Senin, 01 Agustus 2022

 

Hijrah Transformatif

Amirsyah Tambunan :  Sekretaris Jenderal MUI

REPUBLIKA, 29 Juli 2022

 

 

                                                           

Memperingati tahun baru Hijriyah bukan sekadar ritual rutinitas tahunan, melainkan memacu semangat kita melakukan transformasi di berbagai lini kehidupan.

 

Manusia sebagai wakil Allah SWT di bumi (khalifah) diwajibkan memanifestasikan nilai hijrah dalam pendekatan transformatif, yang terkandung dalam Alquran dan sunah Nabi. Dengan begitu, fungsi agama Islam tidak statis dalam menghadapi tantangan zaman.

 

Di tengah kegalauan umat dalam bermasyarakat dan berbangsa, peran agama diperlukan sebagai solusi sehingga posisi umat sebagai pemberi solusi bukan pembuat masalah. Karena itu, “hijrah” dapat dipahami tidak sekadar lahiriah, tetapi juga mental dari kondisi tak baik ke lebih baik.

 

Perpindahan aktivitas fisik-geografis ke perubahan sikap dan laku yang mampu menghadapi tantangan zaman.

 

Dalam hal ini, pergantian tahun baru Hijriyah setidaknya harus menyadarkan tiga hal, yaitu tahu diri, tahu menempatkan diri, dan sadar diri untuk berubah menuju kehidupan lebih baik. Pergantian tahun juga harus dimaknai sebagai anugerah yang wajib disyukuri.

 

Hijrah transformatif dapat dimaknai dari sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang panjang umur dan baik amalannya, dan seburuk-buruknya manusia adalah orang yang berusia panjang dan jelek amalannya.” (HR Ahmad).

 

Jadi, tahun baru tak hanya seremonial, sebaliknya berkontribusi membebaskan warga dari kemiskinan dan kebodohan. Dan salah satu fungsi Islam, yakni membebaskan diri dari kebodohan dan keterbelakangan umat.

 

Dengan demikian, agama dapat dikatakan menjadi bagian pandangan  hidup dunia. Artinya, nilai agama mengakar dalam diri semua makhluk di dunia. Bagi umat Islam Indonesia, harus mampu menyelesaikan problem sosial, ekonomi, politik, dan lainnya.

 

Dari agamalah kita menemukan pijakan kolektif untuk mencari solusi. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS ash-Shaf [61]: 4).

 

Seorang Muslim sejatinya melakukan perubahan ke arah lebih baik sebagai wujud dari kesadaran manusiawi-Ilahiah.

 

“Hendaklah ada sebagian di antara umat yang menyuruh kepada kebajikan dan memerintahkan berbuat bajik, melarang dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebahagiaan.” (QS Ali-Imran [3]: 104).

 

Ayat ini membicarakan gerak transformatif dakwah Islamiyah. Menurut Kuntowijoyo, gerak transformatif ialah gerak pembebasan (liberasi), gerak pemanusiawian (humanisasi), dan gerak penanaman nilai kerasulan dan nilai Ilahi (transendensi).

 

Hal itu dilakukan karena kehadiran agama (Islam) untuk mengubah masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan menuju kecerdasan dan pencerahan berkemajuan. Kemiskinan dan kebodohan mesti diperangi untuk menciptakan negeri sejahtera dan berkeadaban.

 

Caranya melalui dunia pendidikan dari sejak manusia lahir hingga liang lahat. Intinya, ajaran Islam tidak hanya ritual yang melahirkan kesalehan personal, tetapi juga kesalehan sosial sebagai konsekuensi dari komitmen vertikal-individual, mewujud bentuk ritual-horizontal-sosial.

 

Karena itu, harus kita pentingkan aktualisasi keimanan dalam wujud kesalehan sosial berdasarkan ayat-ayat Alquran, yang memuat kata aaminu dan kerap bersanding dengan kata wa amilussolihat.

 

Ini mengindikasikan, kesempurnaan iman ditentukan seberapa salehnya seseorang ketika berinteraksi dengan persoalan kemanusiaan. Ini juga memberi kita pemahaman, keimanan mesti selaras dengan wujud nyata atau amal. 

 

Maka itu, pada tahun baru Hijriyah ini, saatnya kita memacu diri mengamalkan nilai kebajikan. Perubahan tak diukur secara kuantitatif angka semata, mesti dibarengi perubahan kualitatif yang menggambarkan perilaku dan dirasakan dalam kehidupan.

 

Misi transformatif yang dilakukan Rasulullah dalam Islam, dengan bergantinya tahun (Hijriyah), sepatutnya mengantarkan kita terus memperbaiki kata, sikap, dan laku menjadi lebih baik. Satu kata dengan perbuatan sehingga kehidupan masa depan lebih baik.

 

Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr [59]: 18).

 

Kehidupan di dunia yang lebih baik pada anak cucu kita, sedangkan kehidupan di akhirat yang lebih baik dengan ridha Allah, kita mendapat ganjaran surga-Nya. ●

 

Sumber :  https://www.republika.id/posts/30395/hijrah-transformatif

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar