Radikalisme
: Genesis ISIS
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
04 Agustus 2014
SUATU hari, di Restoran Remboelan, seorang kawan bercerita,
sebanyak 300-400 orang Indonesia bergabung dengan ISIS. Namun, beberapa hari
lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai
memperkirakan jumlahnya 30 orang. Sebuah video yang diunggah di Youtube
menayangkan seorang anggota ISIS asal Indonesia, Abu Muhammad al Indonesi,
menjadi bukti. Ia mengajak orang-orang Indonesia bergabung.
Mengapa ada orang Indonesia yang bergabung? Bukankah mereka,
menurut AFP, Al-sumarian News yang dilansir Al Arabiya, dan CNN, Jumat
(25/7), telah menghancurkan makam Nabi Yunus di Ninive, Mosul, tempat yang
dihormati umat Islam dan Kristen. Bukankah mereka, menurut berita dari Mosul,
telah menghancurkan tak kurang dari 30 tempat suci, termasuk masjid dan
gereja. Bukankah mereka telah membunuh banyak orang? Siapa ISIS itu?
ISIS (Islamic State of
Iraq and Syria atau Negara Islam di Irak dan Suriah/NIIS), menurut Zana
Khasraw Gulmohamad dari Universitas Sheffield, bermula dari lahirnya Al Qaeda
Irak (AQI) tahun 2003. AQI didirikan Abu Musab al-Zarqawi asal Jordania, yang
pada tahun 2006 dibunuh Amerika Serikat. Ia digantikan Abu Ayyoub al-Masri
asal Mesir yang mendukung pembentukan Islamic State of Irak (ISI). Setelah
ISI berdiri, Abu-Baker al-Baghdadi yang dikenal dengan nama Abu Dua atau
Hamed Dawood Mohammed Khalil al-Zawri (Awwad Ibrahim Ali-al-Badri al-Samarrai
dan Abu Bakr al-Husayni al-Qurashi al-Baghdadi) menjadikan Baquba sebagai
markas besarnya. Al-Baghdadi, orang Irak, menggantikan Masri yang tewas
dibunuh tentara AS dan Irak.
Pada 2012, Al-Baghdadi mengirim orang-orangnya untuk membentuk
Al Qaeda cabang Suriah yang diberi nama Jabhat al-Nusra. Kelompok yang
bertujuan menyingkirkan Presiden Bashar al-Assad dan mendirikan negara Islam
Sunni berorientasi salafis dipimpin Abu-Muhammad al-Jawlani. Menurut
Australian National Security, mereka menerima dana dan dukungan dari AQI dan
ISI. Namun, tunduk kepada Ayman al-Zawahiri, pemimpin Al Qaeda.
Al-Baghdadi yang ingin menjadi pemimpin tunggal, tanggal 8 April
2003 lewat sebuah dekrit menyatakan, NIR dan Jabhat al-Nusra berubah menjadi
ISIS/ISIL. Namun, Jabhat al-Nusra menolak hal itu. Percekcokan antara ISI dan
Jabhat al-Nusra berkepanjangan dan gagal ditengahi Ayman al-Zawahiri yang
pada akhirnya menyatakan bahwa Al Qaeda memutus hubungan dengan ISIS karena
ISIS memiliki konsepsi dan posisi sendiri; tidak tunduk kepada Al Qaeda Pusat
dan Ayman.
Tumbangnya Saddam Hussein yang melahirkan rezim Syiah di Irak
tidak memberi tempat kepada kaum Sunni. Kegagalan pemimpin Irak, termasuk
Perdana Menteri M Nouri al-Maliki, membangun sistem politik inklusif telah
memberi jalan bertumbuh kembangnya kelompok militan di seluruh Irak yang pada
gilirannya melahirkan ISIS. Kaum militan memprotes marginalisasi ekonomi dan
politik oleh penguasa, Syiah. Dukungan AS, Arab Saudi, dan Qatar pada oposisi
berhaluan keras di Suriah juga memberikan andil lahirnya ISIS. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar