Generasi Televisi Baru
Garin Nugroho ; Penulis Kolom “Udar Rasa” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
20 September 2015
Salah satu ciri dari
industri televisi adalah lahirnya genius-genius televisi, yang tidak banyak
mendapat catatan tersendiri mengingat peran industri televisi swasta yang
penuh paradoks. Catatan ini penting mengingat industri televisi memasuki
pasca seperempat abad. Salah satu genius televisi adalah Wishnutama, Direktur
Net Televisi. Catatan kariernya, paling mencolok adalah kemampuan membangun
program di Trans TV ataupun Trans 7 lewat program populer, seperti Opera Van Java, Empat Mata, hingga Extravaganza. Kini, lewat Net Televisi
melahirkan program populer, seperti Tetangga
Masa Gitu? hingga Ini Talk Show.
Menjadi genius
televisi adalah makhluk paling dicari saat ini mengingat Indonesia adalah
masyarakat televisi itu sendiri. Artinya, alfabet dan tata bahasa bangsa ini
adalah televisi. Inilah sebuah bangsa yang melompat dari tradisi lisan dengan
visual wayang beber dan wayang kulit menjadi tradisi lisan dengan bahasa
visual televisi, tanpa melewati tradisi menulis dan membaca yang kuat. Sebuah
lompatan yang melahirkan guncangan sekaligus tuntutan ciri-ciri baru industri
hiburan, yang pasti berbeda dengan industri televisi Amerika dan Eropa yang
memiliki sejarah linier dari lisan, tertulis, hingga industri televisi.
Oleh karena itu,
membaca kesuksesan program Net Televisi, terdapat ramuan khas gabungan antara
konsep-konsep televisi Amerika dan unsur kelokalan yang unik serta perubahan
hiburan industri hiburan Asia. Yang harus dicatat, industri televisi swasta
yang telah berusia lebih dari seperempat abad menuntut transformasi yang
kompetitif terus-menerus pada konsep, formula, dan peran. Pada momentum ini,
kegeniusan itu terbaca seiring dengan bertumbuhnya kelas menengah baru dan
generasi televisi baru.
Simak seri Tetangga Masa Gitu? Net Televisi.
Program ini memenuhi syarat teoretik komedi situasi yang dibawa dalam
televisi dunia. Yakni, pertama setiap seri dibangun dari persoalan dengan ide
kecil (misal soal lemari es) dan dibawa oleh tokoh-tokohnya dalam hubungan
unik dua tetangga. Program ini menjadi sukses dengan dipenuhinya syarat kedua
komedi situasi, yakni ensambel pemain yang saling mengisi dengan karakter
masing-masing yang kuat dan unik dalam gabungan kegantengan dan kecantikan
dalam porsi yang tepat.
Atau simak program Ini Talk Show. Program ini representasi
kultur spin off industri televisi, yakni mengelola sumber kepopuleran tokoh
dan formula televisi sebelumnya, yakni lewat sosok Sule dan Andre, kemudian
diramu dalam ensambel baru tokoh populer di tiap babak lewat kehadiran Bolot
dan kawan-kawan. Bisa diduga, program ini adalah ramuan beragam karakter
populer sekaligus baru dengan beragam pasar serta penggemar.
Jangan lupa, televisi
adalah sebuah medium yang dibangun oleh karakter, baik dalam program hiburan,
talkshow, maupun berita. Ingatan pada karakter yang tampil menjadi bagian
penting industri televisi. Program ini juga menunjukkan bahwa setiap program
menuntut konsep yang memberi nilai tambah baru, simak persoalan-persoalan
yang hadir lewat tokoh Bolot dan kawan-kawan dalam sebuah konsep talkshow.
Simak komedi situasi
lain di NET, meski konsep tampak bagus, sering terasa gagal karena tidak
munculnya ensambel pemain yang kuat ataupun akting pemain yang tepat untuk
televisi hingga nilai tambah yang diperlukan generasi penonton televisi baru,
contoh khusus gagapnya program Kelas Internasional hingga Stereo.
Catatan di atas
menunjukkan bahwa setiap periode sejarah pertumbuhan televisi senantiasa
melahirkan paradoks. Yakni, paradoks kegagapan mengadaptasi ide-ide hiburan
global ke lokal versus kegeniusan para penggagas, atau paradoks antara
ide-ide baru dan langkanya sumber daya manusia yang mampu dengan cepat dan
terus-menerus mengembangkan ide mengikuti kompetisi industri televisi tiap
detiknya, atau juga paradoks antara upaya menjadikan televisi masa kini dan
ketimpangan selera yang kompleks pada penonton, antara menumbuhkan kelas baru
yang lebih berselera seiring tumbuhnya kelas menengah baru dengan makin
dangkalnya selera serba massa.
Yang harus
digarisbawahi, pasca seperempat abad televisi, meski lahir genius-genius
televisi, genius ini kehilangan partner pertumbuhan, yakni hilangnya kultur
kritik televisi dan lahirnya pengamat-pengamat televisi baru dalam peran baru
televisi setelah 25 tahun. Tanpa mereka, televisi kehilangan catatan sejarahnya.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar