Minggu, 20 September 2015

Rajawali Ngepret

Rajawali Ngepret

Budiarto Shambazy  ;  Wartawan Senior Kompas
                                                     KOMPAS, 19 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Jurus ”Rajawali Ngepret” yang diperagakan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli membuat publik terkesiap dan menimbulkan pro-kontra. Publik yang pro menilai gebrakan itu dibutuhkan, yang kontra menganggap itu kurang etis.

Kepretan ala Rizal Ramli tentu direstui Presiden Joko Widodo. Apa pun akibat positif atau negatifnya, itu menjadi tanggung jawab Presiden Jokowi. Kepretan ini dalam istilah populer belakangan ini, ”out of the box”. Rizal Ramli pernah menjabat sebagai Menko Perekonomian dan dikenal sebagai aktivis yang pernah nyapres.

Pada awalnya, kepretan Rizal Ramli menimbulkan prasangka telah terjadi keretakan internal dalam tubuh pemerintah. Tetapi, lambat laun sebagian publik bersimpati terhadap kepretan Rizal Ramli tersebut.

Jika membolak-balik pepatah berbahasa Inggris, ”the song, not the singer”. Jangan persoalkan Rizal Ramli, tetapi pahami apa yang dia gebrak.

Pertama, Rizal Ramli mengkritisi rencana pembelian pesawat untuk Garuda dalam jumlah yang besar. Gebrakan kedua dilancarkan Rizal Ramli terhadap rencana pembangunan proyek-proyek kelistrikan untuk memenuhi target 35.000 megawatt.

Gebrakan Rizal Ramli mengusik sejumlah pihak. Publik diuntungkan karena memahami rencana pembelian pesawat dan proyek kelistrikan itu ternyata mengundang tanda tanya.

Tiap pemimpin yang ingin berlaku adil dalam demokrasi akan mencari jalan sendiri untuk menemukan solusi. Para pemimpin di Amerika Serikat sering melancarkan kritik terhadap pemerintah atau partainya sendiri dengan menguak aib-aib internal.

Tujuannya, untuk mendapat dukungan dari publik. Lebih dari itu, setiap pemimpin wajib membayar utang janji-janji kampanye kepada rakyat. Salah satu janji kampanye membentuk kabinet yang bersih dan tidak ”main proyek”. Ia tidak ingin mengulang rekor buruk Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 yang beberapa menterinya dipenjara karena korupsi.

Presiden Jokowi, yang nyaris setahun memimpin, mungkin sudah merasa waktunya memulai gebrakan internal. Kebetulan Rizal Ramli, yang menggantikan Indroyono Soesilo, dianggap sebagai orang yang tepat.

Apa yang dikerjakan Rizal Ramli bukan hal baru. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melakukan hal serupa. Presiden Jokowi juga sering memerangi orang-orang dalam sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menggebrak dari dalam memang bisa ditafsirkan sebagai memerangi birokrasi. Dengan segala maaf, birokrasi kita sejak era Orde Baru kurang berorientasi kepada tugas utamanya sebagai pelayan publik.

Istilah keren yang sering diucapkan belakangan ini adalah ”memerangi resistensi birokrasi”. Para pegawai negeri (PNS) di kementerian/lembaga di pusat dan daerah merupakan institusi terpenting yang memutar roda pemerintahan di republik ini.

Bukan hal baru jika birokrasi kurang cepat beradaptasi dengan perubahan. Gurauan yang sering kita dengar tentang mental birokrat, ”Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?”

Lebih dari itu, birokrasi sering terbukti ikut-ikutan ”main proyek”. Mereka biasanya berkoalisi dengan para pengusaha, terutama yang masih dekat atau masih bersaudara dengan pejabat (KKN).

Pejabat yang terpilih langsung atau menteri yang dipilih presiden yang bukan berlatar belakang birokrat biasanya menghadapi dua pilihan: ikut arus saja atau, sebaliknya, memerangi birokrasi.

Presiden Jokowi telah memilih yang terakhir. Itulah sebabnya, Rizal Ramli mengepret ke sana dan ke sini.

Bahwa hasil kepretan kelak kurang atau tidak berhasil, itu soal lain. Namun, kini mata publik sudah terbuka mengetahui ada persoalan yang berhubungan dengan praktik-praktik yang dapat dibaca sebagai ”main proyek”.

Presiden Jokowi tidak punya pilihan, kecuali memilih para menteri yang diharapkan berani melakukan gebrakan dari dalam. Ketika memilih Rizal Ramli, juga Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Presiden Jokowi menunjukkan dirinya sudah independen dari tekanan-tekanan internal.

Sejauh ini, Presiden Jokowi telah memperlihatkan diri sebagai pemimpin yang tidak korup, jujur, sederhana, merakyat, dan punya nyali. Sosok seperti ini dibutuhkan pada saat ekonomi kita mengalami perlambatan.

Kini, kepentingan semua menteri, termasuk juga Presiden dan Wakil Presiden, telah terekspose di mata publik. Ini sebuah langkah maju, meskipun belum besar, yang telah diambil pemerintahan ini berkat jurus ”Rajawali Ngepret” ala Rizal Ramli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar