Presiden
Baru dan Pembangunan Pemuda
Muhammad Arief Rosyid Hasan ; Ketua Umum PB HMI
|
KORAN
SINDO, 07 Agustus 2014
TAHAPAN demi tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres)
tahun ini telah selesai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Joko
Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai pasangan calon presiden dan wakil
presiden terpilih pada 22 Juli lalu.
Saat ini kita tinggal menunggu hasil sidang sengketa Pilpres di
Mahkamah Konstitusi. Pemegang mandat lembaga kepresidenan kelak akan
dihadapkan pada kompleksnya permasalahan yang melilit bangsa ini. Salah satu
masalah mendasar adalah rendahnya daya saing manusia Indonesia jika
dibandingkan bangsa-bangsa lain. Laporan The
Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum akhir tahun lalu, peringkat daya saing
bangsa Indonesia menempati posisi ke-38 dari 148 negara yang disurvei, naik
drastis dari tahun sebelumnya di posisi ke-50.
Daya saing dalam hal ini ditentukan faktor-faktor yang
menentukan tingkat produktivitas suatu negara. GCI misalnya dihitung dengan
menghimpun setidaknya 12 kategori di antaranya makroekonomi, kesehatan dan
pendidikan, tenaga kerja, perkembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi,
infrastruktur, dan lingkungan.
Peringkat ini tentu bukan ukuran mutlak untuk mengukur setangguh
apa daya saing kita sebagai bangsa dibanding bangsa-bangsa lain, namun bisa
menjadi gambaran umum untuk menilai keunggulan dan kelemahan pembangunan
kualitas manusia Indonesia.
Postur Demografi dan Daya
Saing
Kita tahu di tengah peningkatan persaingan global, arus barang
dan jasa yang masuk lewat perdagangan bebas akan semakin besar, apalagi tahun
depan kita mulai memasuki ASEAN
Economic Community. Pemerintah mendatang perlu mematangkan strategi baru
untuk meningkatkan daya saing sebagai syarat mutlak ketahanan bangsa. Dilihat
dari postur demografi Indonesia, jumlah pemuda menempati puncak. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 saja jumlah pemuda mencapai 62,6 juta
orang.
Artinya, hampir dari seperempat penduduk Indonesia tak lain
isinya ya pemuda ini. Karena itu, dalam pembicaraan mengenai daya saing dan
masa depan bangsa, pemuda adalah subjek utama yang harus diperhatikan
kesiapannya. Dengan begitu, strategi pemerintah terhadap pembangunan manusia
Indonesia, terutama pemuda, punya arti yang sangat penting. Pada rentang
2015-2035 Indonesia diproyeksikan mengalami bonus demografi. Pada rentang
tahun ini jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70%. Sisanya
30% adalah penduduk tidak produktif.
Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif dan penduduk
tidak produktif bisa mencapai rasio 3 berbanding 1. Periode bonus demografi
ini dapat menjadi jendela kesempatan (windows of opportunity) bagi
peningkatan kualitas hidup masyarakat, namun bila tak dikelola dengan baik,
bakal menjadi jendela malapetaka (Windows
of Disaster). Kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dapat kita
capai karena beban penduduk tidak produktif yang ditanggung penduduk
produktif semakin mengecil.
Dengan kecilnya beban, produktivitas dapat dikelola agar menjadi
modal bagi pembangunan ekonomi. Jika kita hendak menjadikan momentum ini
untuk melonjakkan produktivitas, pilihannya tak ada yang lain kecuali
mempersiapkan perbaikan kualitas sumber daya manusia. Dalam hal ini saya
memiliki keyakinan bahwa investasi dalam pengembangan sumber daya manusia
pemuda Indonesia adalah yang utama.
Peta Jalan Pembangunan
Pemuda
Untuk itulah, kita butuh intervensi kebijakan pemerintah yang
tepat. Pola pembinaan pemuda yang telah disusun dan dilaksanakan oleh
pemerintah sebelumnya melalui 21 institusi yang membidangi kepemudaan harus
dilaksanakan secara berkelanjutan. Penyelenggaraan kegiatan kepemudaan
mestinya bukan semata diposisikan sebagai kegiatan sesaat, namun harus
berdasar kerangka kebijakan pemerintah serta arah pembangunan pemuda yang
terukur, jelas, dan visioner.
Jika tidak, kita akan terus mengulangi permasalahan kepemudaan
yang sama saat kebutuhan semakin mendesak dipenuhi. Menimbang perubahan
tingkat kebutuhan dan pergantian prioritas dalam penentuan target kebijakan,
selalu dibutuhkan kerja sama banyak pihak melalui lintas kelembagaan untuk
urun rembuk merumuskan kembali peta jalan pembangunan pemuda Indonesia. Program
kepemudaan harus dirancang bersama sesuai prioritas kebutuhan yang relevan.
Tidak bisa lagi program kepemudaan diselenggarakan hanya untuk
tujuan instrumentatif pemenuhan program, berhenti di tengah jalan tanpa ada
aspek keberlanjutan. Pembangunan aspek sumber daya manusia selalu membutuhkan
kecermatan dan ketelatenan karena yang dihadapi adalah manusia dengan
berbagai aspek kehidupannya. Butuh keberpihakan yang kuat dari siapa pun
pemerintahan yang terpilih kelak untuk mendorong rumusan kebijakan agar tak
hanya hebat di atas kertas.
Kita menaruh harapan terhadap pemuda sebagai penentu jalannya
keberlangsungan pembangunan bangsa ke depan. Intervensi kebijakan yang tepat
dari pemerintahan yang terpilih kelak akan memberi dampak bukan hanya tiga
atau lima tahun ke depan, namun juga bisa memberikan pengaruh bagi satu
generasi bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar