Kamis, 09 Februari 2017

Pimpinan dan Masa Depan Pertamina

Pimpinan dan Masa Depan Pertamina
Komaidi Notonegoro ;  Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
                                                   TEMPO.CO, 08 Februari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pemberhentian Direktur dan Wakil Direktur Utama Pertamina secara terhormat melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 3 Februari 2017 mengejutkan sejumlah pihak, internal maupun eksternal. Selain mendadak, pemberhentian itu dilakukan ketika pimpinan Pertamina tersebut justru mampu membawa badan usaha milik negara kebanggaan Indonesia ini mencatatkan kinerja yang sangat baik.

Pertamina dapat membukukan laba yang tidak hanya positif, tapi juga meningkat signifikan di tengah penurunan harga minyak. Sampai kuartal ketiga 2016, perolehan laba dilaporkan sebesar US$ 2,83 miliar, tumbuh 209,3 persen dari tahun sebelumnya. Laba tersebut melampaui perolehan laba perusahaan minyak negara Malaysia, Petronas, yang turun hingga 48,6 persen.

Dalam lingkup korporasi, pergantian pimpinan merupakan hal biasa. Pemegang saham berwenang penuh mengganti pimpinan perusahaan jika dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan, dinamika, dan arah kebijakan perusahaan. Karena itu, meski terkesan mendadak, pemberhentian itu kemungkinan telah melalui pertimbangan pemerintah sebagai pemegang saham.

Pemerintah menyampaikan bahwa pemberhentian itu dilakukan karena adanya masalah kepemimpinan. Nomenklatur baru pada struktur Pertamina, yaitu keberadaan Wakil Direktur Utama yang efektif sejak 20 Oktober 2016, disebut sebagai sumber permasalahan.

Keberadaan wakil itu dimaksudkan untuk mengakomodasi tugas Pertamina yang semakin besar. Pertamina akan melaksanakan sejumlah tugas besar, seperti pembangunan megaproyek dengan nilai investasi tidak kurang dari Rp 700 triliun, penambahan kapasitas dan revitalisasi kilang, sebagai pelaksana public service obligation (PSO), mewujudkan BBM satu harga, melaksanakan program  penghiliran, melaksanakan program holding BUMN migas, dan ekspansi usaha ke luar negeri.

Meskipun memiliki tujuan positif, dalam perkembangannya, posisi wakil itu dinilai memicu permasalahan kepemimpinan. Dewan Komisaris Pertamina, yang mengusulkan nomenklatur tersebut, menilai sistem Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama tidak tepat, memicu masalah kepemimpinan akut, dan berpotensi mengancam kestabilan internal Pertamina. Hal ini kemudian menjadi dasar Dewan Komisaris mengusulkan penghapusan posisi wakil tersebut.

Keputusan pemberhentian direktur utama dan wakilnya tersebut hendaknya dihormati dan polemik yang ada segera diakhiri. Akan jauh lebih produktif jika para pihak, khususnya internal Pertamina, kembali berfokus mencapai target-target perusahaan.

Dalam jangka pendek, paling lambat 30 hari sejak keputusan diambil, fokus dan tugas utama pemegang saham adalah mencari dan menetapkan Direktur Utama Pertamina definitif. Namun menemukan figur yang tepat untuk memimpin perusahaan negara dengan pendapatan sekitar 60-65 persen dari total penerimaan APBN (ketika harga minyak tinggi) ini bukanlah perkara mudah. Pertamina tidak hanya memerlukan figur CEO terbaik, tapi juga memerlukan figur CEO plus. Pemimpin Pertamina harus  memiliki kemampuan komunikasi lintas sektor yang baik, termasuk dengan DPR sebagai salah satu mitra kerjanya.

Kebutuhan figur CEO plus juga diperlukan untuk mencapai target yang tidak ringan. Target itu, di antaranya, adalah melakukan efisiensi di segala lini, peningkatan kinerja operasi, memastikan realisasi investasi tepat waktu dan sasaran, serta menyiapkan sumber daya manusia yang andal.

Tahun ini, Pertamina menaikkan target produksi, baik untuk minyak, gas, maupun panas bumi. Target produksi migas naik menjadi 669 barel setara minyak per hari, terdistribusi atas 333 ribu barel minyak per hari dan 2,08 bscfd gas. Adapun target kapasitas panas bumi meningkat dari 512 megawatt menjadi 617 megawatt. Pertamina juga menetapkan lima prioritas strategis yang terukur sampai 2025, yang meliputi pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia, pengembangan infrastruktur dan pemasaran, serta perbaikan struktur keuangan.

Target kinerja operasi untuk tahun 2025 juga telah ditetapkan yang, di antaranya, adalah produksi minyak dan gas menjadi 1,81 juta barel setara minyak per hari, kapasitas panas bumi menjadi 2.267 GW, kapasitas kilang menjadi 2 juta barel per hari, jumlah SPBU menjadi 8.150 unit, dan stok operasional BBM menjadi sekitar 30 hari.

Maka, tugas Pertamina tahun ini dan tahun-tahun mendatang tidaklah mudah. Prioritas strategis dan target kinerja operasi yang ditetapkan tersebut mustahil dapat dijalankan jika Pertamina tidak dihindarkan dari kegaduhan internal maupun eksternal. Pertamina perlu diberi ruang yang cukup agar target tersebut dapat direalisasikan. Meskipun relatif sulit dihindari, intervensi politik kepada Pertamina harus diminimalkan.

Sebagai pemegang saham, pemerintah harus tegas dan jelas memisahkan mana yang menjadi wilayah kewenangan, fungsi, dan tugas korporasi (Pertamina) dan pemerintah. Jika pemisahan tersebut tidak dapat dilakukan, visi Pertamina untuk  "Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia" akan sulit untuk direalisasikan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar