“PR”
Pendidikan Kabinet Jokowi
Sudaryanto ;
Dosen FKIP Universitas
Ahmad Dahlan, Yogyakarta
|
HALUAN,
14 Agustus 2014
Belakangan,
publik diramaikan oleh adanya isu penyusunan kabinet Joko Widodo
(Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), setelah keduanya dinyatakan sebagai pemenang dalam
kontestasi Pilpres 2014 oleh pihak KPU, Selasa (22/7) lalu. Dari bidang
pendidikan, sejumlah agenda menjadi “PR” (pekerjaan rumah) bagi kabinet
Jokowi-JK periode 2014-2019 mendatang. Pertanyaannya kini, apa-apa sajakah
“PR” tersebut, dan bagaimana solusinya?
Agenda pertama ialah peninjauan
ulang kebijakan-kebijakan pendidikan oleh Mendikbud-Baru dalam kabinet
Jokowi-JK. Sebagai pemenang Pilpres 2014 sebagaimana ditetapkan oleh KPU,
Selasa (22/7) lalu, Jokowi-JK perlu sejak dini untuk melakukan peninjauan
ulang kebijakan-kebijakan pendidikan yang sarat masalah bagi dunia pendidikan
nasional. Salah satunya ialah kebijakan Ujian Nasional (UN) yang rutin
dilaksanakan tiap tahun.
Kebijakan program
sertifikasi guru juga layak ditinjau ulang. Selama ini, tak sedikit para guru
di daerah merasa direpotkan oleh kebijakan yang satu ini. Para guru dituntut
menempuh kuliah S-1. Jika para guru tak lulus sertifikasi guru, maka mereka
wajib mengikuti Pendidikan Latihan dan Profesi Guru (PLPG) selama 10 hari.
Namun, selama mengikuti PLPG, alih-alih mereka menjadi subjek pembelajar
yang senang belajar, justru mereka seperti tertekan dan frustasi.
Di Lingkup Persekolahan
Berikutnya, agenda kedua
ialah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah setelah masa
liburan Lebaran. Di sejumlah sekolah di beberapa wilayah yang saya ketahui,
KBM dilaksanakan pada 4 Agustus mendatang. Agar KBM berjalan efektif dan
lancar, peran serta guru, siswa, dan orang tua siswa sangat diharapkan.
Misalnya, mendorong motivasi belajar dan menyediakan fasilitas belajar siswa
secara lengkap dan baik.
Bagi guru, KBM tahun ini
agak istimewa, mengingat adanya pelaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum pengganti
dari Kurikulum 2006 itu memiliki fokus tujuan agar siswa lebih aktif dalam
KBM di kelas. Sedangkan posisi guru, menurut kurikulum baru, sekadar sebagai
fasilitator KBM. Dengan istilah lain, Kurikulum 2013 mendorong perubahan
pendekatan pembelajaran yang awalnya teacher center learning berubah menjadi
student center learning.
Seperti halnya guru, bagi
siswa, KBM tahun ini juga agak istimewa karena adanya pelaksanaan Kurikulum
2013. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013, siswa diminta
lebih aktif dalam membaca pelbagai jenis atau genre teks, seperti cerita
rakyat, pantun, dan berita. Melalui genre cerita rakyat, siswa didorong
menjadi apresiator yang baik terhadap teks yang dibacanya, sekaligus menjadi
imitator dari karakter positif yang tertuang di dalamnya.
Di samping itu,
pelaksanaan Kurikulum 2013, terutama pasca-Lebaran, menuntut kesiapan dari
pihak pengelola perpustakaan sekolah. Mau tidak mau, pihak pengelola
perpustakaan sekolah harus berbenah diri sebelum KBM berlangsung. Misalnya,
melakukan pengecekan buku-buku bacaan yang berada di rak-rak buku, atau
penambahan sejumlah referensi yang diperlukan oleh guru dan siswa terkait
referensi penunjang mata pelajaran.
Mulai dari guru, siswa,
sampai pengelola perpustakaan dapat melakukan pembenahan diri
pasca-Lebaran hingga sebelum KBM berlangsung. Tak hanya itu, pihak kepala
sekolah dan tim kurikulum-pembelajaran sebisa mungkin mengadakan pelatihan
guru terkait implementasi Kurikulum 2013. Barangkali, belum semua guru mata
pelajaran (mapel) mengerti isi, struktur, dan cara mengajarkan kurikulum
baru tersebut di kelas.
Walhasil, di lingkup persekolahan,
mulai dari guru, siswa, orang tua siswa, hingga kepala sekolah, dapat
melakukan persiapan yang lebih matang dan baik guna implementasi Kurikulum
2013. Yang lebih penting, menurut saya, ialah sejauh mana upaya para guru
dalam menerjemahkan isi Kurikulum 2013 ke dalam praksis pembelajaran di
kelas. Suka atau tidak, hadirnya kurikulum baru berdampak terhadap cara mengajar
dan menilai hasil belajar para siswa di kelas.
Di Lingkup Pendidikan Tinggi
Agenda ketiga ialah penyelenggaraan
Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek). Setelah Lebaran, sejumlah kampus akan
menyelenggarakan Ospek. Selama ini, masyarakat kita menilai bahwa Ospek di
kampus atau Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolah bikin repot para orang tua.
Sampai-sampai ada orang tua yang mengeluh, “Anak yang kuliah, kok, kita yang
ikut-ikutan repot?” atau, “Gara-gara MOS, kita repot cari ini kek, cari itu
kek. Aah… capek deh!”.
Sebetulnya, kegiatan Ospek
tidak terkesan merepotkan apabila dibuat ke dalam format yang baru dan beda.
Pengalaman menunjukkan, kegiatan Ospek di UAD (dikenal dengan Program
Pengenalan Kampus/P2K) lebih menonjolkan unsur budaya dan akademis. Diawali
dengan acara pembukaan yang di dalamnya terdapat orasi budaya dan pentas
seni, kunjungan stan unit kegiatan mahasiswa, sampai acara penutupan dengan
mengundang grup musik asal Yogyakarta.
Selain itu, perlu adanya
pemahaman bersama bahwa kegiatan Ospek bukanlah upaya balas dendam dari
mahasiswa senior kepada mahasiswa junior. Jujur saja, stigma Ospek sebagai
kegiatan balas dendam belum bisa terhapus hingga sekarang. Dalam hal ini,
seluruh civitas akademika, tak terkecuali Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan
beserta jajarannya, berikhtiar sebaik mungkin untuk menghapus stigma Ospek
tersebut.
Selanjutnya, masih di
lingkup pendidikan tinggi, agenda keempat ialah memperkenalkan cara-cara
belajar di perguruan tinggi (PT). Para mahasiswa baru yang merupakan lulusan
SMA/SMK/MA perlu diperkenalkan cara-cara belajar di PT/kampus. Diawali dari
pengenalan Sistem Kredit Semester (SKS), nama mata kuliah-mata kuliah berikut
bobot SKS-nya, sampai tahap penulisan tugas akhir skripsi (TAS) bagi
mahasiswa.
Secara umum, format pembelajaran
di PT sangat berbeda dengan di sekolah. Di PT, mahasiswa dituntut untuk
belajar secara mandiri, sedangkan di sekolah siswa masih perlu bimbingan
ekstra dari guru. Selain itu, format penilaian hasil belajar antara di PT dan
sekolah juga berbeda. Penilaian hasil belajar di PT mencakup kemandirian dan
keaktifan belajar mahasiswa di kelas, sedangkan di sekolah masih bertumpu
pada keaktifan belajar siswa di kelas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar