Parpol
untuk Siapa?
Komaruddin
Hidayat ; Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 28 Februari 2014
Partai
politik atau parpol adalah prasyarat bagi sebuah negara yang menganut sistem
demokrasi. Karenanya, secara normatifteoretis kita tidak boleh anti dan
alergi terhadap parpol.
Ini
karena pada dasarnya, dan pada mulanya, parpol didirikan untuk menyalurkan
aspirasi rakyat dan memilih putra-putri bangsa terbaik untuk duduk di lembaga
perwakilan rakyat serta memilih presiden dan wakil presiden. Jadi, betapa
vital dan berkuasanya parpol bagi negara yang menganut sistem demokrasi
seperti Indonesia. Namun, pada kenyataannya pelaksanaan demokrasi yang sehat
serta membangun parpol yang berkualitas tidaklah mudah.
Demokrasi
dan parpol itu indah dibicarakan di ruang kuliah. Namun, yang kadang terjadi
bukannya parpol memberikan kontribusi terbaik pada negara dari sisi program
dan kader-kadernya, melainkan beberapa oknum dan elite parpol telah menjadi
benalu, bahkan membajak kedaulatan dan kepentingan negara yang kemudian
terbelokkan untuk melayani kepentingan dan selera dirinya. Kalau ditanya dan
ditelusuri apa dan siapa yang ada dalam ”perut” parpol, jawabannya tidak
selalu meyakinkan.
Benarkah
parpol-parpol yang ada itu tempat berhimpunnya para pejuang kebangsaan dan
pelayan rakyat yang merupakan putra-putri terbaik bangsa? Benarkah cita-cita
dan kiprah parpol itu melebur ke dalam spirit dan citacita kemerdekaan yang
bertujuan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat? Saya khawatir
semangat dan kultur yang tumbuh dalam parpol disusupi oleh kepentingan
kelompok, keluarga dan jejaring bisnis yang hanya ingin mendapatkan
perlindungan dan fasilitas negara dengan label demokrasi.
Ada
juga indikasi mereka yang aktif di parpol dan berjuang untuk lolos di kursi
DPR lebih didorong untuk mencari pekerjaan baru dengan penghasilan lebih
besar serta bergengsi ketimbang yang sudah dijalani selama ini. Maaf, tentu
saja tidak semua seperti itu. Kita tidak boleh melakukan generalisasi. Tetapi
melihat pengalaman yang sudah-sudah dan mencermati daftar calon legislatif
yang ada, terdapat beberapa nama yang sungguh kurang layak memerankan posisi
wakil rakyat, sementara kondisi bangsa dan rakyat memerlukan perbaikan dan
terobosan segera secara cerdas, konseptual, dan strategis.
Kita
ingin mengakhiri keluh-kesah akibat pemerintahan yang tidak efektif namun
menelan ongkos sosial dan materi yang amat mahal dengan menampilkan para
wakil rakyat yang berkualitas dan kredibel dan pemerintahan yang baru nanti.
Yang muncul ke permukaan, seakan negara ini dikuasai jejaring parpol,
sementara kepercayaan rakyat pada parpol kian turun. Wajah dan retorika
parpol muncul di mana-mana, memenuhiruangpublik. Namun, benarkah rakyat
merasa terwakili oleh tokoh-tokoh dan sepak terjang parpol selama ini?
Kalau
tidak, parpol yang tengah jungkir balik merayu dukungan dan simpati rakyat
itu sesungguhnya untuk apa dan siapa? Yang perlu dipertimbangkan, banyak
orang pintar, baik, dan sudah berkeringat melayani rakyat, tetapi tidak
disenangi parpol, karena semata mereka itu bukan aktivis parpol dan ide serta
kiprahnya dianggap tidak sejalan dengan elite-elite parpol. Ada juga bupati
atau wali kota yang prorakyat namun menolak pesanan parpol, lalu kinerja
mereka malah diganggu dan diganjal.
Di
sinilah kita dihadapkan pada dilema antara parpol sebagai sebuah keharusan
dalam berdemokrasi, di sisi lain kualitas parpol dan praktik berdemokrasi
masih sebatas formalisme-prosedural, jauh dari substansi dan fungsi yang
sama-sama kita dambakan. Sedemikian runyam dan busukkah kondisi parpol? Amati
saja berbagai hasil survei dan pemberitaan kehidupan parpol yang hampir
setiap hari kita baca beritanya. Bahkan kita juga bergaul langsung dengan
mereka.
Yang
pasti, demokrasi, pilkada, dan pemilu tidak mungkin tanpa parpol. Namun
banyak pilkada yang hasilnya mengecewakan. Jika program, kualitas kader, dan
pengurus sebuah parpol tidak paham, tidak setia dan tidak mau lebur ke dalam
spirit dan agenda bangsa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, rasanya
parpol seperti itu lebih baik bubar saja. Secara moralmereka itutidak sah
untuk hidup. Mereka hanya akan jadi benalu demokrasi. Mereka hanya sibuk dan
heboh memperjuangkandirinya, pengurusnya, dan keluarganya.
Triliunan
uang negara dibelanjakan untuk biaya politik, namun tidak seimbang hasil yang
diraihnya. Panggung bangsa dan negara silakan diperebutkan oleh para politisi
untuk membentuk dan menjalankan pemerintahan. Tetapi program dan target yang
telah dijanjikan pada rakyat mestilah dipenuhi. Jangan malah saling jegal dan
sandera di antara sesama parpol yang berakibat merugikan rakyat banyak. Enough is enough.
Mari
Pemilu 2014 ini kita jadikan momentum dan garis demarkasi untuk berpikir
lebih rasional dan bekerja keras dengan menempatkan kepentingan bangsa dan
rakyat di atas kepentingan parpol. Ajaklah putra-putri bangsa terbaik yang
sudah teruji dan punya prestasi diajak bersama-sama memperbaiki kehidupan
bernegara yang kedodoran ini, sekalipun mereka itu berada di luar jejaring
parpol. ●
|