Jumat, 29 Mei 2015

Pembubaran Petral

Pembubaran Petral

Marwan Batubara  ;  Direktur Eksekutif IRESS
KORAN SINDO, 28 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan bulan Mei 2015 ini Pertamina memulai proses penghentian kegiatan dan likuidasi Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) dan perusahaan yang ada dalam grup Petral (13/5/2015). Dwi mengatakan, pembubaran grup Petral akan didahului dengan uji tuntas keuangan dan legal serta audit investigasi yang segera dilakukan. Dengan pembubaran Petral maka kegiatan bisnis Petral menyangkut ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang akan sepenuhnya dijalankan Pertamina melalui integrated supply chain (ISC).

Sejak Januari 2015 ISC sudah mulai menggantikan peran Petral. Karena itu, bersamaan dengan program efisiensi lainnya, Pertamina berhasil melakukan efisiensi hingga USD22 juta. “Kami melihat bahwa peran Petral sudah tidak lagi signifikan dalam proses bisnis di Pertamina,” kata Dwi. Terkait proses likuidasi Petral, Dwi mengatakan sudah berkomunikasi dengan Dewan Komisaris (Dekom) Pertamina, dan telah mendapat dukungan. Sebelum pembubaran, Direksi Pertamina pun telah melapor dan mendapat dukungan kuasa pemegang saham, Menteri BUMN, Rini Mariani Soemarno.

Rini mengatakan pembubaran Petral diharapkan membuat kinerja perusahaan makin efisien dan bisnisnya makin besar. Rini mengaku mendapat pesan dari Presiden Joko Widodo agar audit investigasi dilakukan sebelum likuidasi, dengan target April 2016. Rini meminta transparansi proses audit atas Petral, Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) yang berkedudukan di Singapura, dan Zambesi Investments Limited (ZIL) yang bermarkas di Hong Kong.

Semula pembubaran grup Petral merupakan salah satu alternatif yang diusulkan Tim Reformasi Tata Kelola Migas, di samping alternatif lain berupa pembubaran Petral dan ZIL, dan mempertahankan PES. PES perlu dipertahankan karena dibutuhkan Pertamina sebagai trading arm untuk memasok kebutuhan minyak dan BBM Indonesia maupun bagi kebutuhan negara lain. Ternyata langkah yang diambil adalah membubarkan seluruh grup Petral, karena ingin mengakhiri berbagai persepsi negatif yang selama ini melekatpada Petral. Padahal, saat ini pun telah berkembang persepsi bahwa mafia minyak dapat berpindah ke perusahaan (trading arm) baru yang akan segera didirikan oleh Pertamina.

Selama ini Petral/PES disebut-sebut merupakan tempat bercokolnya mafia minyak yang berburu rente melalui KKN dalam bisnis minyak di Indonesia.
Pada saat kampanye Pilpres 2014-2019 tahun lalu tim sukses dan Jokowi-JK sendiri menyatakan akan membubarkan Petral jika menang pilpres. Pada akhir 2014 rencana pembubaran surut, terutama setelah adanya penjelasan manajemen Pertamina tentang peran positif yang dijalankan PES dalam perdagangan minyak dan BBM bagi Pertamina. Itulah sebabnya mengapa muncul alternatif kedua berupa pembubaran Petral dan penerusan operasi PES.

Manfaat PES

Dalam buku Transformasi Menuju World Class Energy Company Komisaris Utama (Komut) Pertamina Sugiharto menyatakan Petral memang banyak dicurigai sebagai sarang mafia, tetapi sekaligus dibutuhkan. Sejak 2012 hingga 2014, di samping sukses menjalankan fungsi memenuhi kebutuhan minyak mentah dan BBM Pertamina, PES berhasil meraih penghargaan “Top 1000 Companies Ranked by Sales” di Singapura pada urutan ke-15 pada 2011, ke-8 (2012), ke-6 (2013) dan ke-7 (2014). Pada 2013 Petral/PES berhasil mempertahankan status Global Trade Program, sehingga memperoleh insentif tarif corporate income tax sebesar 5% dibanding tarif yang berlaku sebesar 17%.

Dalam kondisi negara yang sudah menjadi negara net importir sejak 2004, kebutuhan minyak mentah dan BBM terus meningkat. Hal ini membuat Pertamina perlu mendekatkan diri dengan pasar guna memenuhi kebutuhan minyak nasional. Untuk itu Pertamina sangat tepat memanfaatkan PES sebagai trading arm yang berada di Singapura sebagai salah satu pusat perdagangan minyak dunia. Dengan kedudukan tersebut PES mampu mengakses sumber informasi, berperan sebagai trader dengan selain Pertamina, sekaligus berfungsi mencari sumber minyak dan BBM di pasar global sesuai konfigurasi kilang Pertamina.

Singapura dipilih sebagai basis lokasi PES karena merupakan pusat perdagangan barang dan jasa di Asia-Pasifik. Singapura tempat berkumpul para pemasok minyak mentah dan BBM, yang ditunjang lembaga keuangan, sarana penyimpanan, pelabuhan, legal system dan trustee yang andal dan kondusif. Tingkat suku bunga Singapura juga cukup rendah. Selain itu, Singapura menyediakan akses informasi harga secara online melalui “Platt Windows”, kemudahan menjalin jaringan dengan national oil companies (NOC), international oil companies (IOC), global trader, international blender, dll.

Dalam hal permodalan dan kebutuhan dana, Singapura berada pada posisi keempat terbaik di dunia sehingga mendukung kebutuhan pendanaan PES dalam membeli minyak periode harian, mingguan, enam bulanan atau tahunan. Singapura pun merupakan pasar terbesar untuk paper trading dalam rangka lindung nilai komoditas maupun mata uang. Adapun biaya LC per transaksi 1/36%, hanya setengah biaya LC Jakarta yang besarnya 1/18%. Dana yang dapat diutilisasiPESdari 18perbankan mencapai USD5,13 miliar.

Bubar Saja Tidak Cukup

Memperhatikan berbagai keuggulan yang dimiliki Singapura, sulit bagi Indonesia menyaingi Singapura dalam perdagangan minyak dan BBM. Sejalan dengan itu PES pun tampaknya layak dipertahankan. Namun, karena pemerintah menganggap masalah persepsi negatif tentang mafia dalam Petral dan PES perlu dihilangkan, serta kuatnya keinginan memberantas mafia tersebut, maka PES pun tetap akan dibubarkan. Meskipun untuk itu ada beberapa kerugian yang akan ditanggung seperti naiknya pajak perusahaan menjadi 17%, biaya pembubaran Petral sekitar USD70 juta, berkurangnya dukungan pendanaan, dll.

Kuatnya keinginan pemerintah untuk memberantas dan menghukum mafia minyak melalui audit investigatif dan due diligence aspek finansial dan legal grup Petral tentu pantas diapresiasi. Namun, proses tersebut harus dilakukan dengan transparan oleh lembaga terkait dan relevan, seperti BPK, BPKP dan auditor independen. Agar tidak seperti banyak hasil audit BPK yang dipetieskan selama ini, DPR dan publik perlu memantau dan menjamin agar seluruh temuan hasil audit berupa pelanggaran hukum maupun potensi kerugian negara harus benar-benar ditindaklanjuti. DPR, lembaga penegak hukum dan publik harus mengamankan agar temuan audit tidak menjadi alat barter kasus.

Sambil menunggu proses investigasi dan audit Petral, sudah seharusnya pemerintah menerapkan prinsip good corporate governance (GCG) di ISC dan Pertamina secara menyeluruh. Jika ingin memberantas mafia, langkah yang diambil tidak cukup hanya dengan membubarkan Petral tanpa penegakan GCG. Buktinya, ISC toh masih sempat membeli minyak Sonangol yang bermasalah.
Bahkan lebih dari itu, pemerintah pun perlu segera menjadikan Pertamina sebagai non listed public company sebagaimana pernah digagas oleh Menteri BUMN 2004-2009 Sofyan Djalil dan Wapres 2004-2009 Jusuf Kalla. Guna perbaikan yang menyeluruh di Pertamina sebagai NOC Indonesia, maka sekaranglah saatnya gagasan tersebut diwujudkan.

Selain menumpas para koruptor yang bersarang di Petral, pemerintah pun seharusnya mengusut KKN yang terjadi di SKK Migas dan sektor hilir migas.
Berbagai kasus telah terungkap baik oleh BPK maupun dari persidangan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Sebenarnya dapat dikatakan dugaan korupsi dan adanya mafia tidak hanya terjadi di Petral, tetapi hampir di seluruh lini sektor migas nasional. Oleh sebab itu, sudah selayaknya pemerintah tidak membatasi diri hanya mengusut kasus Petral, tetapi juga kasus-kasus lain yang terjadi di KESDM, BP/SKK Migas, BPH Migas, dll. Bukti-bukti awal untuk itu pun telah tersedia. Untuk itu pemerintah perlu melakukan investigasi menyeluruh dengan mengerahkan aparat penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung, serta bekerja sama pula dengan KPK, BPK, dll. Sejalan dengan itu, perlu dilakukan perbaikan tata kelola dengan segera menegakkan prinsip GCG di BUMN, SKK Migas dan KESDM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar