Kebangkitan
Industri Nasional
Firmanzah ; Staf
Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 31 Maret 2014
Ekonomi
dunia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami perlambatan dan
dirasakan banyak negara. Dampak dari krisis utang Eropa dan pengurangan
stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) berpengaruh cukup luas terhadap
kinerja ekonomi di banyak negara, tidak hanya negara maju tetapi juga emerging-economies.
Dampak
yang cukup terasa adalah penurunan pasar ekspor global dan berdampak pada
penurunan kinerja manufaktur di banyak negara. Termasuk di banyak negara
Eropa, China, Jepang, dan India. Rilis data manufaktur negara China, Jerman,
AS, dan Uni Eropa menunjukkan tren memburuk. Data purchasing managers index (PMI) China yang dikeluarkan HSBC Holdings Plc dan Markit Economics turun ke 48,1 di
bulan Maret atau turun dari 48,5 di bulan Februari. Begitu pula dengan indeks
manufaktur Jerman bergerak turun ke 53,8 di bulan Maret atau turun dari 54,8
pada bulan Februari.
Sementara
hal yang sama terjadi dengan aktivitas manufaktur AS yang juga turun menjadi
55,5 pada bulan Maret dari 57,1 pada bulan sebelumnya. Hal berbeda
ditunjukkan ekonomi Indonesia selama tiga tahun terakhir dari 2011, 2012, dan
2013. Sektor industri nonmigas nasional semakin menegaskan arti strategis bagi
perekonomian nasional. Hal ini tecermin dari sejumlah indikator: pertama,
dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan industri nonmigas lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan PDB nasional. Pada tahun 2011, industri nonmigas tumbuh
6,74% lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan produk domestik bruto
(PDB) nasional sebesar 6,49%.
Pada
2012, industri nonmigas tumbuh 6,42%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB
nasional sebesar 6,26% dan pada 2013, pertumbuhan ekonomi nonmigas tumbuh sebesar
6,1%, sementara PDB tumbuh 5,78%. Kedua, penyerapan tenaga kerja di sektor
industri nonmigas juga terus meningkat, yaitu pada 2005 sebesar 11,84 juta
tenaga kerja sampai akhir 2013 meningkat 20% dan menjadi lebih dari 14,81
juta tenaga kerja. Ketiga, dari sisi nilai ekspor sektor industri nonmigas
juga mengalami peningkatan tajam lebih dari 50% dari tahun 2005 yang senilai
USD55,57 miliar menjadi lebih dari USD113 miliar.
Keempat,
dari sisi investasi, terjadi peningkatan tajam investasi di sektor industri
nonmigas baik PMDN maupun PMA dari tahun 2005 hingga 2013. Pada 2005, nilai
investasi PMDN sebesar Rp20,99triliunmeningkatmenjadi lebih dari Rp 51
triliun pada 2013. Sementara nilai investasi PMA pada 2005 hanya berkisar
USD3,5 miliar, meningkat tajam sebesar USD15,86 miliar. Kelima, tidak hanya
di sektor industri besar, untukindustrikecildan menengah (IKM) juga
menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Pada 2010, terdapat 2,75
unit usaha IKM dan pada 2013 diperkirakan unit usaha IKM meningkat mencapai
lebih dari 3,49 juta.
Tren
peningkatan pertumbuhan industri nonmigas terjadi pada periode 2009–2011.
Pada 2009, pertumbuhan industri nonmigas hanya sebesar 2,56% meningkat tajam
menjadi 6,74% pada 2011. Bahkan untuk sektor industri automotif, Indonesia
dianggap sebagai negara yang akan menjadi basis produksi industri automotif
kawasan Asia-Pasifik. Beberapa faktor menjelaskan mengapa sektor industri nonmigas
nasional menunjukkan kebangkitan akhir-akhir ini: pertama, stabilitas
politik, keamanan, dan ketertiban nasional yang semakin kondusif pasca-Pemilu
2009.
Indonesia
mampu mengawal transisi demokrasi pascareformasi secara aman, damai dengan
stabil. Kedua, fundamental ekonomi yang semakin baik dan masuknya Indonesia
dalam investment-grade turut mendorong semakin besarnya minat berinvestasi di
Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Ketiga, daya beli masyarakat yang
terjaga serta kemampuan Indonesia dalam mengelola inflasi semakin baik.
Besarnya ekonomi domestik menjadi faktor penarik bagi kebangkitan industri
manufaktur nasional. Keempat, hadirnya MP3EI turut memberikan andil
signifikan bagi investor baik dalam negeri (BUMN dan swasta) maupun asing untuk
ikut membangun infrastruktur dan sektor riil di tanah air.
Kelima,
komitmennasional dalam hal industrialisasi dan hilirisasi juga membuat
semakin derasnya investasi di sektor nonmigas. Keenam, semakin membesarnya
ruang fiskal yang tecermin pada peningkatan anggaran belanja negara dalam
APBN turut memberikan andil bagi berkembangnya sejumlah industri strategis
nasional seperti PT Pindad, PTPAL, PT Dirgantara Indonesia. Semakin
berkembangnya industri-industri strategis nasional akan menarik industri
terkait dalam mata rantai produksi.
Komitmen
pembangunan industrialisasi yang tertuang dalam tentang Kebijakan Industri
Nasional (KIN) tentunya merupakan basis pembangunan industri nasional. Untuk
mengejawantahkan kebijakan industri nasional tersebut, Kementerian
Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan pembangunan industri. Pertama,
melalui pendekatan top-down dengan
pengembangan 35 kluster industri prioritas yang direncanakan dari pusat (by design). Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi
inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah masing-masing.
Melalui
kebijakan industrialisasi dan hilirisasi, industri nasional akan terus
meningkat dan menjadi salah satu lokomotif perekonomian nasional melalui
meningkatnya nilai tambah industri, meningkatnya penguasaan pasar dalam dan
luar negeri, meningkatnya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri
yang hemat energi dan ramah lingkungan, menguatnya struktur industri,
peningkatan persebaran pembangunan industri, dan meningkatnya peran industri
kecil dan menengah terhadap PDB.
Tren
positif dengan outlook stabil serta menjanjikan mendorong sektor industri
nonmigas (manufaktur) nasional untuk terus menguat seiring sejumlah reformasi
struktural yang sedang berlangsung. Dengan mempertahankan tren positif seperti
ini, saya percaya tidak dalam waktu yang lama, Indonesia akan menjadi negara
dengan ekonomi berbasis industri yang terkemuka di kawasan Asia-Pasifik. ●
|