Bantahan Argumentasi Pendukung PKI
Kivlan Zen ;
Ketua Bidang Khusus Gerakan Bela Negara
|
REPUBLIKA,
23 September 2015
Gerakan G30S/PKI
adalah masalah internal TNI AD dan Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak
terlibat, maka anggota PKI harus direhabilitasi. Oleh karena itu, PKI harus
dihidupkan kembali dengan mencabut Tap MPRS No 25/1996 tentang Pelarangan
Partai Komuis dan Underbow-nya serta Paham Komunis, Leninis, Marxis, dan
Maois di Indonesia. Selanjutnya, harus terlaksana pencabutan UU No 27/1999
tentang Larangan Paham Komunis, Leninis, Marxis, dan Maois kecuali untuk
pelajaran di lembaga pendidikan tertentu.
Demikian rencana
jangka pendek Partai Komunis Gaya Baru yang telah disahkan pengurus barunya
pada Kongres X PKI tahun
2010 di Grabag, Magelang, Jawa Tengah, yang dipimpin Ketua Umum Wahyu Setiaji dan
Sekjen Teguh Karyadi, dengan AD/ART serta Pokok-Pokok Program Umum Rakyat
Indonesia.
Memang, ada upaya dari
pendukung PKI melalui media publik, baik cetak, radio, TV, maupun media sosial
menyatakan bahwa PKI tidak bersalah atas G30S dan Dewan Revolusi. Korban
konflik horizontal tahun 1965/1966/1967 dan 1970, terutama anggota PKI dan
underbow-nya disebut bahwa dilakukan oleh aparat keamanan, dalam hal ini TNI
AD dengan dukungan ormas Islam, khususnya NU dan Muhammadiyah.
Sedangkan, korban dari
kalangan NU, khususnya di daerah Banyuwangi dan Blitar, tidak disebutkan PKI
sebagai keganasannya, termasuk pembunuhan Brigjen Katamso, komandan Korem
Yogyakarta, dan Kolonel Sugiono, kasrem Yogyakarta pada 2 Oktober 1965.
Mereka juga mendesak
Pemerintah RI untuk meminta maaf, merehabilitasi, dan memberi ganti rugi
moral dan materiil atas penderitaan dan kerugian para anggota PKI, keluarga,
dan simpatisannya beserta underbow selama kurun 1965/1966/1967 dan 1970
dengan mendompleng ganti rugi bersama korban peristiwa Trisakti Mei 1998,
Semanggi I dan II, petrus, Talangsari, dan Wasior.
Pemerintah RI di bawah
Jokowi-JK bermaksud menyelesaikan peristiwa itu dengan membentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi Jilid 2. Karena UU KKR 1 telah dibatalkan Mahkamah
Konstitusi pada 2006, kalau sama konsep UU KKR 2 itu, tidak mungkin disahkan
DPR. Karenanya, Jokowi akan membuat KKR 2 melalui pepres dan keppres yang tak
memerlukan persetujuan DPR.
Jika pepres dan
keppres yang akan terbit bisa terwujud setelah pidato Jokowi pada 15 Agustus
2015 di depan DPR, personel KKR akan diisi pendukung eks PKI dan harus
selesai dalam satu tahun tanpa ketelitian. Masalah petrus, Talangsari,
Trisakti, Semanggi I dan II, dan Wasior hanya sebagai pelengkap agar cepat
diselesaikan dalam satu tahun dengan harapan masalah G30S dan korban PKI
bersama pendukungnya cepat diselesaikan tanpa memperhatikan korban keganasan
PKI di Banyuwangi, Blitar, dan Danrem/Kasrem Yogyakarta.
Masalah lain seperti
korban Tanjung Priok, Pam Swakarsa 1998, RMS, PRRI/Permesta, DI/TII,
Pemberontakan Madiun 1948, korban aksi PKI terhadap lawannya pada 1965/1966
tidak akan diperhatikan. Hal ini berarti pengabaian terhadap kebenaran dan
keadilan.
Akibat KKR Jilid 2,
khususnya permintaan maaf dari Pemerintah RI, rehabilitasi, dan kompensasi
terhadap eks PKI dan pengikutnya, pertama, eks PKI dan pengikutnya merasa
tidak bersalah. Kedua, tuntutan agar PKI direhabiltasi dan dihidupkan
kembali. Ketiga, Tap MPRS No 25/1966 agar dicabut dan UU No 27/1999
dibatalkan oleh MK.
Keempat, tidak
memerlukan pembatalan Tap MPRS No 25/1966 dan UU No 27/1999 itu, para
pendukung PKI akan langsung mendirikan dan memproklamasikan PKI Gaya Baru
yang langsung akan disahkan Menkumham. Hal ini karena Menkumham yang sekarang
suka tidak memperhatikan kebenaran substantif.
Kelima, pengikut PKI
akan melakukan aksi balas dendam sesuai sikap dan sifat PKI sejak 1926, 1948,
1965 yang juga disebutkan dalam AD/ART PKI Gaya Baru hasil Kongres X PKI
medio Agustus 2010 di Grabag dan instruksi tetap Ketua CC PKI pada 10
November 1965. Keenam, terjadi kekacauan sosial dan konflik horizontal,
suasana akan kembali seperti 1948 dan 1965 yang penuh agitasi dan propaganda
serta teror sosial politik oleh PKI Gaya Baru serta banjir darah.
Di sisi lain,
badan-badan pendukung eks PKI di dalam negeri akan mendesak dan mendorong
pemerintahan Jokowi segera mewujudkan KKR 2 dan bekerja sama dengan Human
Rights di Jenewa dan ICC Den Haag. Keduanya akan mendorong Pemerintah RI
segera menyelesaikan masalah HAM.
Pencegahan
Karena masalah utama
KKR adalah penyelesaian pelanggaran HAM, khususnya tentang G30S/PKI, perlu
dipatahkan argumentasi bahwa PKI tidak terlibat kasus itu. PKI menyatakan
G30S/PKI adalah urusan internal TNI AD. Karena itu, perlu dilakukan upaya
berikut.
Pertama, G30S/PKI dan
Dewan Revolusi dapat dibuktikan bukan merupakan urusan internal TNI AD yang
mengakibatkan terbunuhnya enam perwira tinggi dan satu perwira pertama TNI AD
dan dua pamen korem Yogyakarta. Bukan gerakan internal TNI AD terbukti dalam
dekrit Letkol Untung No 1 Tanggal 1 Oktober 1965 tentang Pembentukan Dewan
Revolusi (Buku G30S, Victor McVeigh). Yakni, gerakan ini dibantuk pasukan
bersenjata di luar TNI AD; Letkol Untung adalah Komandan Batalyon Cakra
Birawa pengawal presiden yang terdiri dari empat angkatan, bukan satuan TNI
AD saja.
Berikutnya, susunan
Dewan Revolusi terdiri dari empat angkatan, termasuk sipil di dalamnya;
personel yang menangkap dan membunuh para Pahlawan Revolusi bukan hanya
personel TNI AD, tapi ada juga dari TNI AU dan Sukwan Dwikora; dukungan TNI
AU kepada Dewan Revolusi (perintah harian Panglima AU No 445 tanggal 1
Oktober 1965) dan surat Brigjen Suparjo kepada Omar Dani.
Kedua, Dewan Revolusi
adalah kudeta yang didalangi PKI (Victor McVeigh). Buktinya, tidak
mencantumkan nama Presiden Sukarno; susunannya sampai ke daerah; senjata
dipasok Letkol Heru (AU), kabinet didemisioner dan akan diganti kabinet baru.
Ketiga, bahwa pimpinan
PKI terlibat. Buktinya, Polit Biro PKI membentuk Biro Khusus dipimpin Sam
Kamaruzaman, Pono, dan Bono untuk membina personel ABRI, khususnya TNI AD
sebagai otak G30S/PKI; pernyataan Bung Karno pada 1965/1966 bahwa G30S/PKI
akibat keblingernya pimpinan PKI; pernyataan Ribka Tjiptaning anak tapol PKI
(buku Menyusuri Jalan Perubahan halaman 153-155).
Keempat, partai
komunis adalah partai yang terlibat G30S/PKI. Sebagai bukti, pembentukan Biro
Khusus langsung di bawah ketua umum PKI DN Aidit, otokritik Brigjen Suparjo
(Dokumen No 17 halaman 352 buku Victor McVeigh) tentang kenapa PKI gagal
kudeta; instruksi no 1-8 CC PKI tanggal 28 September 1965 (buku Victor
McVeigh halaman 346) menyebutkan, untuk menyimpan senjata dan bangkit kembali
jika keadaan memungkinkan.
Selanjutnya, pernyataan
Brigjen Sugandi tentang perkataan Aidit bahwa akan terjadi G30S (buku victor
McVeigh halaman 368); surat Aidit kepada Presiden Sukarno pada 6 Oktober 1965
(buku Victor McVeigh halaman 343), yakni 1) Aidit diberi tahu bahwa pada 30
September 1965 malam G30S/PKI akan dijalankan dan pada 1 Oktober 1965 Aidit
mendapat laporan kembali bahwa G30S/PKI berhasil dijalankan. 2) Dalam surat
Aidit kepada BUng Karno bahwa ia tidak mengetahui G30S/PKI, tetapi isi surat
itu juga mendapat laporan G30S/PKI akan dijalankan pada 30 September 1965,
dan pada 1 Oktober ia mendapat laporan bahwa G30S/PKI telah dilaksanakan.
Mengapa bisa terjadi
pertentangan antara laporan kepada Bung Karno dengan kenyataan sebenarnya?
Dengan demikian, nyatalah kebenaran pimpinan PKI dan partai terlibat dalam
G30S/PKI.
Lainnya, pembunuhan
terhadap 60 anggota Banser di Banyuwangi tanggal 1 Oktober 1965 dan
lawan-lawan PKI di Blitar dan Kediri dari ormas NU. Dua anggota Muhammadiyah
di Kediri, 35 orang di Solo tanggal 22 Oktober 1965, dan daeran lain yang
belum didata.
Perlawanan massa PKI
terhadap operasi RPKAD tanggal 11 Oktober 1965 di Solo yang dipimpin oleh CDB
PKI Jawa Tengah. Pelaksanaan Tri Panji Perjuangan agar PKI tetap eksis
dipimpin Sudisman, yakni dengan pembangunan kembali partai, perjuangan
bersenjata, dan menggalang buruh tani borjuis kecil dan borjuis nasional.
Adapun pemberontakan
Blitar Selatan 1965-1968 dipimpin oleh Ruslan Wijayasastra sebagai ketua
Polit Biro yang baru. Juga, pemberontakan bersenjata di Merapi Merbabu
Complex 1967-1968 dipimpin oleh Pono.
Saran tindakan
Dengan telah
dijelaskan argumen pendukung PKI yang menyatakan G30S/PKI pada 30 September
1965 adalah gerakan yang dilakukan internal TNI AD adalah tidak benar. Maka,
untuk mencegah Dewan Jenderal melakuan kudeta terhadap Presiden Sukarno,
kemudian dilakukan dengan cara penangkapan dan pembunuhan para jenderal dan
pama. Hal ini adalah alibi pengalihan tanggung jawab dari PKI dan tokohnya.
Dengan demikian, jelas
bahwa pimpinan partai politik PKI terlibat dan sebagai otak dari G30S/PKI.
Gerakan ini bukan merupakan urusan internal TNI AD.
Upaya PKI merebut
kekuasan dari Presiden Sukarno bisa dilihat berdasarkan tulisan atau
pengakuan kalangan komunis sendiri dan penulis atau peneliti asing, seperti
Victor McVeigh atau sedikit dari buku putih yang dikeluarkan Setneg RI tahun
1994.
Kalau PKI dan
tokoh-tokohnya nyata terlibat dalam G30S/PKI, kemudian dengan KKR Jilid 2
mereka akan direhabilitasi dan mendapat kompensasi serta permintaan maaf dari
negara, negara telah takluk kepada pemberontak dan menyatakan yang benar
menjadi salah serta yang salah menjadi benar. Apakah ini patut dilakukan oleh
pemerintahan RI yang sekarang dipimpin Jokowi-JK?
Hal lain bisa
dilakukan adalah pengampunan kepada pelaku G30S/PKI oleh negara, seperti
amnesti yang dilakukan oleh Presiden Sukarno kepada tokoh PRRI/Permesta,
tetapi Partai Masyumi dan PSI tetap dibubarkan, bukan pemerintah meminta maaf
kepada PKI dan tokoh-tokohnya atau PKI dihidupkan kembali.
Untuk mengatasi hal
tersebut, rencana KKR Jilid 2 harus dilawan dan tidak boleh terwujud. Kecuali
rekonsiliasi secara alamiah, yaitu membolehkan eks PKI bukan golongan A dan
B, tetapi golongan C dan simpatisannya untuk ikut berperan dalam kehidupan
publik, baik swasta maupun pemerintahan (birokrasi RI).
Saran lainnya adalah
tidak mencabut Tap MPRS No 25/1966 dan UU No 27/1999 agar tidak terjadi lagi
konflik horizontal dan kekacauan sosial politik maupun ekonomi. Untuk kasus
lain, seperti peristiwa Tanjung Priok, Talangsari, Trisaksi, Semanggi I dan
II, Petrus dan Wasior dapat dilanjutkan peran KKR Jilid 2. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar