Selasa, 29 September 2015

Penguatan Peran Kemenko

Penguatan Peran Kemenko

Adnan Pandu Praja ;  Komisioner KPK
                                                     KOMPAS, 29 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Fungsi kementerian koordinator tidak hanya melakukan koordinasi, tetapi juga supervisi terhadap kementerian terkait. Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo.

Penantian panjang masyarakat akan adanya terobosan Presiden dalam menyelesaikan persoalan di internal kabinet Jokowi-Kalla terjawab dengan penggantian tiga dari empat menteri koordinator (menko) dan jabatan strategis lain. Namun, perombakan kabinet kali ini agak berbeda berkenaan dengan penjelasan Presiden bahwa menko juga memiliki kewenangan supervisi. Presiden rupanya sedang merekonstruksi peran kemenko agar lebih bergigi.

Peran supervisi

Peran supervisi kemenko dapat diilustrasikan dengan peran koordinasi dan supervisi yang diatur dalam UU KPK tentang hubungan kelembagaan dengan instansi penegak hukum lain dalam penanganan kasus korupsi. Koordinasi bersifat horizontal, sedangkan supervisi bersifat vertikal berupa pengawasan, penelaahan, dan pengambilalihan kasus dari instansi penegakan hukum lain.

Keberhasilan KPK dalam hal koordinasi dan supervisi penindakan—meski tak banyak—secara kualitatif dipandang sukses dan menginspirasi lahirnya program pencegahan dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara bersama 12 kementerian, termasuk instansi penegak hukum. Sangat banyak izin tambang dikeluarkan yang mengabaikan syarat-syarat sehingga tumpang tindih dengan izin kebun, hutan, dan lain-lain.

Keberhasilan koordinasi dan supervisi pertambangan adalah lebih dari 1.000 izin tambang telah ditertibkan kepala daerah pengeluar izin. Pendapatan negara meningkat Rp 10 triliun dalam waktu beberapa bulan. Bahkan, ada perusahaan tambang besar langsung membayar lunas tagihan pajak senilai Rp 2 triliun setelah diimbau oleh Dirjen Pajak dalam pertemuan di KPK. Kesadaran memperbaiki kesalahan, baik oleh pelaku usaha maupun para kepala daerah— tanpa upaya paksa KPK ataupun penegak hukum lain—menunjukkan program pencegahan akanefektif bila ada keselarasan antarinstansi terkait sebagai aksi kolektif.

Setidaknya ada tiga alasan mendukung aksi kolektif di bawah supervisi kemenko. Pertama, meminimalisasi ekses negatif dari koalisi partai. Bagi-bagi kursi kabinet kepada partai pendukung telah mendegradasi peran Presiden dalam mengorkestrasi pemerintah. Tiap partai punya target politik berbeda dan masing- masing partai memiliki platform dan patron politik sendiri.

Di samping itu, disparitas kepentingan antarpartai juga akan kian menonjol menjelang pemilu. Sudah banyak bukti kasus korupsi yang ditangani KPK terkait dana bantuan sosial menjelang pemilu. Partai menempatkan orang-orangnya pada jabatan strategis kendati sedang digalakkan program lelang jabatan. Begitu pula posisi staf khusus. Segala cara ditempuh partai untuk mengooptasi kementerian.

Kedua, perbedaan latar belakang menteri dari kalangan birokrat, swasta/profesional, dan aktivis partai. Menteri yang punya latar belakang birokrat akan menjaga harmoni kinerja, sementara yang berlatar aktivis politik lebih mendahulukan kepentingan politik. Berbagai alasan di atas tidak akan jadi faktor penghambat dalam berkoordinasi manakala para menteri telah mengikuti program induksi seperti yang terjadi pada zaman Orde Baru melalui Lemhanas.

Ketiga, alasan praksis. Di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, KPK berhasil mencegah penjualan gas ke pihak swasta yang seharusnya dijual ke pabrik pupuk untuk kepentingan petani. Supervisi KPK diperlukan karena oknum menteri mengabaikan rekomendasi rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian saat itu.

Agar koordinasi-supervisi tak dianggap pemadam kebakaran, ruang lingkup tugas kemenko seyogianya mencakup empat hal. Pertama, menguatkan peran penegak hukum dalam mendukung kinerja kementerian teknis lain sesuai penjelasan salah seorang menko setelah dilantik.

Kedua, mengoptimalkan peranan pengawasan oleh inspektorat jenderal (itjen) yang selama ini cenderung mandul karena tersubordinasi oleh kepentingan menterinya. Sebagai perbandingan, di Amerika, walaupun struktur itjen ada di bawah kementerian, itjen bertanggung jawab kepada Presiden. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga independendensi itjen (”Pesan Pengawasan untuk Capres”, Kompas, 24 Juni 2014).

Ketiga, menjamin koneksi digital antarinstansi horizontal ataupun vertikal melalui pangkalan data terpusat agar tidak terjadi lagi tumpang tindih izin tambang dengan izin hutan dan izin tambang. Keempat, monitor kepatuhan pembayaran pajak oleh pelaku usaha pemegang konsesi atau izin.

Konsisten dalam prinsip

Apabila keempat wilayah koordinasi dan supervisi tersebut dapat dijalankan dengan baik di bidang ekstraktif industri, misalnya, negara akan mengetahui lifting minyak per detik. Dengan begitu, pemerintah daerah bisa mengetahui potensi pendapatan asli daerah dari industri ekstraktif di wilayahnya sebagai bahan dalam menyusun APBD.

Prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh agar koordinasi-supervisi dapat terlaksana dengan baik adalah konsisten, imparsial, transparan, dan partisipatif. Konsisten dalam mempertahankan prinsip-prinsip itu pada gilirannya akan menuai kepercayaan masyarakat yang diwujudkan dengan kepatuhan pembayaran kewajiban pajak, misalnya.

Untuk dapat menjalankan fungsi koordinasi-supervisi, kantor kemenko tak perlu besar karena ia bukan instansi teknis. Miskin struktur tapi kaya fungsi. Keunggulan kantor kemenko diletakkan pada senioritas figur menko. Persoalannya apakah nomenklatur kemenko terbaru sudah sejalan dengan harapan Presiden tersebut.

Dari sisi momentum, penguatan peran kemenko sangat relevan menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Diperlukan percepatan dalam mengintegrasikan pangkalan data antarinstansi vertikal dan horizontal sampai tingkat kabupaten/kota dalam rangka menyelamatkan aset bangsa.

Singkatnya, upaya Presiden merekonstruksi peran kemenko dengan kewenangan supervisi untuk dapat mengorkestrasi birokrasi perlu dukungan seluruh komponen bangsa, terutama komunitas penegak hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar