Pembangunan
di Tahun Politik
M Ikhsan Modjo ; Technical Advisor UNDP
|
KOMPAS,
29 Desember
2017
Memasuki tahun 2018,
Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah di berbagai sektor
pembangunan. Di bidang ekonomi, misalnya, persoalan yang ada adalah bagaimana
memacu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari kisaran 5 persen untuk mencegah
negara masuk dalam perangkap pendapatan menengah (middle income trap) serta
mendapatkan sumber pembiayaan alternatif untuk pendanaan pembangunan.
Perekonomian Indonesia
diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 5,1 persen sepanjang 2017 akibat
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tersendat di bawah angka 5 persen.
Belum bergairahnya konsumsi ini diperkirakan akan berlanjut pada kuartal
keempat 2017 dan paruh pertama 2018.
Begitu juga, mengingat
jeda yang ada (lag effect),
pembangunan infrastruktur belum akan memberikan dampak riil pada pertumbuhan
ekonomi, setidaknya pada dua sampai tiga tahun ke depan.
Hal ini kemudian ditambah
oleh dua faktor lain yang saling terkait. Pertama, belum selesainya transisi
perekonomian dari basis sumber daya alam ke basis manufaktur dan jasa, yang
mengakibatkan tersendatnya pertumbuhan di sektor manufaktur dan ekspor.
Kedua, tersedianya ruang
kapasitas terpasang yang cukup besar di kedua sektor ini, yang pada
gilirannya mengakibatkan pergerakan sektor investasi domestik tidak akan
maksimal. Alhasil, pertumbuhan produk domestik bruto pada 2018 pun tidak akan
lebih tinggi dari maksimal 5,3 persen.
Satu hal yang akan
membantu pertumbuhan ekonomi pada 2018 adalah membaiknya iklim berusaha yang
akan mendorong arus investasi dari luar negeri masuk. Perbaikan iklim
berusaha juga akan makin terlihat seiring langkah perbaikan di bidang
logistik dan sistem pengarsipan tunggal terpadu yang diterapkan pemerintah
melalui paket stimulus ekonomi 15 dan 16 pada bulan Juni dan Agustus 2017.
Selain itu, pada 2018,
investasi juga akan terbantu oleh pulihnya alokasi belanja infrastruktur pemerintah
yang pada 2017 tercatat meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya menjadi
sebesar Rp 317,1 triliun atau meningkat 11 persen dari draf anggaran negara
tahun 2017. Di samping infrastruktur, rencana pemanfaatan dana desa pada
program pembangunan padat karya juga akan turut menopang pertumbuhan
investasi dan daya beli masyarakat di perdesaan pada 2018.
Sementara itu, di sektor
pendapatan negara masih menunggu langkah lebih lanjut perbaikan di sektor
pajak dan upaya menciptakan instrumen pembiayaan alternatif untuk
pembangunan.
Selama 2017, pemerintah
dengan dukungan Badan Amil Zakat Nasional dan Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Development Programme/UNDP) telah
mencatat beberapa kemajuan di bidang ini seperti mobilisasi keuangan Islam
melalui program Zakat for SDGs (Sustainable Development Goals), yang model
percontohannya berupa pendanaan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik
tenaga air (microhydro)
tengah dilakukan di Provinsi Jambi.
Dengan dukungan UNDP
melalui Laboratorium Keuangan Inovatif (Innovative Financing Lab), sejumlah
instansi seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Otoritas
Jasa Keuangan juga tengah menggarap secara serius upaya lain memobilisasi
keuangan Islam untuk pembangunan, termasuk di antaranya pendanaan melalui
instrumen wakaf.
Dalam bidang pembiayaan
pembangunan, UNDP juga mendukung upaya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian
Keuangan untuk kegiatan penandaan anggaran melalui proyek Sustainable
Development Financing (SDF) Tahap I yang mengidentifikasi dan menandai output anggaran
yang terkait perubahan iklim.
Terkait dengan hal di
atas, dalam konteks perubahan iklim, Indonesia telah berpartisipasi dalam
Konferensi Perubahan Iklim Internasional (COP23) pada akhir 2017 sebagai
bagian dari komitmen negara untuk memperkuat pelaksanaan tindakan iklim
global menyusul Kesepakatan Paris dan mengoperasionalisasikan kontribusi
pertama yang ditetapkan sebagai komitmen nasional Indonesia.
Pemerintah Indonesia juga
telah menghasilkan sejumlah instrumen fiskal untuk mendukung komitmen
tersebut melalui mobilisasi pembiayaan mitigasi dampak perubahan iklim dan
mendorong investasi energi terbarukan untuk mencapai target pengurangan emisi
gas rumah kaca sebesar 41 persen pada tahun 2030.
Momok
terbesar
Di sektor sosial,
tantangan terbesar adalah pada upaya mengurangi angka kemiskinan dan
ketimpangan yang masih menjadi momok terbesar pembangunan di Indonesia. Pada
2017, angka kemiskinan, walau turun ke angka 10,64 persen, masih di bawah
target sebesar 10,5 persen yang ditetapkan oleh pemerintah.
Salah satu dimensi
kemiskinan yang masih buruk di Indonesia adalah dimensi kecukupan gizi (malnutrition). Laporan
Badan PBB untuk Anak-anak (United Nations Children’s Fund/Unicef) tentang
kemiskinan multidimensi di Indonesia pada 2017 menunjukkan hampir 37 persen
atau satu dari tiga anak Indonesia di bawah usia lima tahun pertumbuhannya
terganggu (stunted).
Demikian juga satu dari sepuluh anak Indonesia di bawah usia lima tahun
ditengarai mengalami kekurangan asupan gizi yang akut (acute malnutrition).
Lebih lanjut, data yang
ada juga menunjukkan peningkatan kemiskinan di perkotaan di Indonesia, di
mana selama 2017 tercatat peningkatan sebesar 0,33 juta orang miskin di
perkotaan meskipun secara persentase tingkatnya menurun.
Salah satu penyebab
meningkatnya orang miskin di perkotaan adalah arus urbanisasi yang lebih
cepat dari tahun-tahun sebelumnya, di mana diprediksikan sekitar 68 persen
penduduk Indonesia akan bertempat tinggal di daerah urban pada tahun 2025.
Daerah perkotaan, apabila tidak diambil langkah konkret yang terarah, akan
menjadi pusat kemiskinan dan pemiskinan cepat di Indonesia.
Salah satu langkah
mengantisipasi peningkatan kemiskinan perkotaan adalah dengan mempercepat
penyediaan layanan publik di daerah-daerah perkotaan. Dengan dukungan program
Perencanaan Inovatif dan Pembangunan Perkotaan (IPUD) UNDP, pemerintah tengah
berfokus pada eksplorasi solusi potensial terhadap berbagai tantangan
pembangunan di daerah perkotaan.
Salah satu langkah nyata
yang dilakukan adalah perbaikan pengelolaan limbah darat yang dilakukan di
Bandar Lampung pada 2017 dengan mengembangkan prototipe spesifik yang
memungkinkan keberlanjutan upaya pengelolaan limbah di daerah-daerah lain di
Indonesia.
Di tingkat nasional, upaya
pemantapan pembangunan juga mendapatkan angin segar dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Melalui peraturan presiden
ini, pengarusutamaan dan lokalisasi upaya pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan di sejumlah daerah akan semakin terfokus dan semarak pada
tahun-tahun mendatang sehingga memantapkan upaya pembangunan yang sudah ada,
termasuk upaya mengurangi angka kemiskinan.
Saat ini beberapa daerah
pelopor seperti Provinsi Lampung dan Provinsi Riau merupakan dua dari
provinsi yang sudah melakukan beberapa kegiatan pengarusutamaan SDGs dalam
perencanaan pembangunannya. Diharapkan, dengan keluarnya peraturan presiden
ini, langkah kedua provinsi ini akan diikuti oleh provinsi-provinsi lain
sehingga menambah daya dukung bagi pembangunan di Indonesia pada 2018.
Isu
ketimpangan
Selain masalah kemiskinan,
ketimpangan juga tercatat sebagai satu hal yang akan menjadi beban pada
beberapa tahun ke depan, terlepas dari semakin menurunnya angka ketimpangan
di mana rasio gini terus menurun dari tahun sebelumnya menjadi 0,393, yang
mencerminkan persamaan pendapatan secara progresif.
Ketimpangan masih menjadi
persoalan besar yang apabila tidak diantisipasi secara cepat dan cermat akan
menjalar ke berbagai persoalan lain di bidang sosial dan politik. Hal ini,
misalnya, terlihat dari catatan Oxfam tentang ketimpangan di Indonesia pada
2017 yang menunjukkan bahwa kekayaan dari 1 persen penduduk terkaya sejajar
dengan 49 persen penduduk termiskin di Indonesia. Atau secara kolektif,
kekayaan empat penduduk terkaya Indonesia mencapai hampir sebesar 25 miliar
dollar AS atau setara dengan kekayaan 100 juta penduduk termiskin Indonesia.
Sementara itu, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human
Development Index terbaru Indonesia adalah 0,689, di mana
ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah.
Perbaikan dalam IPM menunjukkan adanya pencapaian yang cukup signifikan dalam
pembangunan Indonesia di sektor kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
Pertumbuhan IPM ini konsisten dengan pola akselerasi selama 25 tahun terakhir
di mana telah terjadi peningkatan tidak kurang dari 30,5 persen.
Dalam hal ini tentu saja
masih terdapat beberapa catatan, seperti persoalan di bidang jender yang
terlihat dari perbedaan IPM untuk pria dan wanita di Indonesia yang
masing-masing adalah 0,712 dan 0,66. Indikator ini juga dikonfirmasi oleh
survei kekerasan berbasis jender (gender
based violence) di Indonesia dari Dana Penduduk PBB (United
Nations Population Fund/UNFPA) pada 2017 yang menunjukkan bahwa 41 persen
dari perempuan Indonesia pernah mengalami salah satu atau kombinasi dari
kekerasan fisik, seksual, emosional, dan ekonomi selama hidupnya, di mana 16
persen mereka mengalami kekerasan ini pada tahun lalu.
Di sisi lain, beberapa
program pemerintah untuk memperkecil ketimpangan jender juga telah banyak
mendapatkan hasil, yang terlihat dari kenaikan Indeks Global Gender Gap
Indonesia dari 0,682 pada 2016 menjadi 0,691 pada 2017, yang menunjukkan
perbaikan ketimpangan jender di empat bidang utama, pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan politik.
Artinya, optimisme adanya
kelanjutan perbaikan ketimpangan pembangunan jender di empat bidang tersebut
bukanlah sesuatu yang tak berdasar.
Sebagai penutup,
perekonomian Indonesia diprediksi tumbuh sekitar 5,3 persen pada 2018, dengan
konsumsi domestik dan investasi tetap menjadi pendorong utama. Implementasi
beberapa kebijakan di sektor sosial, kebudayaan, dan lingkungan yang
diuraikan di atas akan mulai dirasakan dan memperkuat dasar-dasar pembangunan
di Indonesia pada 2018.
Beberapa tantangan terkait
pembiayaan pembangunan akan sangat bergantung pada upaya pemerintah mendorong
dan memfasilitasi upaya mendapatkan instrumen keuangan dan pembiayaan
alternatif pembangunan yang dilakukan oleh berbagai pihak. ●
|