Sektor Pangan Jelang Krisis
Atang Trisnanto ; Direktur Eksekutif National Food Security
Studies (Nafis)
|
KORAN
SINDO, 01 September 2015
Presiden Joko Widodo
sudah menempatkan target swasembada beberapa komoditas penting pangan sebagai
agenda penting pemerintahannya. Untuk mempertegas sasaran tersebut,
pemerintah hingga saat ini menutup opsi impor rapat-rapat atas sejumlah
komoditas pangan. Komitmen pemerintah menutup keran impor pangan diharapkan
dapat merangsang kemampuan swadaya bangsa demi meningkatkan produktivitasnya
dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Namun, perlu diingat,
kebijakan ini harus diikuti dengan kalkulasi yang cermat, program terukur,
serta realisasi kebijakan yang tepat. Kenapa? Karena, jika pemerintah kurang
tepat mengelola stok pangan nasional, yang terjadi adalah keributan pasar dan
inflasi yang tinggi. Dari sisi produksi, langkah prioritas dalam perbaikan
dan penyediaan infrastruktur pertanian sudah tepat. Tapi, itu belum cukup.
Banyak hal yang
menjadi faktor penentu produksi pangan. Perlu ada perbaikan sistem
perbenihan, aplikasi massal teknologi budi daya pertanian, penguatan
kelembagaan petani, dan sistem pembiayaan pertanian. Itu baru dari lini
produksi. Belum lagi masalah kronis dalam mekanisme pasar pangan yang
terbukti kerap bikin masalah.
Sebagai contoh dari
buruknya sistem pasar pangan, tengoklah fluktuasi tajam harga-harga komoditas
pangan akhir-akhir ini. Dimulai dari gejolak harga beras pada minggu ketiga
Februari 2015–yang mencapai 30%–tertinggi sepanjang sejarah reformasi.
Disusul kenaikan harga bawang merah dan cabai pada Juni, harga daging sapi
pada Juli– Agustus, terakhir kenaikan harga daging ayam dan telur pada
Agustus. Harga daging ayam mencapai Rp45.000 dari semula Rp26.000. Harga
daging sapi menjadi Rp140.000 dari semula Rp90.000.
Padahal, belum genap
setahun pemerintahan baru bekerja. Lantas, bagaimana proyeksi harga pangan
menjelang krisis ekonomi ke depan? Fakta bahwa hanya dalam kurun waktu enam
bulan terjadi kenaikan tajam di beberapa ha rga komoditas pangan utama menjadi
indikasi bahwa sistem manajemen stok pangan nasional perlu diperbaiki.
Mekanisme pasar pangan
beberapa komoditas jelas menyisakan sistem oligopoli dan membuat pasar tidak
berjalan baik. Kendati produksi tidak mengkhawatirkan, situasi pasar tetap
mencemaskan. Ada beberapa pemain besar yang dapat men-drive pasar dan berlaku sebagai price maker. Ini akan semakin menjadi-jadi jika manajemen stok
pangan nasional turut amburadul. Ketidakakuratan dalam perhitungan angka
produksi dan konsumsi akan menimbulkan ketidakseimbangan supply-demand.
Ketidakmampuan
mengalkulasi peta produksi dan pengelolaan jalur distribusi akan menghambat
suplai barang ke pasar. Dengan kelemahan tersebut, pemain besar yang memiliki
infrastruktur memadai akan semakin mudah menentukan harga dan stok pangan di
pasar. Jika ini berlangsung terus, gap antara harga pangan di petani dan
pasar bakal kian timpang. Petani tidak mendapatkan insentif karena harga yang
mereka terima rendah, sedangkan masyarakat luas sebagai konsumen harus membayar
dengan harga tinggi.
Dalam situasi
menjelang krisis– tercermin dari kenaikan dolar yang menembus Rp14.000–hampir
dapat dipastikan bahwa pasar pangan domestik pun akan semakin berat ujiannya.
Belum lagi musim kering yang panjang di berbagai daerah di Indonesia. Namun,
apa pun kondisinya, pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini tidak boleh
menyerah.
Mungkin sudah agak
terlambat kita mengantisipasi krisis, namun tidak ada salahnya
kitakembalimemasang kuda-kuda dan merancang kebijakan yang tepat dari
sekarang. Ingat, pertanian adalah sektor yang dapat bertahan dan diandalkan
ketika krisis 1998. Nah, kali ini ada beberapa hal bisa kita lakukan:
Pertama, segera petakanwilayah lahan atau sawah yang terdampak kekeringan.
Buat kodifikasinya.
Segera implementasikan
upaya hujan buatan untuk daerah-daerah yang kemungkinan kehilangan produksi
tertinggi. Salurkan segera pompa air ke berbagai wilayah untuk mengurangi
dampak yang terlalu luas. Kedua, pastikan bahwa seluruh petani bisa
berproduksi. Artinya, ketersediaan benih unggul harus disiapkan,
ketidakmampuan menggarap lahan akibat kekurangan modal ditutupi dengan
bantuan perbankan, kekurangan sarana produksi harus dipenuhi.
Ketiga, beli komoditas
pangan utama petani dengan harga yang menguntungkan petani. Hal ini akan
meningkatkan stok Bulog sehingga psikologi pasar tidakterganggu. Selainitu,
harga tersebut juga akan menjadi insentif bagi petani yang terancam
turunproduksinya sehinggamasih dapat digunakan sebagai modal untuk musim
tanam berikutnya.
Untuk itu, ubah aturan
HPP dan segera anggarkan khusus untuk penyerapan total produk pangan petani.
Keempat, segera revisi mata anggaran yang kurang penting menjadi pembangunan
infrastruktur irigasi yang dapat diandalkan jika musim kering terjadi.
Infrastruktur irigasi ini bisa berupa dam parit, embung, long storage, sumur dangkal (sumur pantek), dan sumur dalam.
Kelima, benahi rantai pasok
(supply chain) dengan memperbaiki
jalur distribusi, penyiapan angkutan distribusi, dan pengamanan jalur
distribusi. Selama ini sistem rantai pasok pangan masih amburadul dan
mendatangkan biaya tinggi. Keenam, aktifkan satgas khusus pangan untuk monitoring
penyerapan produk pangan petani dan pengawasan mekanisme pasar pangan.
Para pengambil rente
yang memanfaatkan kesempatan dengan cara menahan suplai perlu mendapat
tindakan hukum yang tegas. Ketujuh, kalkulasikan dengan cermat kebutuhan supply and demand komoditas penting.
Jika tidak mencukupi, segera lakukan proses G to G importasi melalui
instrumen yang dimiliki pemerintah.
Dalam jangka menengah,
pemerintah harus mulai menyiapkan sistem budi daya padi hemat air,
pengembangan dan penyiapan benih pangan tahan kekeringan. Pemerintah juga
perlu memperbaiki jaringan irigasi primer sampai tersier yang terintegrasi
antarkementerian serta mengendalikan pasar pangan. Bila langkah-langkah
tersebut serius digarap pemerintah, setidaknya akan meringankan dampak yang
lebih besar pada masa krisis.
Dengan segala power
yang dimilikinya, pemerintah tidak boleh kalah oleh pasar. Ini pertarungan
terhormat karena pemerintah bertarung untuk rakyat dan bangsanya. Kecuali,
kalau ada niat untuk bertarung demi yang lain. Selamat bekerja Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar