Gayus
Putu Setia ;
Pengarang; Wartawan Senior Tempo
|
TEMPO.CO,
27 September 2015
Gayus Tambunan adalah orang yang cerdas. Kalau
tidak, bagaimana mungkin mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal
Pajak ini bisa sekaya itu. Puluhan miliar rupiah diraihnya dalam usia yang
belum 34 tahun, memanfaatkan jabatannya yang tak begitu tinggi.
Tapi Gayus yang cerdas dan kaya ini akhirnya
dihukum 30 tahun penjara. Orang yang tak mengikuti kisah perjalanan koruptor
ini bisa ikut heran, karena biasanya hukuman tertinggi itu mati, di bawahnya
seumur hidup, lalu 20 tahun. Lha, kok ada yang aneh, 30 tahun?
Tentu perlu dijelaskan bahwa hukuman 30 tahun
itu adalah gabungan dari empat jenis perkara. Gayus dihukum 12 tahun penjara
untuk kasus korupsi pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo, 8 tahun penjara
untuk kasus penggelapan pajak PT Megah Citra Raya, 2 tahun penjara untuk
kasus pemalsuan paspor, serta 8 tahun penjara untuk kasus penerimaan
gratifikasi terkait dengan pengurusan pajak dan tindak pidana pencucian uang.
Karena berlaku prinsip "koruptor adalah manusia juga" dan
"terpidana berhak atas remisi", agaknya Gayus hanya menghuni
penjara 20 tahun. Itu pun terlalu lama, karena ada lagi kebijakan
"asimilasi" dan satu lagi "bebas bersyarat". Dalam usia 50
tahun atau lebih sedikit, jauh dari renta, Gayus akan bisa bebas di luar
penjara dan menikmati kekayaannya.
Masa hukuman itu tetap panjang, tapi Gayus
orang cerdas. Ia tahu caranya berada di luar penjara, sesekali. Ia punya
uang. Ketika berada dalam rumah tahanan Brimob di Kelapa Dua, Bogor, Gayus
Tambunan bisa pelesir ke luar negeri dan pulang dengan aman-aman saja. Lalu
sempat pula menonton pertandingan tenis di Nusa Dua, Bali, tontonan untuk
orang-orang bergengsi.
Berada di Penjara Sukamiskin, Bandung, Gayus pun konon
suka tidur di luar bui, karena istrinya menyewa rumah tak jauh dari penjara.
"Pengamanan" untuk Gayus hanya diperketat ketika ulahnya diramaikan
media massa.
Baru saja Gayus bikin heboh lagi. Fotonya
muncul di media sosial saat makan di sebuah restoran di Jakarta. Jauh sekali
makannya, seperti tak ada restoran enak di Bandung. Bukan itu soalnya. Gayus
rindu Jakarta. Alasan keluar penjara pun resmi, yakni menghadiri kasus
gugatan cerai dari istrinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sang istri
mengaku "tak cocok" lagi berumah tangga dengan Gayus. Ah, apa benar
begitu, bukankah sang istri rajin ke Sukamiskin dan bukankah Gayus sayang
istri dan memajang foto-foto keluarga di sel yang dihuninya sendiri itu?
Dengan gugatan cerai ini, sudah pasti Gayus akan sering ke Jakarta karena
sidang perceraian bisa berlama-lama.
Tapi kenapa Gayus mau dipotret saat makan di
restoran dengan handphone milik "kawan wanitanya" dan seolah-olah
tak tahu kalau foto itu diunggah ke media sosial? Hanya Gayus yang tahu, tapi
dia kan orang cerdas. Mungkin dia sudah bosan dengan lingkungan Sukamiskin
atau istrinya merasa terlalu jauh pergi ke Bandung. Kalau ini siasat jitu
Gayus, maka maksudnya terkabul. Ia langsung dipindahkan ke Lembaga
Pemasyarakatan Kelas III Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Dia ditempatkan di
blok A sebuah kamar yang teorinya untuk tiga napi, tapi nyatanya dia
sendirian. Penjara ini akan ditambah 32 petugas lagi dan dipasang 40 CCTV di
setiap sudut. Juga dipasang signal jammer, entah bagaimana alat ini bekerja.
Gayus diharapkan tak bisa berkutik, tapi untuk berapa lama? Uangnya masih
banyak dan dia orang cerdas.
Begitu sulitkah menyita seluruh kekayaan
Gayus? Atau Gayus diperlukan untuk menguji sejauh mana daya tahan petugas
penjara menghadapi sogokan? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar