Kamis, 07 Agustus 2014

Tantangan ASEAN

Tantangan ASEAN

Beginda Pakpahan  ;   Analis Politik dan Ekonomi Urusan Global dari UI
                                                       KOMPAS, 07 Agustus 2014      
                                                
                                                                                                                                   

Tanggal 8 Agustus 2014, ASEAN genap berusia 47 tahun. Di usia tersebut, ada beberapa capaian yang diraih dan pelbagai tantangan yang dihadapi ASEAN.
Tulisan ini mengulas pelbagai capaian dan tantangan terkini ASEAN untuk melihat sejauh mana kontribusi ASEAN bagi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan ini.

Pelbagai capaian

Pertama, ASEAN sedang mempersiapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diimplementasikan pada Desember 2015. Tahun 2014, pelaksanaan blue print (cetak biru) MEA adalah 72 persen dari pelbagai hal yang perlu dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam rangka mencapai MEA 2015.

Pada 2003, para pemimpin ASEAN menyepakati Bali Concord II yang menjadi dasar pembentukan Masyarakat ASEAN dengan tiga pilar: Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN, MEA, serta Masyarakat Sosial dan Budaya ASEAN. Singkatnya, pembentukan Masyarakat ASEAN menunjukkan, negara-negara ASEAN dapat bekerja sama dan membuka jalan integrasi kawasan Asia Tenggara dengan tujuan menjaga stabilitas keamanan regional, menciptakan kemakmuran ekonomi bersama, dan membentuk identitas regional.

Kedua, ASEAN memiliki piagam sebagai legal personality atau status hukum untuk bertata cara dan mekanisme berorganisasi ASEAN. Piagam ASEAN mulai berlaku di negara-negara ASEAN pada 15 Desember 2008. Melihat ke tanggal 8 Agustus 1967, ASEAN dibentuk hanya dengan Deklarasi Bangkok sebagai fondasi berdirinya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara.

Setelah empat dekade pendirian ASEAN, ASEAN baru menyepakati pembentukan Piagam ASEAN sebagai dasar negara-negara anggotanya untuk mengambil keputusan, menata pelbagai institusi di dalamnya, bertingkah laku atau bersikap dalam sisi internal, serta berhubungan dengan para mitra eksternalnya. 

Tantangan ke depan

Pertama, pembentukan MEA pada 2015 menjadi tantangan dan peluang bagi negara-negara ASEAN. Tak bisa dimungkiri, negara-negara ASEAN juga terbagi dua sisi dalam melihat MEA.

Meski Pemerintah Indonesia cukup percaya diri memasuki MEA 2015, mayoritas pengusaha nasional dan penduduk Indonesia masih belum yakin atas kesiapannya memasuki MEA. Daya saing produk-produk Indonesia dan sumber daya manusianya masih belum mumpuni untuk bersaing dengan negara-negara tetangga di ASEAN.

Situasi dilematis juga dialami negara-negara KMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam) karena belum maksimalnya pembangunan dan fondasi ekonomi mereka memasuki MEA. Dari laporan daya saing pada 2013-2014 yang dibuat World Economic Forum, posisi daya saing mereka masih di bawah ASEAN 6 (Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, Indonesia, dan Filipina). Artinya, dengan daya saing mumpuni, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand berharap MEA bisa direalisasikan pada 2015 agar mendapat manfaat bersama dari kerja sama regional ASEAN.

Kedua, perubahan geopolitik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur mengakselerasi pergeseran lanskap kawasan dan dinamika hubungan antara negara-negara besar dan relevansi ASEAN. Dinamika hubungan antarnegara yang mengklaim Laut Tiongkok Selatan menjadikan daerah ini salah satu kawasan dengan potensi keamanan cukup rentan. Klaim tumpang tindih antara Tiongkok dan Vietnam, Filipina, Malaysia, serta Brunei atas Laut Tiongkok Selatan menjadi titik utama yang bisa mengeskalasi konflik.

Vietnam dan Filipina mencoba memultilateralisasi isu Laut Tiongkok Selatan ke tingkat ASEAN dan juga melibatkan AS dalam isu tersebut. Hal ini membuat Tiongkok berbeda pendapat dengan Vietnam dan Filipina dalam menyelesaikan masalah klaim tersebut.

Di saat yang sama, pembentukan ASEAN Regional Comprehensive Economic Partnership (perdagangan bebas yang selektif pada bagian-bagian tertentu) dan Trans-Pacific Partnership (perdagangan bebas yang komprehensif) menjadi perhatian bersama antara ASEAN, Tiongkok, dan AS. Secara alami, ke depan, persaingan antara kedua kerja sama ekonomi kawasan tersebut sulit dielakkan.

Oleh karena itu, ASEAN perlu menjadi poros kepentingan yang simetris bagi negara-negara anggotanya di saat mereka berhubungan dengan mitra-mitra eksternal. Sentralitas ASEAN jadi relevan untuk menjawab perkembangan yang sedang terjadi di Asia Tenggara sehingga ASEAN dapat lebih aktif mengelola dan mentransformasikannya menjadi kontribusi positif bagi realisasi MEA 2015 dan membendung implikasi negatifnya bagi kemajuan kawasan.

Ketiga, ASEAN perlu lebih aktif dalam pembentukan arsitektur kawasan di Asia Tenggara dan Asia Timur. ASEAN bisa berpartisipasi aktif dan lebih determinan dalam membentuk agenda dan arah kerja sama politik, keamanan, ekonomi, serta sosial budaya di East Asia Summit (EAS). Bukan hal yang mustahil apabila negara-negara besar yang juga anggota EAS mengambil alih peranan ASEAN sebagai pendorong agenda dan focal point di EAS jika ASEAN terlihat pasif dalam perkembangan arsitektur regional.

Keempat, penanganan bersama atas pelbagai isu keamanan nontradisional di kawasan Asia Tenggara jadi tantangan krusial yang perlu direspons oleh negara-negara ASEAN. Di antaranya: penanganan bencana alam di Asia Tenggara, isu imigran gelap internasional, kerja sama untuk perlindungan buruh migran antarnegara ASEAN, dan isu kerusakan lingkungan hidup.

Lebih spesifik adalah bahwa ASEAN berada di antara lempeng tektonik Indo-Australia dan lempeng tektonik Filipina (Pasifik), di mana potensi bencana alam terjadi karena gunung berapi, pembentukan dataran tinggi, dan gempa bumi. Lalu, ada topan Haiyan di Tacloban, Filipina, yang memakan ribuan korban jiwa pada November 2013.

Harus lebih aktif

Kerja sama penanganan bencana alam antara negara-negara ASEAN mutlak dan perlu ditingkatkan. Selain itu, kerja sama penanganan imigran gelap internasional juga jadi tantangan krusial bagi ASEAN karena Indonesia dan Malaysia dijadikan wilayah transit oleh para imigran gelap internasional dari Timur Tengah dan para pencari suaka Rohingya dari Myanmar untuk memasuki Australia.

Akhirnya, besar harapan kita sebagai rakyat Asia Tenggara agar ASEAN lebih aktif lagi dalam menjawab pelbagai tantangan itu. Tak kalah penting, lebih mau lagi mendengar serta memperjuangkan aspirasi kita untuk ASEAN yang inklusif, efektif, dan terasa bagi seluruh rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar