Membangun
Mental Pendaki
Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan, Penulis; Kini menjadi seorang profesional di
perusahaan Jepang di Indonesia
|
DETIKNEWS, 06 Februari 2017
Para
pendaki adalah orang-orang yang sedang berjalan menuju puncak. Orang pada
posisi ini penuh semangat dan keyakinan untuk tiba di puncak. Puncak bisa
bermakna suatu tempat pasti, pada posisi tertinggi, tapi lebih sering
bermakna mengalahkan pemain yang sudah berada di depan kita, memimpin
kompetisi. Karakter terpenting para pendaki adalah semangat dan keyakinan
bahwa ia akan tiba di puncak, atau bisa menyalip orang di depannya. Semangat
ini penting untuk dimiliki oleh perorangan atau organisasi yang sedang
berjuang mengejar cita-cita.
Keunggulan
seorang pendaki adalah pada semangatnya yang membara. Ini bisa menjadi energi
pendorong yang sangat besar. Energi ini bisa membuat orang terus menerus
berusaha, tanpa kenal lelah. Energi ini juga bisa membuat orang tidak
menyerah, saat ia mengalami kegagalan. Membangun semangat pendaki artinya
membangun semangat tak kenal menyerah ini.
Para
pendaki juga memiliki mental prihatin. Kita pendaki, bukan pemimpin yang
sudah berada di depan atau di puncak. Kita tidak boleh terlena dengan
kenikmatan. Kenikmatan bisa menguras energi kita. Energi yang seharusnya
dipakai untuk mendaki, malah dipakai untuk mengejar kenikmatan. Kenikmatan
juga bisa membuat kita terlena, lupa pada tujuan yang hendak kita capai. Para
pendaki tak boleh berperilaku seperti itu.
Pendaki
harus punya strategi yang tepat. Strategi itu terdiri dari visi memastikan ia
berada pada jalur yang benar menuju puncak. Visi diterjemahkan dalam rencana
aksi yang detail, yang relevan, memastikan setiap detilnya membawa sang
pendaki selangkah lebih dekat kepada puncak. Lalu ia fokus mengeksekusi
setiap langkah itu, sambil sesekali melakukan evaluasi apakah ia sudah berada
di jalur yang benar. Bila melenceng, maka ia harus mengambil langkah
korektif.
Selain
itu, inovasi juga merupakan kunci penting yang harus dipunyai setiap pendaki.
Ia harus berinovasi mencari jalan-jalan yang bisa membuatnya mendaki lebih
cepat. Tentulah jalan itu bukan jalan yang sudah dilalui oleh para
pendahulunya. Ia harus membangun kreasi baru. Atau, bisa saja ia menempuh
jalan yang sama, tapi dengan teknik yang berbeda. Intinya, ia harus punya
inovasi untuk membuat perbedaan, bukan sekadar jadi pengekor.
Sifat
kreatif-inovatif sering kali merupakan bagian intrinsik dari seorang pendaki.
Ia hanya perlu menjaga agar semangat itu tidak pudar. Lebih bagus lagi bila semangat
itu bisa terus dibesarkan. Dalam konteks perusahaan, inovasi bisa dihasilkan
dari kegiatan riset dan pengembangan. Banyak orang salah kaprah, menganggap
kegiatan ini sebagai barang mewah yang baru boleh dinikmati kalau perusahaan
sudah besar. Mentalitasnya tetap begitu, meski perusahaan sudah tumbuh lebih
besar. Kelak ketika sudah besar pun, kegiatan pengembangan tetap dianggap
mewah atau mubazir.
Riset
dan pengembangan tidak perlu menunggu sampai perusahaan menjadi besar.
Skalanya selalu bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada. Penentu utamanya
bukan pada dana atau sumber daya, tapi pada visi pelaku organisasi. Bila visi
itu ada, maka pelaku organisasi akan mengusahakan sumber daya yang
diperlukan.
Ada
satu hal penting yang harus diperhatikan oleh organisasi yang sedang tumbuh
besar, yaitu inefisiensi. Inefisiensi pada organisasi bisnis kecil tidak
terasa, karena nominalnya bisa dianggap kecil. Namun saat organisasi membesar
inefisiensi ini jadi terasa, karena merupakan kelipatan dari inefisiensi yang
selama ini ada, pada semua unit bisnis baru. Menghilangkannya tidak mudah,
karena perilaku inefisiensi sudah menjadi kebiasaan yang dianut begitu banyak
orang. Karena itu, dalam jalur pendakian sangat penting untuk membangun
berbagai kebiasaan efisien, yang menjadi perilaku setiap individu dalam
organisasi.
Bukankah
semangat ini hanya relevan untuk yang sedang tumbuh? Bagaimana dengan yang
sedang berada di puncak? Ingatlah bahwa sesungguhnya puncak-puncak itu
virtual sifatnya. Ketika kita sudah mencapai suatu titik, selalu ada titik
yang lebih tinggi untuk dikejar. There is always one more mountain left to
climb. Justru semangat ini harus terus menerus dipelihara oleh orang atau
organisasi yang sudah berada di puncak. Kalau tidak, ia akan terperosok pada
turunan, tergelincir jatuh ke jurang, lalu berada pada posisi terbawah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar