Efek Zeigarnik
Sarlito Wirawan Sarwono ;
Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 27 September 2015
Bluma Wulfovna
Zeigarnik (1901-1988) adalah seorang psikiater (dokter spesialis jiwa) yang
juga psikolog (ahli ilmu jiwa) wanita bangsa Rusia, yang belajar psikologi
pada ProfesorKurt Lewin(1890-1947) di Universitas Berlin.
Kurt Lewin ini, karena
keyahudiannya, menjelang Perang Dunia II melarikan diri keAmerikaSerikat
untuk menghindari kejaran Nazi-nya Hitler. Di AS, Kurt Lewin kemudian menjadi
tokoh psikologi kognitif (psikologi yang mempelajari isi dan proses kesadaran
manusia) yang sangat terkenal sampai hari ini.
Pada suatu hari,
ketika Bluma dan Kurt sedang makan disebuah restoran mereka mengamati bahwa
para pelayan restoran hafal pesanan-pesanan makanan para tamu yang belum
membayar bill-nya, tetapi ketika semua tamu sudah membayar, restoran sudah maututup,
para pelayanitusudah lupa sama sekali pada pesananpesanan tamu tadi.
Temuan ini kemudian
diteliti oleh Bluma sebagai tesis di bawah pengawasan Prof Kurt Lewin, dan
ditemukanlah apa yang sekarang di dunia psikologi dikenal dengan istilah Efek
Zeigarnik. Jadi Efek Zeigarnik adalah kecenderungan untuk terus mengingat
tugas yang belum selesai atau terinterupsi, dan ada dorongan untuk
menyelesaikan tugas itu.
Seorang anak yang
sedang bermain game online dengan gadget -nya, misalnya, dan kemudian disuruh
makan oleh ibunya, maka makannya sangat buru-buru karena ia ingin segera
menyelesaikan game-nya. Kalau dilarang, misalnya, karena dia harus belajar
maka anak itu akan frustrasi dan uring-uringan. Belajarnya pun jadinya tidak
fokus.
Anak itu mengalami
efek Zeigarnik. Walaupun demikian, temuan Zeigarnik yang dipublikasikan tahun
1927 ini tidak selamanya didukung oleh penelitian-penelitian berikutnya. Salah
satunya adalah oleh sebuah penelitian yang dilakukan tim peneliti Johnson,
Mehrabian, dan Weiner yang dilakukan pada 1968. Tim ini mengumpulkan 82
responden pria dan memberi mereka tes hasrat berprestasi.
Hasil tes itu dibagi
tiga: 25% dengan skor tertinggi digolongkan sebagai peserta bermotivasi
tinggi, 25% dengan skor terendah digolongkan sebagai peserta bermotivasi
rendah, dan 50% yang di tengah dianggap sebagai golongan yang biasa-biasa
saja. Kemudian pada ketiga golongan responden tersebut diberikan tugas yang
diinterupsi di saat mereka tengah asyikasyiknya mengerjakan tugas.
Ternyata yang paling
mengalami efek Zeigarnik adalah peserta yang bermotivasi tinggi, sedangkan
yang biasa-biasa saja, apalagi yang bermotivasi rendah tidak mengalaminya.
Jadi, efek Zeigarnik tidak terjadi pada setiap orang dan setiap saat, tetapi
tergantung pada beberapa hal, di antaranya adalah motivasi terhadap tugas.
Pelayan restoran dan
anak yang bermain game dalam contoh di atas adalah orang-orang yang
benar-benar berkomitmen dengan tugasnya, sehingga motivasinya tinggi, karena
itu mereka terkena efek Zeigarnik.
Efek Zeigarnik ini
sangat baik untuk membuat orang menyelesaikan tugas-tugasnya sampai tuntas.
Anak-anak atau remaja yang pembosan, misalnya les gitar sebentar, minta ganti
taekwondo, baru latihan 2-3 kali, bosan lagi, minta tukar kegiatan ekskul
yang lain seperti OSIS dst. Anak seperti ini hanya komit pada temantemannya
saja, tetapi tidak pada tugasnya itu sendiri.
Dalam skala
makro-nasional pun kita bisa saksikan banyak contoh tentang tidak adanya atau
sangat rendahnya komitmen pada tugas. Banyak sungai yang jembatannya sudah
usang atau ambruk sehingga membahayakan masyarakat, tetapi dinas PU setempat
diam saja, padahal dana sudah dianggarkan.
Begitu juga
bangunanbangunan sekolah yang bobrok, sewaktu-waktu bisa ambruk dan menimpa
siswa yang sedang belajar di dalamnya, tetapi dinas pendidikan belaga nggak
tahu apa-apa. Begitu juga dengan pengurusan izin-izin atau suratsurat
keterangan di kantor kelurahan atau kecamatan.
Kalau ada warga yang
bertanya tentang sesuatu surat keterangan atau surat izin yang beberapa hari
yang lalu sudah dimasukkannya, pegawai kantor kelurahan atau kecamatan justru
balik bertanya, ”Surat yang mana, ya Bu?”.
Contoh di DPR lebih
dahsyat lagi. Saya kutipkan sebuah laporan di sebuah media online, Kamis, 27
Desember 2012 bertajuk ”Kinerja Legislasi pun di Bawah Target”, sebagai
berikut, ”.... Hanya sepuluh UU yang tergolong prioritas atau masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2012.
Jumlah itu jauh di
bawah target yang ditetapkan pemerintah dan DPR, yakni 69 RUU”. Kalau seluruh
bangsa ini punya sifat yang seperti itu, bagaimana bangsa ini bisa mengatasi
masalah-masalahnya sendiri?
Tetapi saya menemukan
efek Zeigarnik ini justru pada seorang tukang sayur PKL (pedagang kaki lima).
Setiap pagi dia menggelar dagangannya di jalur saya berolah raga jalan kaki
pagi. Pada suatu hari saya mencuri dengar percakapan antara pedagang sayur
itu dengan seorang ibu (atau pembantu, ya?
Saya nggak begitu
paham, karena ibu-ibu dan pembantu-pembantu jaman sekarang penampilannya sama
saja, yaitu sama-sama pakai daster kalau belanja sayur). Ibu itu menyebut
angka berapa rupiah kekurangan duit belanjanya, dan berjanji akan membayar
keesokan harinya.
Di hari esoknya,
kebetulan saya lewat tempat tukang sayur PKL itu lagi di jam yang sama
(sekitar 05.30), dan melihat ibu yang sama, berdaster yang sama sedang
membayar kekurangan uang belanja kemarin sambil membayar belanja hari itu.
Seperti kemarin, saya mencuri dengar lagi dialog antara tukang sayur dan ibu
itu.
Sangat mengherankan
tukang sayur masih ingat persis berapa utang ibu itu kemarin, walaupun
kemarin jelas saya tidak melihat tukang sayur itu menulis apa pun. Tukang
sayur itu kena efek Zeigarnik, karena komitmennya pada pekerjaannya.
Jadi sepertinya kita
harus menanamkan mental tukang sayur (yang punya efek Zeigarnik) pada semua
elite politik dan birokrasi Indonesia, termasuk para anggota DPR yang
terhormat (tetapi tidak pernah tahu bahwa ibu-ibu dan pembantu sama-sama suka
pakai daster waktu membeli sayur). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar