Mempercepat
Perwujudan Pemerataan
dan
Kesejahteraan
Basuki Hadimuljono ; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
|
MEDIA
INDONESIA, 08 Februari 2017
KETIMPANGAN
atau disparitas antara kawasan barat Indonesia (KBI) dan kawasan timur Indonesia
(KTI) merupakan salah satu pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Ketimpangan
tersebut terlihat kasatmata dari berbagai aspek; sosial maupun ekonomi. Dari
sisi fisik (infrastruktur), ketimpangan juga terlihat sangat nyata, yaitu
konektivitas di KTI masih barang langka. Masalah ketertinggalan pembangunan
tidak hanya dirasakan di wilayah KTI, tetapi juga dialami betul oleh
daerah-daerah pinggiran. Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi menyebutkan saat ini dari total 74 ribu desa
yang ada di Indonesia, sebanyak 39 ribu atau lebih dari 52% masih masuk
kategori tertinggal. Sekitar 43% desa di Indonesia belum mendapat aliran
listrik. Apa penyebab ketimpangan itu terjadi? Sama! Pembangunan yang
sentralistis dan tidak memperhatikan asas keadilan merupakan pangkal
ketimpangan.
Hambatan
utama kemajuan di KTI dan daerah pinggiran (perdesaan) ialah soal
infrastruktur, khususnya jalan. Selama ini, wilayah tersebut boleh dibilang
tidak tersentuh pembangunan. Akibatnya, tidak sedikit jalan yang berbatu dan
berlubang. Selain itu, hubungan antarwilayah terputus. Jalan dan jembatan,
selain rusak, terkadang sangat kurang memadai. Akibatnya, jangankan mobil,
kendaraan sekelas roda dua pun sulit lewat. Keadaan yang kurang menguntungkan
itu menjadikan perkembangan ekonomi di KTI dan daerah pinggiran pun
tertinggal dari wilayah KBI. Hal itu tergambar nyata dalam hal sumbangan bagi
pertumbuhan ekonomi nasional, dengan sumbangan terbesar (sekitar 80%) berasal
dari perekonomian di KBI. Selain itu, buruknya konektivitas menyebabkan harga
komoditas di KTI dan pinggiran pun jauh lebih mahal.
Infrastruktur sebagai
modal sosial
Infrastruktur,
dalam konteks ekonomi, merupakan modal sosial masyarakat, yaitu barang-barang
modal esensial sebagai tempat bergantung bagi perkembangan ekonomi.
Infrastruktur merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat
berlangsung. Dengan kata lain, infrastruktur merupakan katalisator di antara
proses produksi, pasar, dan konsumsi akhir. Keberadaan infrastruktur
memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin
dicapai apabila tidak ada ketersediaan infrastruktur yang memadai.
Infrastruktur ialah basic determinant atau kunci bagi perkembangan ekonomi,
termasuk pemerataan dan kesamaan harga barang kebutuhan pokok.
Gerak
laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari
ketersediaan infrastruktur, seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi,
dan energi. Karena itu, membangun sektor infrastruktur ialah membangun
fondasi perekonomian suatu negara. Hal tersebut disadari betul oleh
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bagi
pemerintah, infrastruktur ialah kunci untuk menghadapi persaingan ekonomi
global. Ketersediaan infrastruktur akan menyelesaikan masalah-masalah dasar
yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesenjangan yang selama ini membelenggu
sebagian penduduk Indonesia. Karena itu, pemerintah punya misi untuk menggenjot
pembangunan infrastruktur hingga pelosok negeri.
Komitmen
pembangunan infrastruktur yang merata dan berkeadilan itu terlihat dari
kebijakan anggaran yang berorientasi pada peningkatan belanja modal, utamanya
belanja infrastruktur. Sebuah langkah yang menunjukkan keseriusan dalam
membangun Indonesia. Presiden sadar betul, pembangunan infrastruktur,
termasuk perumahan dan permukiman, pada ujungnya akan mendukung produktivitas
sektor ekonomi lainnya sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Komitmen pemerintah
akan pembangunan infrastruktur itu kembali ditegaskan dalam rapat kabinet
paripurna yang diselenggarakan pada awal Januari 2017. Pemerintah menyatakan
tedak untuk menekan disparitas antarwilayah. Dalam arahannya, presiden
meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) fokus dalam
mewujudkan pemerataan pembangunan melalui pembangunan infrastruktur.
Arahan
itu, oleh Kementerian PU-Pera diterjemahkan dalam tiga program prioritas
nasional; yakni ketahanan air/pangan, konektivitas, dan perumahan-permukiman.
Dengan pagu anggaran Tahun 2017 Rp101,4 triliun, program percepatan
infrastruktur daerah dipacu. Harapannya, selain menghubungkan antarwilayah di
daerah tertinggal dengan daerah-daerah sekitarnya, ialah menghilangkan
hambatan dalam transportasi dan interaksi ekonomi. Dengan demikian, pada
ujungnya, kegiatan produksi, perdagangan, dan jasa lainnya akan ikut
berkembang. Sejalan dengan itu, selama proses pembangunan, akan tercipta
lapangan pekerjaan yang terkontribusi mengurangi kemiskinan.
Daya saing infrastruktur
Pembangunan
yang digeber pemerintah tidak melulu yang bersifat mercusuar atau proyek
besar, jalan, tol, jembatan, dan bendungan, tetapi juga pembangunan yang
berkeadilan. Ini ditunjukkan pemerintah lewat pembangunan kawasan perbatasan,
jalan perbatasan, dukungan ketahanan air dan pangan lewat pembangunan
bendungan, juga dengan P4ISDA (Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Infrastruktur Sumber Daya Air) yang berefek jangka panjang, pembangunan
prasarana dan sarana bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Termasuk rumah,
air bersih dan sanitasi, serta lingkungan permukiman. Pembangunan
infrastruktur bukan melulu untuk mereka yang berkemampuan, melainkan justru
diarahkan untuk mereka yang terpinggirkan, yang pada akhirnya nanti mereka
bisa bangkit dan berkemampuan untuk secara bersama-sama berkontribusi bagi
kemajuan negara.
Dengan
berbagai upaya itu, perekonomian Indonesia pada 2017 diyakini bisa lebih baik
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sekalipun kondisi perekonomian
global diprediksi masih menghadapi risiko gejolak geopolitik dan pelemahan
perdagangan internasional. Saat ini pemerintah telah mencanangkan kombinasi
kebijakan di sejumlah bidang. Kombinasi itu mencakup pembangunan
infrastruktur, deregulasi, sumber daya manusia, fiscal serta kebijakan sektor.
Contoh
pembangunan infrastruktur selama 2015-2016, telah berhasil menunjukkan
pencapaian yang menggembirakan. Pembangunan infrastruktur telah mampu
berkontribusi nyata dalam hal peningkatan daya saing. Terbukti dari peringkat
daya saing infrastruktur dunia, Indonesia menempati peringkat ke-64 dari
sebelumnya di peringkat ke-72.
Membangun
infrastruktur memang bukan perkara mudah. Infrastruktur merupakan investasi
jangka panjang dan membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. Untuk
itu, kerja keras dan integritas tinggi sangat dibutuhkan. Komitmen dan dukungan dari berbagai pihak
juga sangat diperlukan, baik dari pemerintah daerah maupun dari masyarakat.
Dengan begitu, pembangunan infrastruktur dapat memberikan kontribusi positif
bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar