Pesan
”Cheryl”
Iwan Pranoto ; Guru Besar Matematika ITB
|
KOMPAS, 07 Mei 2015
Peran matematika dalam
kehidupan manusia berubah. Keterampilan bermatematika yang dibutuhkan dalam
kehidupan hari ini berbeda dengan abad-abad sebelumnya.
Misalnya, dengan
tersedianya komputer yang akurat dan cepat dalam menghitung rangkaian
penjumlahan atau berbagai operasi bilangan yang rumit, keterampilan
bermatematika di era sekarang diharapkan lebih mengedepankan keterampilan
menyelesaikan masalah dan bernalar, ketimbang berhitung dan menghafal rumus.
Pesan di atas
digambarkan dengan baik melalui masalah ”Cheryl” yang mewabah di dunia maya
beberapa pekan lalu. Inilah terjemahan bebasnya.
Albert dan Bernard
baru saja berteman dengan Cheryl dan mereka ingin mengetahui hari ulang
tahunnya. Cheryl lalu memberikan 10 pilihan, yaitu 15 Mei, 16 Mei, 19 Mei, 17
Juni, 18 Juni, 14 Juli, 16 Juli, 14 Agustus, 15 Agustus, 17 Agustus.
Cheryl kemudian
memberi tahu secara terpisah kepada Albert bulannya saja dan kepada Bernard
angka-harinya saja. Albert dan Bernard lalu mengobrol.
Albert: Saya tidak
tahu kapan ulang tahun Cheryl, tetapi saya yakin Bernard tidak tahu juga.
Bernard: Awalnya saya
tidak tahu ulang tahun Cheryl, tetapi sekarang saya tahu.
Albert: Berarti saya
juga tahu ulang tahun Cheryl.
Jadi, kapan ulang
tahun Cheryl?
Ini mungkin kali
pertama masalah matematika digunjingkan dan dicoba dijawab banyak masyarakat
awam. Bahkan, berbagai raksasa media dunia mengulasnya, diikuti dengan media
sosial.
Matematikawan dunia
seperti Alex Bellos juga tak mampu menahan diri untuk mencoba menjawab
masalah ”remeh” ini. Di Tanah Air, Prof Hendra Gunawan dari Matematika ITB
berujar, ”Ini masalah matematika yang bagus.”
Kecakapan analisis
Untuk menyelesaikannya
dibutuhkan kecakapan menganalisis dan membangun inferensi atau menarik
kesimpulan sahih. Seorang pemrogram komputer turut serta merancang algoritma
guna menjelaskan bagaimana menemukan jawabnya.
Namun, berbeda dengan
masalah matematika sekolah konvensional yang sarat penghitungan menakutkan,
masalah ini justru tidak menuntut keterampilan berhitung. Pun tak ada rumus
cepat yang sering dibanggakan bimbingan tes matematika.
Dalam kebiasaan buruk
matematika sekolah, murid kerap sekadar memasukkan angka ke dalam rumus, walau
tak paham maknanya.
Pengetahuan teknis
matematika tingkat SD seperti operasi tambah-kurang pun tak dibutuhkan.
Sampai-sampai ada yang bertanya, ”Apakah ini masalah matematika?” Ini
pertanyaan sahih orang awam karena toh tidak melibatkan bilangan.
Menurut KBBI,
matematika didefinisikan sebagai ”ilmu tentang bilangan, hubungan antara
bilangan, dan prosedur operasional dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.” Artinya, matematika harus melibatkan bilangan dan keterampilan
mengoperasikan bilangan.
Melalui masalah
”Cheryl” terlihat bahwa definisi itu tidak tepat lagi. Mungkin lebih tepat
jika diartikan sebagai kata kerja, yakni ”kegiatan berkesenian bernalar guna
menurunkan necessary inferences atau simpulan perlu berdasar bernalar
deduktif”. Dalam matematika, simpulan atau pernyataan sahih hanya jika hasil
bernalar deduktif.
Lalu, walau jawabnya
memang tunggal, cara menjawab dan menyajikan rumusan masalah serta jawabnya
tidak tunggal. Artinya, walau jawabnya sudah ada, tetapi cara menjawabnya
masih perlu cara lain. Cara menjawab terbaik baru ada di hari esok, ini
keyakinan pematematika. Dengan keyakinan ini, sampai sekarang orang masih
mengajukan berbagai bukti Dalil Pitagoras.
Ini menunjukkan bahwa
walau semua inferensi di matematika harus taat didasarkan melalui proses
bernalar deduktif, bermatematika sendiri membutuhkan kecakapan bernalar
induktif dan imagery intelligence atau kecerdasan membayangkan. Bagaimana
masalah dan informasi yang diketahui dapat dirumuskan secara sistematis butuh
kreativitas.
Lebih penting lagi,
masalah ini mengirimkan pesan bahwa kecakapan berbahasa canggih seperti
memahami teks mutlak dituntut dalam bermatematika. Mungkin kita kesulitan
dalam matematika justru karena kemampuan memahami teks yang kurang. Padahal,
kecakapan berbahasa dan bernalar sejatinya terkait erat.
Kesan saat dibaca
pertama, ini soal tebak-tebakan atau tatarucingan (dalam Bahasa Sunda).
Nuansanya bermain, tetapi memang sikap bermain ini yang seharusnya bertumbuh
pada anak saat bermatematika.
Alam imajinasi
Matematika berada di
alam pengembaraan imajinasi manusia yang radikal liar. Artinya, matematika
tak perlu realistis, tetapi perlu relevan dengan imajinasi manusia (baca:
anak). Rasanya belum pernah ada dalam kehidupan nyata, seseorang begitu
menganggurnya sampai harus menggunakan logika guna mengetahui tanggal lahir
orang lain. Masalah ”Cheryl” itu memang tak realistis. Sampai-sampai ada yang
berkomentar, ”Mengapa tak tanya KTP-nya saja?”
Namun, masalah ini
relevan dengan hakikat imajinasi manusia yang tetap mengandung unsur
kekanak-kanakan, seperti sikap ingin tahu dan berlogika. Bukankah bagi
kebanyakan manusia yang tak begitu berhasil berperan sebagai orang dewasa,
menjadi guru matematika merupakan berkat?
Ke depan, sangat baik
jika pendidik matematika di sekolah Indonesia melibatkan dan membiarkan anak
menikmati masalah matematika sejenis ini serta mencoba menjawab dengan
caranya sendiri.
Dahulu anak diharapkan
mengetahui jawab yang benar, tepat, dan cepat, sekarang kita diharapkan tahu
bagaimana bersikap menghadapi masalah yang belum pernah dialami dan cara
menjawab yang belum kita ketahui. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar