Senin, 01 Agustus 2022

 

Darurat Global Wabah Cacar Monyet

Tjandra Yoga Aditama: Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi/Guru Besar FKUI; Mantan Direktur WHO Asia Tenggara; Mantan Dirjen P2P dan Kepala Balitbangkes

Tjandra Yoga Aditama

KOMPAS, 26 Juli 2022

 

                                                

 

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 23 Juli menetapkan wabah cacar monyet (monkeypox) sebagai situasi kedaruratan kesehatan global.

 

Pernyataan sebagai situasi kedaruratan kesehatan global (public health emergency of international concern/PHEIC) merupakan semacam alarm agar dunia melakukan berbagai upaya maksimal agar situasi terkendali dan jangan meluas menjadi pandemi.

 

Kita tahu sebenarnya penyakit cacar monyet sudah dikenal sejak lama. Kasus pertama terjadi di Denmark pada 1958 ketika ada dua kasus seperti cacar muncul pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian. Virus monkeypox sendiri merupakan anggota genus Orthopoxvirus, genus yang sama dengan virus variola penyebab penyakit cacar/smallpox dan virus vaccinia yang digunakan dalam vaksin cacar/smallpox.

 

Penyakit cacar sudah dieradikasi dari muka bumi pada 1980. Sejak awal ditemukan, memang selalu ada kasus cacar monyet dari waktu ke waktu walau hanya pada beberapa negara tertentu. Akan tetapi, sekitar Mei 2022, ada fenomena baru, yaitu ditemukannya penyakit ini pada negara-negara yang tadinya tidak ada kasus atau setidaknya sudah lama tidak ada laporan kasus. Sejak awal Mei 2022, sudah dilaporkan lebih dari 15.000 kasus cacar monyet di lebih dari 60 negara.

 

Gejala penyakit ini biasanya dimulai dengan demam selama beberapa hari dan pembengkakan kelenjar getah bening, yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan di kulit yang dapat meninggalkan bekas dalam bentuk jaringan parut. Sejauh ini, sebagian besar kasus dapat sembuh tanpa harus dirawat di rumah sakit.

 

Sampai 7 Juli 2022, tercatat ada tiga orang yang meninggal akibat cacar monyet, semuanya di Afrika. Sebagai perbandingan, ketika Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ada 83 kasus di 18 negara dan ketika itu belum ada kematian.

 

Badan internasional Center for Infectious Diseases Research and Policy (CIDRAP) pada 24 Juni 2022 menurunkan artikel berjudul ”Virus Causing Monkeypox Outbreak Has Mutated to Spread Easier”. Diungkapkan, berdasarkan artikel ilmiah di jurnal Nature Medicine, terungkap bahwa virus penyebab cacar monyet di negara non-endemik sekarang ini ternyata berbeda dari asalnya di beberapa negara Afrika. Virus yang sekarang ini sudah bermutasi dan juga lebih mudah menular.

 

Artikel itu dibuat berdasarkan data sequencing 3.000 kasus di Eropa dan Amerika. Dari sini, peneliti menemukan perbedaan di 50 tempat single nucleotide polymorphisms (SNPs), dan ditemukan pula beberapa mutasi. Peneliti juga menyebut peran superspreader sebagai salah satu penyebab mudahnya penularan di masyarakat.

 

Sementara itu, jurnal ilmiah Lancet Microbe (24/6/2022) melaporkan, hasil penelitian modeling penyebaran kasus jika negara tidak melakukan penanganan kesehatan masyarakat dengan tepat. Diperkirakan, jika ada tiga kasus, akan terjadi penularan menjadi 18 kasus. Kalau ada 30 kasus, akan menjadi 118 kasus, dan seterusnya. Kalau dilakukan penanggulangan dengan baik melalui proses identifikasi, penelusuran kontak, isolasi surveilans, dan vaksinasi sekitar (ring vaccination), jumlah kasus sekunder akan turun sampai 81 persen.

 

Darurat kesehatan masyarakat

 

Istilah PHEIC tercantum dalam International Health Regulation (IHR) yang sudah disahkan pada 2005 dan menjadi pegangan dunia sampai saat ini. Saat menjadi dirjen di Direktorat Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, saya memperkenalkan istilah Indonesia dari PHEIC, yaitu ”kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKMMD)”, yang mengandung empat aspek.

 

Pertama, harus secara formal dideklarasikan oleh WHO. Kedua, merupakan kejadian luar biasa. Ketiga, menimbulkan risiko kesehatan masyarakat karena penularan antarnegara. Keempat, memerlukan koordinasi penanganan secara internasional.

 

Ada tiga area dari definisi PHEIC ini. Pertama, penyakit/keadaan yang serius, mendadak, tidak biasa, atau tidak diperkirakan sebelumnya. Kedua, punya implikasi kesehatan masyarakat pada negara lain. Ketiga, memerlukan tindakan segera untuk penanganan secara internasional.

 

Sesuai aturan yang ada, dalam menetapkan PHEIC, dirjen WHO membentuk emergency committee (EC). Saya pernah menjadi anggota komite seperti ini saat pembahasan tentang MERS CoV. Ketika itu, kami memutuskan MERS CoV bukan sebagai PHEIC. Dari pengalaman selama ini, biasanya anggota EC sepakat untuk menyatakan suatu kejadian adalah PHEIC atau tidak, lalu dirjen WHO meresmikannya.

 

Untuk kasus cacar monyet ini, para anggota EC sudah bertemu dua kali dan belum juga sepakat. Akan tetapi, karena kompleksitas masalahnya, dirjen WHO tetap menyatakannya sebagai PHEIC.

 

Perlu diketahui, yang kini dideklarasikan sebagai PHEIC bukanlah semata-mata penyakitnya karena cacar monyet memang bukan penyakit baru, tak seperti Covid-19 yang memang penyakit benar-benar baru. PHEIC dinyatakan pada wabah cacar monyet yang terjadi di beberapa negara (multi-country outbreak of monkeypox) karena penyakitnya ada di beberapa negara, lengkap dengan spesifikasinya.

 

Hal yang sama pernah terjadi pada virus zika yang juga bukan penyakit baru. Pada zika, yang dinyatakan sebagai PHEIC adalah keadaan kluster mikrosefali dan gangguan neurologik lainnya dan kemungkinan hubungannya dengan virus zika.

 

Penetapan suatu penyakit/keadaan sebagai PHEIC tidak lantas berarti kemudian menjadi pandemi. Deklarasi PHEIC yang kemudian disusul dengan deklarasi pandemi terjadi pada Covid-19 dan influenza A(H1N1). Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020 dan disusul dengan deklarasi pandemi pada 11 Maret 2022. Influenza A(H1N1) dinyatakan sebagai PHEIC pada 25 April 2019 dan dideklarasikan sebagai pandemi pada 11 Juni 2009.

 

Di sisi lain, ada beberapa deklarasi PHEIC yang kemudian tidak menjadi pandemi, misalnya zika, polio, dan ebola. Pernyataan sebagai PHEIC merupakan semacam alarm agar dunia melakukan berbagai upaya maksimal agar situasi terkendali dan jangan meluas menjadi pandemi. Dalam hal cacar monyet, WHO menyatakan, salah satu alasan dinyatakan sebagai PHEIC adalah mereka melihat adanya kemungkinan (window of opportunity) situasi bisa dikendalikan dengan baik kalau ada upaya bersama yang memadai.

 

Rekomendasi WHO

 

Untuk itu, WHO sudah membuat rekomendasi yang cukup rinci pada empat kelompok negara. Pertama, untuk negara yang tidak/belum ada riwayat kasus cacar monyet pada manusia atau tidak mendeteksi kasus cacar monyet dalam 21 hari terakhir. Kalau Indonesia memang benar belum ada kasus akan masuk kategori ini.

 

Untuk kelompok ini, ada sepuluh rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan, mulai dari koordinasi multisektoral, surveilans epidemiologi, kemampuan deteksi, dan komunikasi risiko yang tepat. Pemahaman masyarakat perlu ditingkatkan, antara lain tentang tanda dan gejala penyakit serta upaya pencegahan dan perlindungannya. Juga sejak sekarang perlu segera dilakukan persiapan sehingga jika nanti ada kasus, semua sistem kesehatan sudah siap untuk menanggulanginya.

 

Kelompok kedua, negara yang mengimpor kasus cacar monyet dan/atau menunjukkan adanya penularan antarmanusia, termasuk di populasi kunci dan masyarakat dengan risiko tinggi. Untuk kelompok ini, ada enam rekomendasi utama dan berbagai jabarannya, termasuk bagaimana menangani pasien di klinik, obat yang digunakan, pencegahan penularan di masyarakat, dan rekomendasi terkait perjalanan internasional.

 

Kelompok ketiga, negara yang diduga atau memang sudah ada penularan cacar monyet dari binatang (zoonotik). Di sini, koordinasi One Health (Kesehatan Satu Semua) yang melingkupi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan harus ditingkatkan. Kelompok keempat, negara yang punya kemampuan membuat obat dan vaksin cacar monyet. Mereka diminta meningkatkan kapasitas produksi.

 

Kesimpulannya, kita perlu meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap kemungkinan munculnya kasus di Indonesia, baik dari dalam negeri maupun kemungkinan penularan antarnegara. Persiapan yang baik akan menghasilkan program pengendalian yang tepat jika nanti cacar monyet masuk ke Indonesia. Saat ini kasus cacar monyet sudah ada di Singapura, Malaysia, dan Thailand.

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/25/darurat-global-wabah-cacar-monyet

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar