Skema
Pembiayaan Mahasiswa
Harjoko Sangganagara ; Pengajar di STIA Bagasasi, Bandung
|
KORAN
JAKARTA, 06 Agustus 2014
Pemerintah meluncurkan program beasiswa jenjang pascasarjana ke
luar negeri, The Indonesian
Presidential Scholarship (IPS). Mestinya program ini diperluas agar
semakin banyak mahasiswa Indonesia yang dapat melanjutkan kuliah di luar
negeri. Banyak mahasiswa kesulitan biaya kuliah, sementara beasiswa seperti
Bidikmisi masih terbatas. Maka, perlu dikenalkan skema kredit mahasiswa yang
bisa diakses secara mudah. Bank dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi
(PT) agar merekomendasikan mahasiswa yang pantas menerima kredit.
Program beasiswa IPS dibuka untuk umum. Saat ini sudah mencapai
seleksi gelombang kedua. Program ini memberi beasiswa pendidikan untuk studi
strata dua (S2) dan S3 di 50 universitas terkemuka di luar negeri. Program
beasiswa dirancang untuk menyiapkan pemimpin masa depan, baik pemerintahan
maupun korporasi, yang autentik dan mumpuni dari berbagai latar belakang
disiplin ilmu.
Program pemberian kredit mahasiswa saat ini sangat relevan yang
tidak sekadar untuk membayar biaya kuliah, tetapi juga buat star up atau
memulai kegiatan usaha sesuai dengan kompetensi dan bakat. Tak bisa
dimungkiri, biaya kuliah banyak memberatkan orang tua. Kredit mahasiswa akan
membantu buat biaya kuliah, masuk perguruan tinggi, SPP semester, dan hidup
sehari-hari mahasiswa. Kelak setelah berpenghasilan mahasiswa akan melunasi
kredit tersebut. Perlu juga skema kredit untuk mencetak young entrepreneurs
atau pengusaha muda agar para mahasiswa dapat memulai usaha.
Kredit mahasiswa di negeri ini memiliki arti yang strategis
karena akan membentuk sejak dini lapisan entrepreneur yang mampu berbisnis
secara sehat. Bank sentral Amerika Serikat juga mengalokasikan dana hingga
300 miliar dollar AS kepada pemegang surat berharga yang ditopang berbagai
jenis pinjaman, termasuk kredit mahasiswa. Kebijakan bank sentral tersebut
telah membantu para mahasiswa sehingga bisa menyelesaikan kuliah dengan baik
lalu menjadi pengusaha tangguh.
Skema pembiayaan
pendidikan dengan cara komersial, termasuk peluang PT untuk menerbitkan surat
obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga
beasiswa, dan skema kredit mahasiswa telah menjadi agenda penting negara
maju. Bahkan, publik Amerika Serikat menilai risiko obligasi terbitan PT
terbilang kecil. Sukses PT Amerika dalam meraup dana obligasi diperlihatkan
Princeton University, Cornell University, University of Notre Dame, dan
lain-lainnya. Princeton telah sukses melepas obligasi senilai 1 miliar dollar
AS.
Di Indonesia sudah banyak usulan bahwa ijazah yang berhasil diraih
mahasiswa mestinya bisa menjadi jaminan mendapat Kredit Usaha Rakyat. Namun,
mekanismenya masih belum berjalan secara baik. Kalaupun ada, jumlahnya sangat
sedikit dan pelaksanaannya masih angin-anginan.
Perbankan nasional juga belum serius dalam mengucurkan pinjaman
untuk pembayaran uang kuliah per semester. Ada bank yang telah mencoba
menyalurkan, tapi sayang waktunya sangat mepet, prosedurnya bertele-tele,
serta belum sinkron dengan kalender akademis.
Setiap tahun pengangguran intelektual Indonesia meningkat 20
persen. Masalah itu diperparah lagi mereka tidak memiliki soft skill atau keterampilan di luar
kompetensi utama para sarjana. Indonesia setiap tahun mencetak sekitar 300
ribu sarjana dari 2.900 PT negeri dan swasta. Ironisnya, pemerintah belum
memiliki program tepat guna untuk mengatasi kondisi tersebut.
Pakar ekonomi, David Mike Dallen, menyatakan suatu negara akan
menjadi makmur bila jumlah pengusaha mencapai sedikitnya 2 persen dari jumlah
penduduk. Dalam konteks tersebut, lulusan PT sebetulnya merupakan segmen
ideal untuk diarahkan menjadi pengusaha.
Sebagai gambaran, jumlah pengusaha Singapura telah mencapai 7,2
persen, sedangkan Indonesia, menurut hasil riset pada 2010, baru mencapai
0,19 persen. Dengan demikian, untuk mencapai negara makmur, perlu
meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 5 juta pengusaha lagi.
Amerika
Pemerintah semestinya bertindak cepat mengatasi pengangguran
intelektual agar tidak memperburuk daya saing bangsa. Diperlukan kerja sama
antara PT, lembaga keuangan, dan pengusaha untuk mengembangkan semacam young entrepreneurs society di setiap
PT. Pada saat ini berlaku prinsip ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge economy) dan sebuah
masyarakat berpengetahuan (knowledge
society).
Dalam konteks ini ekonomi pengetahuan bertumbuh karena adanya
kreativitas dan kemampuan mencipta yang memungkinkan pemecahan masalah secara
praktis. Apalagi tren teknologi informasi dan komunikasi diwarnai dengan
optimasi penggunaan teknologi cloud
computing. Teknologi tersebut secara optimal dapat menumbuhkan
digitalpreneur di daerah-daerah.
Berbagai produk dan jasa yang dihasilkan daerah bisa dipasarkan
secara global secara murah dan efektif. Selain itu, manfaat pasti teknologi cloud computing bagi entitas industri
daerah sebagai Enterprise Application
Integration (EAI) framework dengan kemampuan mengelaborasi integrasi
aplikasi pada industri proses.
Di Amerika Serikat, hampir seluruh PT memunyai suatu program
khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan sehingga melahirkan pengusaha
muda andal. Pada prinsipnya, program khusus tersebut mengidentifikasi dan
mempersiapkan civitas akademika sebagai calon entrepreneur. Mereka juga
mempersiapkan pembuatan business plan untuk usaha baru dan perilaku
pengambilan risiko.
Menurut data statistik, 30 persen wirausaha Amerika Serikat
berusia sekitar 30 tahun. Mereka dikategorikan sebagai kaum muda. Jadi,
sesungguhnya peran PT sangat siginifikan untuk mengarahkan mahasiswa menjadi
wirausahawan. Pendidikan wirausaha di Amerika mulai dikenalkan tahun 1960-an.
Pada era ekonomi kreatif
sekarang ini langkah tepat untuk mendorong kelahiran pengusaha muda atara
lain dengan memperbanyak workshop usaha dan ruang kreativitas di sekitar
kampus. Ini akan memperbaiki daya inovasi para mahasiswa, yang pada
gilirannya akan melahirkan jenis-jenis usaha baru. Workshop memiliki nilai lebih strategis bila dikaitkan dengan
produk lokal yang tengah ditingkatkan standarnya.
Metode pendidikan wirausaha sangat bervariasi dan tidak mudah
dibakukan karena menyangkut aspek kreativitas sehingga tidak ada satu metode
yang cocok untuk semua. Namun demikian, pendidikan wirausaha PT sebaiknya
dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang studi bersangkutan.
Entrepreneurship sebagai instrumen pendidikan hendaknya direncanakan secara
berbeda, tergantung pada tujuan dan kompetensi mahasiswa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar