan
perusahaan, tambahan iuran pensiun justru mungkin dilakukan. Replacement
ratio adalah rasio antara manfaat pensiun dan pendapatan akhir karyawan.
Menurut data Organisasi Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan
(OECD), pada 2012 average replacement ratio dari 36 negara adalah 66 persen.
Artinya, seseorang dengan gaji akhir Rp 10 juta per bulan, idealnya manfaat
pensiun yang diterimanya adalah Rp 6,6 juta per bulan.
Oleh karena itu,
hadirnya jaminan pensiun di Indonesia merupakan pelengkap produk pensiun yang
telah ada saat ini dan justru jangan terlalu gegabah untuk menghapuskan
kewajiban pesangon pensiun yang telah ada, apalagi dengan mengerdilkan
program pensiun DPLK/DPPK.
Pemerintah perlu
segera mengatur harmonisasi antarprogram pensiun tersebut dengan memastikan
fungsi di antara ketiga produk pensiun tersebut, bukan justru memunculkan
wacana ”dapat menggantikan”. Bagi perusahaan yang telah memulai terlebih
dahulu program pensiunnya, sinergi antarprogram pensiun sangat perlu
dilakukan dan waktu tiga tahun ke depan merupakan waktu yang cukup jika
dimulai dari sekarang. Apakah Anda siap untuk sinergi antarprogram pensiun? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar