Wawancara
Imajiner dengan Christianto Wibisono Astrid Wibisono ; Anak Christianto Wibisono, Managing Director Pusat Data Bisnis Indonesia |
WATYUTINK, 29 Juli 2021
Dari balcony Kempinski
Residence, Bundaran HI Jakarta di mana Christianto Wibisono biasa berdialog
dengan Bung Karno saya Astrid Wibisono memulai wawancara perdana ini: Astrid Wibisono (AW): Hi Dad, it’s only been a week since you
left. How you doin’ up there? Christianto Wibisono Alm.
(CW): Hi Tid, ya papi masih
lihat-lihat di sini sambil memantau situasi Jakarta. Baru seminggu sudah
heboh donasi 2T Akidi Tio. AW: Betul. Papi up to date amat, sudah tau aja. By the way, siapa sih itu? Banyak yang
nanya. CW: Ya memang misterius
itu, namanya belum pernah muncul dalam daftar Konglomerat atau pembayar pajak
terbesar. Yang lebih penting justru bukan siapa dia, tapi bagaimana dana 2T
itu sukses disalurkan tepat sasaran. Harus ada sinergi terintegrasi antar
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk penanggulangan COVID terutama
di area epicenter pandemi. Mungkin bisa dibentuk
Trust Nasional Pemberdayaan Dana Covid (TNDC) di mana seluruh dana yang
terkumpulkan baik dari donasi maupun lainnya, dimanage secara keseluruhan
dengan anggaran khusus, bukan hanya untuk mengatasi COVID sementara waktu
tapi di masa depan berdwifungsi sebagai crisis
management tool sekaligus capital
expenditure. Jadi tidak setiap kali si
A sumbang sekian untuk spending X,
si B sumbang lagi sekian untuk spending
Y, tapi semua jalan sendiri-sendiri dan akhirnya dana habis untuk expenses dan tidak ada preventive & lucrative long term
healthcare masterplan. Kita harus bentuk formula antisipasi krisis, COVID
ini kan pertama beredar sudah dari akhir 2019, jangan tunggu darurat baru
kelabakan. AW: Kita sampai langsung
turun kelas lho Dad, di World Bank sekarang Indonesia jadi negara penghasilan
menengah bawah. Gimana cara ini untuk upgrade? CW: Ya justru itu kalau
mau reposisi harus all-out. Selain
TNDC kita harus jeli memilah anggaran, memilih mana yang harus diprioritaskan
tidak hanya jangka pendek. Papi kan memang kalau bicara selalu long term. Kita harus sedia amunisi
budget untuk Minimum Essential Health
Protection, jangan hanya koleksi “Alutsista” (apalagi yang obsolete).
Sebagian anggaran alutsista ini baiknya dialihkan untuk riset rekayasa
rejuvenasi biomedical engineering.
Sudah waktunya dunia beranjak dari weapons
of mass destruction ke weapons of
mass protection. Perhatikan data budget spending negara-negara di dunia
untuk military vs. healthcare di
WIBK terakhir yang ditulis Senin 12 Juli, 4 hari sebelum masuk ICU: Indonesia
dan India ada di peringkat bottom 2
untuk healthcare spending. Lantas
keduanya jadi Top 2 epicenter pandemi. COVID tidak pandang bulu, menyerang
dari buruh sampai presiden dimanapun. Jadi hanya bisa dilawan dengan full access terhadap layanan dan
fasilitas kesehatan yang juga tidak pandang bulu. Negara harus membangun
imunitas secara sistematis untuk mencegah bahaya “badai Cytokine” yang fatal,
apalagi dengan penyakit komorbid Indonesia yang sudah eksis dari jaman
Belanda yaitu kecenderungan “desintegratie” dan “politisering”, yang
berdampingan menciptakan systemic collapse. AW: OK Dad let’s hope this country can rise sooner than later.
Terus-terus gimana you di sana
sudah ketemu siapa aja? Wawancara dengan Bung Karno sudah ga imajiner lagi
donk? Tatap muka sekarang. CW: Hush! Data warga alam
baka milik Tuhan pribadi, di bawah kedaulatan-Nya. Tidak bisa papi sharing, biar di surga juga tetap ada Data Privacy Act. Untungnya disini ga
ada hacker, jadi aman. Imajiner you
teruskan lah. Jangan keseringan, nanti orang bosan. Toh harus kumpulkan data
dulu dan riset sebelum nulis. Jangan asal bunyi. Your argument must be supported by facts. Pertahankan
kredibilitas papi & PDBI. Oh ya Tid, bentar lagi HUT
ke-76 RI. Jangan lupa titipan kado papi hibah koleksi 2000+ buku pribadi yang
waktu itu kita sudah atur dgn Gubernur DKI. Kita bukan konglomerat, ga
mungkin kita saingan nyumbang trilyunan. But
knowledge is our eternal asset, yang harus terus dishare dan diviralkan. AW: Iya Dad pasti. Waktu
acara Ibadah Pelepasan 24 Juli lalu juga sudah disebutkan oleh Gubernur bahwa
tgl 17 Agustus 2021 nanti akan dilaksanakan serah terima Hibah Buku
Christianto Wibisono untuk Perpustakaan DKI & Nasional, hopefully sebagian bisa ditempatkan di
Taman Ismail Marzuki yang baru. Berhubung you tidak akan hadir untuk acara itu
dan membedah buku terakhir Kencan Dinasti Menteng (KDM) yang semula
direncanakan, your editor Yohanes
Sulaiman akan membantu mengulas konten. I
myself akan menyampaikan kesan & kenangan dari beberapa tokoh yang
seminggu ini berbaik hati menulis obituari yaitu: Bpk. Denny JA, Didik
Rachbini, Jaya Suprana, Hendrawan Supratikno, Dahlan Iskan, dan Ibu Mari
Pangestu sebagai tanda apresiasi kepada mereka dan seluruh pihak yang sudah
memberi bantuan moral & menguatkan keluarga kita. CW: Ya bagus. Papi sudah
lihat Zoom Ibadah Pelepasan dan happy melihat Anies-Ahok dalam 1 screen. Dulu
cita2 papi Indonesia bisa menjadi juru damai Israel & Arab-Palestina.
Cita-cita yang selalu diketawain orang termasuk you. Tapi papi yakin
Indonesia suatu saat bisa mencapai top rank bukan dalam kategori
keterpurukan. Kalau kita pernah menjadi top epicenter pandemi, pada saat yang
Tuhan tentukan nanti Indonesia akan bangkit menjadi top epicenter keragaman,
toleransi, dan meritokrasi. OK Tid sudah papi mau
makan cemilan favorite dulu, French Fries sama kue basahan. Dulu kan papi
batuk-batuk terus jadi sama mami ga boleh makan gorengan dan manis-manis.
Sekarang ga ada yang larang hehehe. You
take care Tid & Jas. Take care of Mom, your kids and husbands. Remember
my last words, “Semoga manusia Indonesia terus
diteguhkan dengan hidup yang berawal dari nafas, bertumbuh dalam iman, dan
berbuah sebagai roti kehidupan (berkat) bagi sesamanya.” Breath, Faith, Bread. AW: Thanks Dad. Enjoy your French Fries. Till we converse again. ● |