Kamis, 09 Februari 2017

Mempercepat Perwujudan Pemerataan dan Kesejahteraan

Mempercepat Perwujudan Pemerataan
dan Kesejahteraan
Basuki Hadimuljono ;  Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
                                           MEDIA INDONESIA, 08 Februari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

KETIMPANGAN atau disparitas antara kawasan barat Indonesia (KBI) dan kawasan timur Indonesia (KTI) merupakan salah satu pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Ketimpangan tersebut terlihat kasatmata dari berbagai aspek; sosial maupun ekonomi. Dari sisi fisik (infrastruktur), ketimpangan juga terlihat sangat nyata, yaitu konektivitas di KTI masih barang langka. Masalah ketertinggalan pembangunan tidak hanya dirasakan di wilayah KTI, tetapi juga dialami betul oleh daerah-daerah pinggiran. Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyebutkan saat ini dari total 74 ribu desa yang ada di Indonesia, sebanyak 39 ribu atau lebih dari 52% masih masuk kategori tertinggal. Sekitar 43% desa di Indonesia belum mendapat aliran listrik. Apa penyebab ketimpangan itu terjadi? Sama! Pembangunan yang sentralistis dan tidak memperhatikan asas keadilan merupakan pangkal ketimpangan.

Hambatan utama kemajuan di KTI dan daerah pinggiran (perdesaan) ialah soal infrastruktur, khususnya jalan. Selama ini, wilayah tersebut boleh dibilang tidak tersentuh pembangunan. Akibatnya, tidak sedikit jalan yang berbatu dan berlubang. Selain itu, hubungan antarwilayah terputus. Jalan dan jembatan, selain rusak, terkadang sangat kurang memadai. Akibatnya, jangankan mobil, kendaraan sekelas roda dua pun sulit lewat. Keadaan yang kurang menguntungkan itu menjadikan perkembangan ekonomi di KTI dan daerah pinggiran pun tertinggal dari wilayah KBI. Hal itu tergambar nyata dalam hal sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, dengan sumbangan terbesar (sekitar 80%) berasal dari perekonomian di KBI. Selain itu, buruknya konektivitas menyebabkan harga komoditas di KTI dan pinggiran pun jauh lebih mahal.

Infrastruktur sebagai modal sosial

Infrastruktur, dalam konteks ekonomi, merupakan modal sosial masyarakat, yaitu barang-barang modal esensial sebagai tempat bergantung bagi perkembangan ekonomi. Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Dengan kata lain, infrastruktur merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir. Keberadaan infrastruktur memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai apabila tidak ada ketersediaan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur ialah basic determinant atau kunci bagi perkembangan ekonomi, termasuk pemerataan dan kesamaan harga barang kebutuhan pokok.

Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur, seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Karena itu, membangun sektor infrastruktur ialah membangun fondasi perekonomian suatu negara. Hal tersebut disadari betul oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bagi pemerintah, infrastruktur ialah kunci untuk menghadapi persaingan ekonomi global. Ketersediaan infrastruktur akan menyelesaikan masalah-masalah dasar yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesenjangan yang selama ini membelenggu sebagian penduduk Indonesia. Karena itu, pemerintah punya misi untuk menggenjot pembangunan infrastruktur hingga pelosok negeri.

Komitmen pembangunan infrastruktur yang merata dan berkeadilan itu terlihat dari kebijakan anggaran yang berorientasi pada peningkatan belanja modal, utamanya belanja infrastruktur. Sebuah langkah yang menunjukkan keseriusan dalam membangun Indonesia. Presiden sadar betul, pembangunan infrastruktur, termasuk perumahan dan permukiman, pada ujungnya akan mendukung produktivitas sektor ekonomi lainnya sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Komitmen pemerintah akan pembangunan infrastruktur itu kembali ditegaskan dalam rapat kabinet paripurna yang diselenggarakan pada awal Januari 2017. Pemerintah menyatakan tedak untuk menekan disparitas antarwilayah. Dalam arahannya, presiden meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) fokus dalam mewujudkan pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur.

Arahan itu, oleh Kementerian PU-Pera diterjemahkan dalam tiga program prioritas nasional; yakni ketahanan air/pangan, konektivitas, dan perumahan-permukiman. Dengan pagu anggaran Tahun 2017 Rp101,4 triliun, program percepatan infrastruktur daerah dipacu. Harapannya, selain menghubungkan antarwilayah di daerah tertinggal dengan daerah-daerah sekitarnya, ialah menghilangkan hambatan dalam transportasi dan interaksi ekonomi. Dengan demikian, pada ujungnya, kegiatan produksi, perdagangan, dan jasa lainnya akan ikut berkembang. Sejalan dengan itu, selama proses pembangunan, akan tercipta lapangan pekerjaan yang terkontribusi mengurangi kemiskinan.

Daya saing infrastruktur

Pembangunan yang digeber pemerintah tidak melulu yang bersifat mercusuar atau proyek besar, jalan, tol, jembatan, dan bendungan, tetapi juga pembangunan yang berkeadilan. Ini ditunjukkan pemerintah lewat pembangunan kawasan perbatasan, jalan perbatasan, dukungan ketahanan air dan pangan lewat pembangunan bendungan, juga dengan P4ISDA (Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air) yang berefek jangka panjang, pembangunan prasarana dan sarana bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Termasuk rumah, air bersih dan sanitasi, serta lingkungan permukiman. Pembangunan infrastruktur bukan melulu untuk mereka yang berkemampuan, melainkan justru diarahkan untuk mereka yang terpinggirkan, yang pada akhirnya nanti mereka bisa bangkit dan berkemampuan untuk secara bersama-sama berkontribusi bagi kemajuan negara.

Dengan berbagai upaya itu, perekonomian Indonesia pada 2017 diyakini bisa lebih baik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sekalipun kondisi perekonomian global diprediksi masih menghadapi risiko gejolak geopolitik dan pelemahan perdagangan internasional. Saat ini pemerintah telah mencanangkan kombinasi kebijakan di sejumlah bidang. Kombinasi itu mencakup pembangunan infrastruktur, deregulasi, sumber daya manusia, fiscal serta kebijakan sektor.

Contoh pembangunan infrastruktur selama 2015-2016, telah berhasil menunjukkan pencapaian yang menggembirakan. Pembangunan infrastruktur telah mampu berkontribusi nyata dalam hal peningkatan daya saing. Terbukti dari peringkat daya saing infrastruktur dunia, Indonesia menempati peringkat ke-64 dari sebelumnya di peringkat ke-72.

Membangun infrastruktur memang bukan perkara mudah. Infrastruktur merupakan investasi jangka panjang dan membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. Untuk itu, kerja keras dan integritas tinggi sangat dibutuhkan.  Komitmen dan dukungan dari berbagai pihak juga sangat diperlukan, baik dari pemerintah daerah maupun dari masyarakat. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar