Bahasa Indonesia Bahasa ASEAN
Didik Sulistyanto ; Mantan Atase Pendidikan RI untuk KBRI
Bangkok, Thailand; Dosen Universitas Jember
|
KOMPAS,
19 September 2015
Presiden Joko Widodo
meminta agar syarat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia untuk pekerja
asing dihapus. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, permintaan
Presiden Jokowi itu untuk menggenjot iklim investasi di Indonesia.
"Memang
disampaikan secara spesifik oleh Presiden untuk membatalkan persyaratan
berbahasa Indonesia bagi pekerja asing di Indonesia," kata Pramono,
Jumat, 21 Agustus 2015.
Penghapusan
persyaratan kemampuan bahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing (TKA) oleh
presiden ke-7 RI tersebut jelas merupakan langkah mundur bagi Indonesia.
Mengapa demikian? Kita tahu, kini bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
banyak dipelajari oleh warga ASEAN, juga warga Eropa, Australia, dan Amerika
Serikat.
Khusus untuk
negara-negara ASEAN, sudah banyak yang bisa dan mengerti bahasa Indonesia,
seperti warga Thailand selatan, Filipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan
Timor Leste. Saat ini, setengah dari jumlah negara anggota ASEAN sudah
menguasai bahasa Indonesia.
Persiapan ASEAN
Community 2015 telah dilaksanakan oleh para atase pendidikan RI di Asia,
seperti di Thailand, Malaysia, Filipina, Tiongkok, Jepang, dan Papua Niugini.
Sejak lama mereka melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur
asing (BIPA) di beberapa kampus dan KBRI di negara tersebut. Ternyata minat
belajar bahasa Indonesia sangat tinggi. Di Thailand, misalnya, telah dibuka
Indonesian Center di beberapa perguruan tinggi sejak 2010. Sebutlah di
Burapha University, Bang Saen; Chiang Mai University, Chiang Mai; Mae Fah
Luang University, Chiang Rai; dan Prince of Songkla University, Songkhla.
Fungsi Indonesian
Center ini adalah untuk belajar bahasa, kebudayaan, seni, dan kuliner
Indonesia. Di negara ASEAN dan Asia, lembaga ini berfungsi sebagai diplomasi
pendidikan dan kebudayaan Indonesia, sebagai soft power diplomasi Indonesia.
Dari persiapan yang matang dan posisi bahasa Indonesia yang telah dikuasai
setengah negara ASEAN, sesungguhnya bahasa Indonesia siap sebagai bahasa
ASEAN.
Pada awal Desember
2015, saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dimulai, warga ASEAN akan
berduyun-duyun bekerja, belajar, dan bekerja sama di Indonesia. Mereka sudah
siap menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, kenapa Presiden Jokowi malah
menerapkan penghapusan bahasa Indonesia bagi TKA yang akan bekerja di
Indonesia? Melihat animo warga asing untuk belajar bahasa Indonesia sangat
tinggi, khususnya negara tetangga kita di ASEAN dan Asia, kebijakan Jokowi
ini merupakan tindakan yang kurang tepat.
Aktifkan Badan Bahasa
Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 tentang bahasa menjelaskan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia
dalam kontrak kerja di perusahaan negara, swasta, dan perusahaan lain di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus hati-hati dalam menerapkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 12/2013 yang kemudian
diubah pengaturannya dalam Permenaker No 16/2015.
Ini juga menyangkut
aturan untuk berkomunikasi. Selain itu, jika kewajiban berbahasa Indonesia
dihapus, hal itu tidak hanya berdampak pada TKA baru, tetapi juga TKA yang
lama. Mereka akan protes karena sebelumnya mendapatkan uji kompetensi bahasa
Indonesia untuk orang asing.
Bahasa Indonesia untuk
penutur asing merupakan pelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk
orang asing, baik TKA maupun warga asing yang belajar di Indonesia.
Semestinya kita tidak menghapuskan persyaratan penggunaan bahasa Indonesia
untuk TKA yang akan bekerja ke Indonesia. Akan tetapi, sebaiknya Badan Bahasa
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diaktifkan dan dimantapkan untuk
menyelenggarakan BIPA untuk persiapan MEA 2015 serta untuk AFTA mendatang.
Kita bangga jika
bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN kelak. Namun, bagaimana bisa bahasa
Indonesia menjadi bahasa ASEAN jika Presiden RI sendiri menghapuskan syarat
penguasaan bahasa Indonesia bagi para TKA yang akan bekerja di Indonesia?
Sementara tenaga kerja Indonesia kita yang akan bekerja di Jerman, Korea, dan
Jepang, contohnya, wajib belajar bahasa mereka untuk komunikasi dengan sesama
pekerja, pimpinan tempat kerja atau juragannya, serta dengan masyarakat
sekitar.
Jika TKA bekerja di
Indonesia dengan jangka waktu tertentu tidak disyaratkan untuk belajar dan
menguasai bahasa Indonesia, hal ini juga berdampak pada kehidupan sosial
mereka. Bagaimana mereka berkomunikasi dengan teman kerjanya yang orang
lokal, dengan atasan, dan juga dengan bawahan? Kalau mereka tidak bisa
berbahasa Indonesia, ini akan menyebabkan kesenjangan sosial. Kapan bahasa
Indonesia dapat menjadi bahasa ASEAN jika persyaratan bahasa Indonesia untuk
orang asing yang bekerja di Indonesia dihapuskan? Sementara di sisi lain,
Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah
menyiapkan program-program sedini mungkin sebagai soft power diplomasi lewat
bahasa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar