Selasa, 26 Mei 2015

Demam Akik dalam Perilaku Kerumunan

Demam Akik dalam Perilaku Kerumunan

Olivia Fachrunnisa ; Dekan Fakultas Ekonomi Unissula Semarang
SUARA MERDEKA, 22 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
KILAU bisnis batu akik yang beberapa waktu lalu mengalami booming kini memudar. Demam batu akik seperti merepetisikan booming bisnis ikan louhan (Flowerhorn Cichlid, Amphilopus) dan tanaman gelombang cinta (Anthurium plowmanii) beberapa waktu lalu. Kini, di tengah hangatnya perbincangan naik turunnya harga BBM yang bisa terjadi sewaktu-waktu, atau keputusan pemerintah yang kadang kurang rasional, para pelaku ekonomi industri kreatif seperti memiliki bahan kajian baru. Sejatinya, kerajinan batu akik merupakan bagian dari industri ekonomi kreatif mengingat komoditas itu merupakan bagian dari perhiasan individu dan bagian seni perbatuan.

Adapun perhiasan merupakan salah kebutuhan tersier manusia, setelah kebutuhan pokok. Realitasnya, sebagian masyarakat menjadikannya sebagai kebutuhan pokok. Walaupun ditawarkan dengan harga selangit, mereka tetap berusaha untuk bisa memilikinya. Dalam teori ekonomi, harga sebuah barang atau jasa ditentukan oleh beberapa faktor, dan salah satunya adalah kegunaannya. Bila sebuah barang atau jasa memiliki tingkat kemanfaatan tinggi bagi seseorang maka harga yang tinggi itu tidak akan dirasakan atau dianggap mahal. Sebaliknya, bagi sebagian orang yang menganggap bahwa barang atau jasa itu tidak memiliki kegunaan pokok bagi dirinya maka harga berapa pun akan dianggap irasional. Begitu pula batu akik, sebagian orang yang memersepsikan sebagai perhiasan maka harga mahal itu dirasakan sebagai harga irasional.

Mereka akan berpikir mengapa uang begitu banyak hanya untuk menebus perhiasan yang tingkat utilitas dasarnya tidak bisa menopang kebutuhan hidup dasar. Perilaku sebagian masyarakat yang ”tiba-tiba” menggemari batu akik menunjukkan fenomena psikologis tertentu. Realitas itu jamak disebut perilaku massal atau perilaku kerumunan, yang dalam terminologi ilmu keperilakuan biasa disebut herding behavior. Individu cenderung mengikuti apa yang saat ini sedang dilakukan banyak orang di sekitarnya.

Mereka meniru perilaku tersebut dengan berbagai alasan, salah satunya wujud eksistensi diri. Self-existence ini bisa diterjemahkan sebagai salah satu bentuk motivasi individu untuk jadi bagian dari sebuah kerumunan atau sekumpulan individu yang lain. Sayang, keputusan berperilaku seperti itu lebih mendasarkan pada pertimbangan kurang rasional. Pola ikut-ikutan itu kerap berakhir pada tindakan ekonomi yang kurang rasional pula.

Berbeda halnya dari individu yang mempelajari kegiatan atau aktivitas tersebut sebagai bagian dari pembentukan kompetensi diri mengingat keputusannya lebih mendasarkan pada sejumlah alasan yang lebih rasional. Dukungan Regulasi Dari sisi kegiatan ekonomi, keputusan untuk membeli komoditas itu akan memberikan peluang adanya loss profit dalam waktu singkat. Bisnis batu akik yang beberapa waktu lalu merebak diyakini memiliki keberlangsungan (durability) sangat singkat. Hal itu berbeda dari bisnis penciptaan barang atau jasa yang membutuhkan expertise kompleks. Produk yang berbasis sains dan teknologi dengan tingkat kemanfaatan lebih luas, semisal alat-alat kesehatan, teknologi informasi, atau transportasi massal yang ramah lingkungan diyakini lebih mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan lebih tinggi sehingga keberlangsungannya pun akan lebih panjang. Bisnis yang bersifat instan seringkali kurang memikirkan value kemaslahatan dan kegunaan bagi umat secara lebih luas.

Yang terjadi pada akhirnya hanyalah aliran uang dari sebagian masyarakat yang menyediakan barang itu kepada masyarakat yang membutuhkan barang tersebut. Itu pun berlangsung dalam waktu relatif singkat. Pemerintah perlu menggariskan berapa kebijakan supaya bisnis-bisnis instan tersebut bisa menjadi aktivitas ekonomi yang memiliki kegunaan luas dan lebih terjamin keberlangsungannya? 

Pertama; penguatan kebijakan ekonomi dan perindustrian di bidang itu. Batu akik merupakan bagian dari industri ekonomi kreatif. Banyak pihak terlibat, mulai dari pencari batu, ahli perbatuan, pengasah, desainer perhiasan, pembuat mesin, sampai penjual. Terlebih negeri ini kaya akan ”bahan bakunya”. 

Kedua; ketersediaan sistem rantai pasok. Bila pemerintah mempunyai aturan main yang jelas dan infrastruktur nonfisik memadai maka bisnis dalam bidang itu dapat menjadi salah satu penopang industri kreatif ekonomi. 

Ketiga; edukasi dan sosialisasi. Perlu secara intens mengedukasi dan menyosialisasikan kepada masyarakat untuk menentukan tiap keputusan perilaku ekonominya. Upaya itu akan mendorong mereka jadi bagian dari masyarakat cerdas, yang peduli pada kemaslahatan umat dan menghargai kekayaan alam di sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar