Selasa, 26 Mei 2015

Siapa Menghipnotis Anda?

Siapa Menghipnotis Anda?

AS Laksana ; Sastrawan, Pengarang, Kritikus Sastra
yang dikenal aktif menulis di berbagai media cetak nasional di Indonesia
JAWA POS, 25 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
ADA cerita lucu dari Richard Feynman (1918–1988), peraih Nobel Fisika pada 1965, tentang bagaimana kita secara melingkar-lingkar menyampaikan ketidaksanggupan kita untuk mengerjakan sesuatu. Ia menceritakan hal itu dalam sebuah fragmen di bukunya, Surely You’re Joking, Mr. Feynman! dan menggambarkan secara menarik melalui pengalaman sendiri, proses yang berlangsung di dalam pikiran.

Pada setiap Rabu di Princeton Graduate College, Amerika, ada kuliah umum dari pembicara tamu dan suatu saat seorang pembicara memberikan kuliah tentang puisi. Ia membawakan materi tentang struktur puisi dan emosi-emosi yang terkandung di dalamnya dan orang ini, tampaknya, gemar mencacah apa saja, termasuk puisi, ke dalam berbagai macam pengelompokan. ’’Tidak berbeda dengan matematika,’’ katanya. ’’Bukankah begitu, Dr Eisenhart?’’

Dr Eisenhart, dekan pascasarjana dan profesor matematika, melemparkan pertanyaan itu kepada Feynman. ’’Saya justru ingin tahu pendapat Feynman tentang puisi berkaitan dengan fisika teoretis,’’ ujarnya.

Menyambut lemparan tersebut, secara spontan Feynman mengatakan, ’’Ya, keduanya sangat berkaitan. Dalam fisika teoretis, kata sebanding dengan rumus matematika. Dan perumpamaan yang tepat bagi struktur puisi adalah kesalingterkaitan teoretis antara bla-bla-bla... dan apa saja.’’ Dan ia menyampaikan sebuah perumpamaan sempurna yang membuat mata pembicara tamu berbinar-binar bahagia.

Kemudiaan, ia melanjutkan lagi, ’’Sebenarnya, entah apa pun yang Anda bicarakan tentang puisi, saya akan bisa membuatkan perumpamaannya dengan sembarang hal. Persis yang saya sampaikan barusan tentang puisi dan fisika teoretis. Dan saya pikir perumpamaan semacam itu tidak ada faedahnya.’’

Pembicara pada Rabu yang lain adalah seorang profesor psikologi yang membawakan kuliah umum tentang hipnosis. Di aula tempat makan, dua pekan sebelum kuliah umum, Pak Dekan mengatakan bahwa profesor psikologi itu nanti memperagakan hipnosis dan ia memerlukan orang-orang yang bersedia menjadi subjek hipnosisnya. Feynman, dengan rasa ingin tahu yang berkobar-kobar terhadap banyak hal, mengajukan diri sebagai subjek. Ia ingin merasakan pengalaman dihipnotis.

Ada beberapa orang yang menyediakan diri dan Feynman mendapat giliran pertama untuk diuji apakah ia mudah menerima sugesti atau tidak. ’’Mata Anda tak bisa dibuka,’’ kata profesor itu kepadanya.

Feynman merasa pandangannya sedikit berkabut, tetapi ia yakin bisa membuka mata dengan mudah sekali. Meski demikian, ia tidak membuka mata. ’’Jadi, bagaimanapun, saya tidak bisa melakukan itu,’’ tulisnya. Dalam sesi pengujian itu, Pak Profesor menyimpulkan bahwa Feynman adalah subjek yang baik dan mudah dihipnotis.

Saat peragaan di depan forum, Feynman merasa menyadari semua sugesti yang diberikan kepadanya dan ia melakukan berbagai hal yang secara normal tidak bisa ia lakukan. Ketika mengakhiri peragaan itu, Pak Profesor mengatakan, ’’Saat kembali ke tempat duduk, Anda tidak berjalan lurus menuju ke sana, melainkan berjalan memutari ruangan ini untuk sampai ke kursi Anda.’’

Nah, ini sudah keterlaluan, pikir Feynman. Sekali itu ia membuat keputusan untuk tidak mengikuti apa yang disampaikan oleh sang hipnotis. Ia kemudian berjalan lurus menuju ke kursinya, emoh mengikuti kata-kata orang itu. namun, di tengah perjalanan ia merasa tidak enak dan kemudian memutuskan untuk mengambil jalan memutar sebagaimana yang dikatakan Pak Profesor.

Seperti Feynman dalam sesi hipnosis itu, kita juga sering merasa sanggup melakukan sesuatu, tetapi kita tidak mau melakukannya. Kita ingin menggeleng, tetapi kita justru menganggukkan kepala. Kita ingin melakukan satu hal, tetapi merasa tidak enak kepada orang lain. Apa nanti kata orang jika saya mengerjakan hal ini? Mungkin Anda juga seperti itu: menjadikan orang lain sebagai faktor penentu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Kasus-kasus semacam itu sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak menginginkan sesuatu yang tidak disetujui orang tuanya. Ia kemudian mengorbankan keinginan sendiri demi mengikuti kemauan orang tua. Atau, sebaliknya, orang tua menuruti saja kemauan si anak meskipun ia memiliki keinginan yang berbeda. Ada banyak kasus di seputar kita bahwa orang melakukan sesuatu bukan karena ia menginginkannya, melainkan karena orang-orang lain menginginkan ia melakukan hal itu.

Empat abad sebelum Masehi, Siddharta Gautama menyampaikan hal-hal mendasar mengenai pikiran. Bagi dia, pikiranlah yang membentuk manusia dengan segala macam perangainya. ’’Bukan lawan atau musuh yang mendorong manusia ke arah kejahatan,’’ katanya, ’’melainkan pikirannya sendiri.’’ Dengan memusatkan perhatian kepada pikiran, Gautama menyampaikan bahwa setiap orang adalah penentu bagi kesehatan dan rasa sakitnya sendiri.

Sekiranya Anda sedikit memahami hipnosis, Anda akan tahu bahwa situasi hipnotik bisa terjadi kapan saja, tidak perlu kita duduk di kursi dan tertidur mendengarkan seorang hipnotis menyampaikan sugesti-sugestinya kepada kita. Setiap ada satu pemikiran tertentu yang terus-menerus menguasai benak Anda, maka saat itu Anda terhipnotis. Dan dalam situasi hipnotik, apa-apa yang ada di dalam benak Anda, cepat atau lambat, akan mewujudkan diri menjadi kenyataan.

Mengikuti logika itu dan juga apa yang disampaikan Gautama bahwa manusia adalah apa yang ia pikirkan terus-menerus mengenai dirinya, maka jika Anda terus-menerus menyimpan pemikiran bahwa Anda orang yang celaka, cepat atau lambat Anda akan mewujudkan diri menjadi seperti itu. Jika Anda terus-menerus menyimpan pemikiran bahwa lingkungan di luar Anda dan kelompok adalah kaum yang sesat dan perlu diluruskan atau bahkan diberantas, cepat atau lambat Anda akan menjadikan diri Anda pemberantas kaum-kaum yang Anda anggap sesat.

Dalam percobaan yang dilakukan Feynman untuk menjadikan dirinya subjek hipnosis, kita mendapat pengetahuan yang membenarkan asumsi bahwa setiap hipnosis pada dasarnya adalah self-hypnosis. Feynman yakin bisa menolak semua sugesti yang disampaikan kepadanya. Tetapi, ia tetap melakukan apa yang diminta oleh orang yang menghipnotisnya. Dalam hal itu, Anda tahu, Feynman sendirilah yang mendorong dirinya agar mengikuti apa-apa yang disampaikan oleh hipnotis. Bahkan, pada sugesti terakhir, ketika sudah memutuskan secara tegas akan menolak permintaan sang hipnotis, ia kemudian merasa tidak enak dan akhirnya mengikuti saja permintaan orang itu.

Dalam pengalaman sehari-hari, orang yang menghipnotis Anda adalah tetangga kiri-kanan, teman-teman, atasan, kawan sepergaulan, pemimpin kelompok, dan sebagainya. Anda bisa melakukan apa yang Anda inginkan, tetapi Anda merasa tidak enak.

Anda bisa membuat perumpamaan tentang pikiran sebagai apa saja dan Feynman tentu bisa mengaitkan itu dengan fisika teoretis. Namun, ada satu perumpamaan yang saya selalu ingat, yakni pikiran kita sebagai sebuah lahan kosong. Anda adalah pemilik lahan itu. Namun, kalau Anda tidak merawat itu, orang-orang lain akan memanfaatkan lahan tersebut untuk kepentingan mereka. Mereka akan menggunakan lahan yang terbengkalai itu sebagai tempat pembuangan sampah. Di antara gundukan sampah, kita akan melihat rumput liar, ilalang, dan semak-semak tumbuh subur.

Anda bisa menjadikan lahan itu taman bunga hanya jika Anda menanaminya dengan benih bunga-bunga dan Anda rajin merawat serta menyirami tetanaman Anda. Anda harus menyiangi tanaman-tanaman gulma, Anda harus menjaga bunga-bunga dari hama dan gangguan-gangguan lainnya, dan itu semua memerlukan ketekunan dan kesabaran untuk merawatnya setiap hari.

Emile Coue, seorang terapis Prancis, menyodori kita sebuah prosedur yang bisa kita gunakan untuk merawat pikiran kita setiap hari sehingga ia menjadi taman bunga sebagaimana yang kita inginkan. Ia menyatakan, prosedurnya itu otosugesti dan sangat mudah dijalankan. Anda hanya perlu menanamkan pemikiran-pemikiran yang baik ke dalam kesadaran Anda setiap hari. Kalimat standar dalam otosugesti Coue adalah ’’setiap hari, aku menjadi makin sehat dalam segala hal.’’

Jika Anda tertarik mengerjakan prosedur ini dan mau melakukannya dengan ringan hati tidak peduli apa pun hasilnya, yang perlu Anda lakukan pada setiap malam menjelang tidur hanyalah mengingat satu hal, ’’O, saya perlu menanamkan kesadaran yang baik ke dalam benak saya.’’ Lalu, Anda mengulang-ulang tanpa bunyi kalimat Emile Coue, ’’Setiap hari aku menjadi semakin sehat dalam segala hal.’’ Dan Anda terus mengulang-ulang itu hingga Anda tertidur.

Begitupun saat Anda bangun tidur. Begitu membuka mata, Anda ingat lagi, ’’O, saya perlu menanamkan kesadaran yang baik ke dalam benak saya.’’ Dan, seperti pada malam menjelang tidur, Anda mengulang-ulang kalimat standar Emile Coue selama sepuluh sampai lima belas menit.

Anda tidak perlu melakukan apa-apa jika Anda tidak tertarik dan, pada kenyataannya, memang lebih mudah tidak melakukan apa-apa. Namun, jika Anda tidak menyugesti diri Anda sendiri, orang lain yang akan menyusupkan sugesti-sugesti mereka ke benak Anda. Mereka akan menjadikan Anda pembenci kaum lain, atau menjadikan Anda orang yang tidak pedulian, atau mendorong Anda menjadi orang yang ceriwis dan rajin mengomel, dan sebagainya. Anda mungkin bisa menolak sugesti-sugesti dari orang lain, tetapi Anda memilih mengikuti saja –dalam bahasa yang keartis-artisan: ’’Saya mengalir saja.’’

Sekiranya Anda seperti itu, Richard Feynman membuat kesimpulan yang menarik setelah pengalamannya dihipnotis. ’’Saya mendapati bahwa hipnosis adalah pengalaman yang sangat menyenangkan. Saya bisa melakukan sesuatu, tetapi saya tidak mau melakukannya. Itu adalah cara lain untuk menyampaikan bahwa kita tidak sanggup mengerjakan apa-apa yang kita inginkan,’’ tulisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar