Senin, 01 Agustus 2022

 

Pemuda yang Mengguncangkan Kehidupan

Sidharta Susila: Pemerhati Pendidikan

KOMPAS, 28 Juli 2022

 

                                                

 

 ”Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” (Soekarno)

 

Takdir pemuda mungkin memang mengguncangkan kehidupan. Itulah yang kita alami di negeri kita akhir-akhir ini. Entah karena aksinya, tetapi juga ketika mereka menjadi korban, termasuk korban kekerasan seksual.

 

Guncangan kehidupan oleh pemuda yang paling segar adalah ketika sejumlah mahasiswa hukum terbukti memalsukan tanda tangan dokumen dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, 13 Juli 2022 (Kompas.com, 15/7/2022). Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang terkait uji materiil aturan pengangkatan kepala otorita Ibu Kota Nusantara menangkap kejanggalan pada tanda tangan pemohon.

 

Ada apa dengan pemuda kita

 

Saat dikonfirmasi tentang keaslian tanda tangan kepada para pemohon yang adalah para mahasiswa hukum itu, awalnya mereka bergeming dengan menyatakan bahwa tanda tangan itu asli. Namun, setelah Arief Hidayat terus menyelidiki keaslian tanda tangan itu dengan membandingkan tanda tangan pada KTP para mahasiswa hukum dari universitas di Lampung itu, akhirnya mereka mengakui bahwa telah melakukan pemalsuan.

 

Nyali para pemuda mahasiswa hukum itu luar biasa. Mungkin sebesar nyali Bung Karno dan Bung Hatta selagi muda. Betapa tidak, obyek yang diajukan untuk diuji adalah produk hukum level negara dan diajukan di instansi tinggi negara (MK).

 

Sayang, nyali yang bergelora itu justru menjadi anti klimaks yang bisa menghancurkan perjuangan para pemuda, khususnya mahasiswa. Aesopus, seorang pengarang dan penutur cerita dari Yunani, berkata, ”Seorang pembohong tidak akan dipercaya, bahkan ketika ia berbicara tentang kebenaran.”

 

Apa yang sedang terjadi pada para pemuda kita? Boni Hargens dalam salah satu unjuk bincang politik pernah mengingatkan para mahasiswa supaya waspada agar gerakan mereka tidak ditunggangi oleh penumpang gelap politik. Pesannya agar para mahasiswa harus obyektif, jujur, menguasai materi, dan merdeka dalam berdemonstrasi.

 

 

Beberapa tokoh aksi unjuk rasa mahasiswa kebetulan pernah menunjukkan ketidakcakapannya. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pernah menanyai mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja. Mahasiswa yang ditanyai tentang omnibus law itu tidak bisa memberi jawaban. Pada kesempatan lain, seorang tokoh mahasiswa pemimpin demonstrasi pada April tahun ini sempat mengatakan bahwa kebebasan di masa Orde Baru jauh lebih baik ketimbang sekarang.

 

Bung Karno pernah berkata bahwa seribu orang tua bisa bermimpi, tetapi satu orang pemuda bisa mengubah dunia. Kita harus serius mengelola pemuda kita. Jangan sampai para pemuda kita dimanfaatkan secara licik manipulatif oleh kaum tua yang hanya ingin mewujudkan mimpi mereka tentang dunia yang diagendakannya.

 

Mencerdaskan dan memerdekakan pemuda

 

Bung Hatta berkata bahwa kurang cerdas itu dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki.

 

Keputusan para mahasiswa hukum yang bergeming pada sikapnya dengan tidak segera mengakui kebohongannya di hadapan hakim MK itu menimbulkan pertanyaan besar bagi kehidupan dunia pendidikan kita. Sebagai mahasiswa hukum, logikanya mereka mengetahui betul konsekuensi hukum dari tindakan dan sikapnya itu.

 

Mengapa mereka bisa ”seberani” itu? Apa yang membuat mereka gelap mata?

 

Kalau Pramoedya Ananta Toer pada novelnya Bumi Manusia menulis bahwa seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan, maka kita harus konsisten pada komitmen kejujuran dalam pengajaran dan penyelenggaraan pendidikan kita. Apa yang kita saksikan pada aksi para mahasiswa hukum di persidangan MK yang agung itu harus kita hayati sebagai tanda alam yang keras menggaungkan ketidakjujuran dan mungkin ragam laku eksploitasi manipulatif dalam penyelenggaraan pendidikan kita.

 

Para mahasiswa itu mungkin saja sesungguhnya adalah korban. Sebagai korban, mereka, juga mungkin para pemuda kita yang lain, adalah hanya obyek bagi proyek para pelaku kejahatan, baik yang langsung maupun tidak langsung, di dunia pendidikan kita. Pada kesadaran ini sesungguhnya para pemuda, mahasiswa, dan pelajar kita tidak lagi dibiarkan menjadi orang merdeka yang sedang belajar di negeri ini.

 

Pramoedya Ananta Toer juga pernah menulis bahwa tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang kecuali terang itu sendiri. Pendidikan adalah rahim bagi generasi muda kita. Marilah kita bersama-sama menjadikan pendidikan sebagai rahim bagi lahirnya manusia-manusia berjiwa terang. Hentikan manipulasi dan politisasi pendidikan kalau kita tidak ingin melahirkan generasi pembohong ulung..

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/26/pemuda-yang-mengguncangkan-kehidupan

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar