Senin, 01 Agustus 2022

 

Mewujudkan Angkatan Udara yang Disegani

Fadjar Prasetyo: Kepala Staf TNI Angkatan Udara

KOMPAS, 29 Juli 2022

 

                                                

 

 Hari ini, 29 Juli, segenap prajurit dan PNS di satuan jajaran TNI AU seluruh Indonesia kembali memperingati sebuah momen penting. Ada dua peristiwa yang secara historis menjadi bukti peran dan bakti TNI AU dalam ikut mempertahankan kemerdekaan RI dari cengkeraman penjajah Belanda.

 

Peristiwa pertama pada pagi hari, berupa operasi udara, yaitu serangan balas AURI terhadap markas Belanda di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa, Jawa Tengah. Peristiwa kedua pada sore hari, yaitu gugurnya tiga tokoh AURI karena pesawat VT-CLA ditembak Belanda dan jatuh di Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Peristiwa 75 tahun silam itu kini setiap tahun diperingati sebagai Hari Bakti TNI AU.

 

Serangan berupa pengeboman dari udara oleh para kadet muda pemberani yang dilancarkan pada 29 Juli 1947 dini hari bukan tanpa alasan. Serangan balas dilakukan karena Belanda telah mengangkangi Perjanjian Linggarjati, November 1946, dengan melakukan agresi militer secara sepihak. Padahal, sesuai perjanjian yang dilaksanakan di Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat, itu kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata.

 

Serangan balas dilaksanakan oleh tiga kadet, yakni Mulyono, Sutarjo Sigit, dan Suharnoko Harbani, bersama tiga air gunner, Sutarjo, Kaput, dan Dulrahman. Atas instruksi Kepala Staf AU waktu itu, Komodor Udara Rd Suryadi Suryadarma, ketiga kadet pemberani melakukan serangan udara dengan satu pesawat Guntai dan dua Chureng.

 

Setelah rencana operasi disusun Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma, dan pesawat disiapkan para teknisi pimpinan Basyir Surya, operasi udara dilaksanakan. Dari pangkalan udara Maguwo, Yogyakarta, tiga pesawat lepas landas menuju sasaran markas Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

 

Meski para kadet belum memiliki pengalaman terbang operasional, tetapi dengan perhitungan cermat, matang, dan keberanian serta keikhlasan berkorban mempertahankan kemerdekaan Indonesia, elang- elang muda TNI AU mampu menjalankan misi dengan sempurna. Mereka berhasil menghancurkan markas Belanda, dan kembali mendarat di Maguwo dengan selamat.

 

Heroisme ini sungguh mengagumkan karena telah berdampak besar. Tak hanya menghancurkan kubu-kubu pertahanan Belanda, tetapi secara psikologis juga menurunkan mental dan semangat tempur pasukan Belanda. Sebaliknya, bagi para pejuang Indonesia, serangan udara itu mampu meningkatkan tekad, semangat juang, dan memperkuat keyakinan terhadap kekuatan serta kemampuan bangsa Indonesia.

 

Bahkan, secara politis, telah melemahkan posisi Belanda di forum internasional. Fakta tersebut juga makin memperkuat posisi Indonesia, yang ditunjukkan dengan tingginya dukungan politik terhadap perjuangan Indonesia di PBB.

 

Kebanggaan memang tak berlangsung lama. Karena pada sore harinya keluarga besar AURI dan seluruh bangsa Indonesia diliputi kesedihan mendalam. Tiga pelopor AURI, yaitu Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh, dan Opsir Muda Udara I Adi Soemarmo Wirjokusumo, gugur.

 

Ketiga tokoh AURI ini gugur saat menjalankan misi kemanusiaan membawa obat-obatan bantuan dari Palang Merah Malaya untuk Indonesia. Pesawat Dakota VT-CLA (tanpa dipersenjatai) yang mereka tumpangi dari Singapura, sesaat akan mendarat di Maguwo, ditembak dua pesawat Kitty Hawk Belanda, dan jatuh di daerah Ngoto, Bantul. Ketiga tokoh gugur sebagai pejuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

 

Sarat makna

 

Menyimak dua peristiwa bersejarah di atas, dikaitkan dengan konteks sekarang, khususnya dengan pembangunan TNI AU, ada sejumlah nilai yang perlu digarisbawahi.

 

Meski peristiwanya sudah berlangsung 75 tahun silam, kejadian 29 Juli 1947 telah memberi banyak pelajaran dan nilai-nilai sejarah sarat makna. Betapa kita sebagai generasi penerus telah dicontohkan para pendahulu dan pelopor TNI AU, bahwa tantangan seberat apa pun akan dapat diatasi. Maknanya, seterjal apa pun medan yang menghadang, akan selalu ada jalan jika dihadapi dengan tekad kuat, perhitungan cermat dan tepat, berani, dan ikhlas berkorban.

 

Seperti yang dicontohkan oleh ketiga kadet dan air gunner. Meskipun dihadapkan pada berbagai keterbatasan alutsista, persenjataan, dan pengalaman, mereka mampu melaksanakan misi yang tak ringan. Demikian juga ketiga tokoh AURI—Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, dan Adi Soemarmo—demi tugas negara, demi kemanusiaan, mereka berani menembus blokade udara Belanda, mereka tulus ikhlas berjuang, meski risikonya adalah maut.

 

    Maknanya, seterjal apa pun medan yang menghadang, akan selalu ada jalan jika dihadapi dengan tekad kuat, perhitungan cermat dan tepat, berani, dan ikhlas berkorban.

 

Sikap kesatria, pantang menyerah, berani, rela berkoban, dan ikhlas berjuang menjadi kunci keberhasilan sebuah misi. Pada akhirnya, kita perlu mencontoh sikap yang telah ditunjukkan para pendahulu AURI. Sebagai generasi penerus, para prajurit TNI AU saat ini, selain wajib meneladani, yang jauh tidak kalah penting adalah mampu mengaplikasikannya dalam setiap pelaksanaan tugas.

 

Sikap itu sangat penting dan dibutuhkan, ketika saat ini TNI AU masih dihadapkan pada keterbatasan dan berbagai tantangan tugas yang tak ringan.

 

Organisasi adaptif

 

Saat ini, TNI AU sedang dan terus melakukan peningkatan kualitas, baik pada aspek SDM, alutsista, maupun organisasi.

 

Pada aspek SDM, TNI AU sedang meningkatkan kualitas prajuritnya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan, di dalam maupun di luar negeri. Pada sektor teknologi dan alutsista, TNI AU secara bertahap terus melakukan akuisisi teknologi dengan pendekatan berbasis kemampuan, melalui akuisisi sejumlah sistem persenjataan yang lebih modern dan berorientasi pada sistem.

 

Inovasi-inovasi ini diharapkan dapat mentransformasikan kesiapan operasional TNI AU sebagai instrumen strategis negara dalam menjaga dan mengamankan kepentingan nasional. Demikian juga di sisi organisasi, TNI AU terus mengembangkan struktur organisasi yang lebih adaptif, efektif, dan efisien.

 

Upaya-upaya ini relevan dengan pembangunan postur TNI AU ke depan. Dalam kerangka ini, merancang organisasi yang adaptif dan modern perlu kehadiran prajurit-prajurit yang memiliki sikap yang terkandung dalam peristiwa 29 Juli 1947.

 

Sikap kesatria, pantang menyerah, berani, rela berkoban, dan ikhlas berjuang menjadi modal penting sehingga upaya-upaya bersama dalam membangun dan mewujudkan TNI AU yang disegani di kawasan dapat terwujud. Disegani berarti dari aspek SDM, teknologi, dan organisasi sejajar dengan AU negara-negara di kawasan.

 

Ancaman dan tantangan tak selalu berbentuk kekuatan militer, tetapi bisa nonmiliter. Oleh karena itu, kita masih harus terus mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

 

Selamat memperingati Hari Bakti TNI AU segenap prajurit Swa Bhuwana Paksa.

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/28/mewujudkan-angkatan-udara-yang-disegani

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar