Sabtu, 13 Desember 2014

Jokowinomics ala Pengusaha Mebel

                          Jokowinomics ala Pengusaha Mebel

Berly Martawardaya  ;   Pengajar Mata Kuliah
Kebijakan Ekonomi Indonesia di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
KOMPAS,  10 Desember 2014

                                                                                                                       


SAAT Orde Lama, politik menjadi panglima dan ekonomi menjadi serdadu. Ketika Orde Baru berkuasa, ekonomi baru naik pangkat. Pada dekade 1990-an muncul dua kelompok dengan strategi ekonomi yang berbeda bagi Indonesia.
Satu kelompok mengajukan strategi ekonomi berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam dan tenaga kerja yang bisa ditelusuri pada Richard Ricardo.
Kelompok lain berpendapat Indonesia perlu melakukan lompatan (leapfrog) ke industri teknologi tinggi untuk meningkatkan nilai tambah dan keunggulan kompetitif ala Michael Porter. Kedua pendekatan ini dikenal sebagai Widjojonomics dan Habibienomics.

Kedua pendekatan ini sering dikategorikan sebagai strategi pembangunan berbasis negara (state-led development strategy) yang dapat diterapkan ketika peran pemerintah masih besar di perekonomian. Dengan porsi pengeluaran pemerintah hanya 8 persen dari total PDB pada triwulan II tahun 2014, bagaimana strategi ekonomi Presiden Jokowi?

Visi dan misi kampanye Jokowi-JK mendefinisikan strategi ekonomi sebagai upaya membangun kekuatan ekonomi kolektif yang masif dan berjejaring. Fachry Ali mendefinisikan Jokowinomics sebagai ekspansi fiskal secara masif (Kompas, 14/10).

Budiman Sudjatmiko, politisi PDI-P, fokuskan Jokowinomics sebagai keberpihakan pada daerah pinggir dan desa (Kompas, 21/10). Jokowi tampaknya akan menerapkan strategi ekonomi dan pendekatan pembangunan yang bersifat eklektik dan induktif berbasis pengalaman serta kondisi lapangan.

Bahan baku

Jokowi adalah sarjana kehutanan UGM, bekerja tiga tahun di BUMN Kehutanan di Aceh dan perusahaan pamannya sebelum membuka usaha sendiri.
Selama 17 tahun Jokowi menjadi pengusaha produk kayu sebelum terpilih sebagai Wali Kota Solo tahun 2005. Tahapan produksi perusahaan produk kayu itu terefleksikan pada kebijakan ekonomi dan gaya kepemimpinannya.
Tahap pertama yang sangat penting adalah pemilihan bahan dasar yang berkualitas. Lemari, kursi, ataupun mebel lain tidak akan kokoh dan berfungsi baik jika kayunya keropos.

Reformasi birokrasi di Indonesia telah berjalan satu dekade, tetapi masih jauh dari tuntas. Pada beberapa diskusi informal muncul keluhan betapa sulitnya mencari dirjen dan direktur yang sigap sebagai ujung tombak mengimplementasikan kebijakan.

Sebelum UU Aparatur Sipil Negara (ASN) pejabat harus berasal dari internal PNS dan berbasis senioritas sehingga pilihan terbatas. Lelang jabatan (fit and proper test) yang dilakukan Jokowi di Solo dan Jakarta menerobos kebuntuan tersebut sehingga PNS berkualitas bisa menempati posisi yang sesuai.
Jokowi juga tidak ragu menggeser pejabat di tengah jalan apabila bermasalah atau minim prestasi. Apalagi sekarang sudah ada UU ASN yang memungkinkan posisi eselon 1 dan 2 ditempati non-PNS.

Setelah menteri diumumkan, bersiaplah menyambut lelang jabatan dirjen dan direktur di sejumlah kementerian untuk mengisi pucuk birokrasi dengan pejabat yang bersih, kompeten, dan sigap melayani.

Langkah berikutnya adalah merekatkan berbagai potongan kayu menjadi mebel. Dalam pemerintahan nasional, perekat adalah program prioritas lintas sektoral.
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi menegaskan bahwa prioritasnya adalah pembangunan manusia maritim dan pertanian. Pembangunan manusia dijalankan dengan meningkatkan alokasi anggaran untuk menyediakan fasilitas kesehatan dan akses pendidikan.

Sebagai negara kepulauan terbesar, potensi ekonomi laut masih minim tergali. Perhitungan penulis menunjukkan bahwa rasio PDB sektor perikanan per kilometer persegi luas laut Indonesia hanya sepersepuluh rasio serupa di Thailand dan Filipina. Apabila selama pemerintahan Jokowi rasio Indonesia bisa dinaikkan lima kali lipat saja, target pertumbuhan tujuh persen bisa dicapai.
Sektor pertanian penting tidak hanya untuk mencapai ketahanan pangan, tetapi juga menyerap 40 persen tenaga kerja. Namun, sektor ini hanya tumbuh rata-rata 3,6 persen per tahun selama dekade terakhir. Jauh di bawah pertumbuhan nasional yang sebesar 6,4 persen. Akibatnya, kemakmuran di pedesaan kian tertinggal dan kesenjangan terus meningkat.

Faktor budaya

Tahapan berikutnya adalah meningkatkan nilai mebel dengan aksesori menarik dan finishing yang rapi. Jika Habibienomics mengutamakan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan Widjojonomics mengandalkan buruh murah, Jokowinomics menggunakan faktor budaya. Kuliner dan produk lokal diberi tempat dan tidak digusur untuk digantikan shopping mall modern.

Kedekatannya dengan para seniman dan pekerja ekonomi kreatif mendorong perekonomian lokal dan berbagai festival budaya diselenggarakan di Solo dan Jakarta.

Sebagai kepala daerah, Jokowi juga mewajibkan staf pemda mengenakan baju daerah pada hari tertentu. John Naisbitt (2001) menyebut unsur lokal dan budaya sebagai high touch yang bernilai lebih.

Tak heran Menteri Pariwisata dicari dari kalangan pemasar (marketer) yang memang sangat dibutuhkan untuk mempromosikan potensi Indonesia. Jumlah turis asing yang mengunjungi Indonesia per tahun belum menembus 9 juta orang, sementara angka serupa di Malaysia sudah melebihi 25 juta, padahal kekayaan budaya dan alam Indonesia jauh lebih besar.

Namun, tanpa kontrol kualitas, semua tahap sebelumnya akan kehilangan arti. Sebagai kepala daerah, Jokowi membangun sistem pengawasan yang memberi sanksi tegas untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Para menteri perlu sadar bahwa mereka berada di kursi panas dan harus menunjukkan kinerja jika tidak mau digeser.

Dapatkah Jokowinomics meningkatkan kesejahteraan rakyat dan daya saing bangsa selama lima tahun mendatang? Semoga bagai memahat kayu jati: tidak mudah awalnya, tetapi indah dan bertahan lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar