Ke
Arah Mana Anak Tangga Kasus Hambalang
Jamal Wiwoho ; Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Bidang Ilmu Hukum, Pembantu Rektor II UNS
Surakarta
MEDIA
INDONESIA, 31 Juli 2012
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham M Samad
memastikan akan mengumumkan sejumlah tersangka baru dalam kasus korupsi proyek
Hambalang, Sentul, Jawa Barat. Abraham menjelaskan ada dua dugaan kasus korupsi
Hambalang, yakni pengadaan barang dan gratiļ¬ kasi (sogok). Dua dugaan kasus itu
yang kini didalami para penyidik KPK. Salah satu dugaan kasus korupsi Hambalang
ialah proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pemerintah. Oleh karena
itu, prosedurnya tunduk pada aturan normatif Peraturan Pemerintah Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang beberapa kali
diperbarui terakhir pada 2010 dengan Peraturan Presiden Nomor 54 (Perpres No 54
Tahun 2010).
Menurut penulis, proses pengadaan barang, dalam hal ini
pembangunan gedung olahraga beserta sarana dan prasarananya, di Hambalang itu
ialah proses biasa. Namun karena awal munculnya kasus tersebut dihembuskan
Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat) selaku unsur partai
yang berkuasa dan diduga melibatkan oknum orang partai dan pejabat pemerintah,
persoalannya menjadi lain. Apalagi kasus itu dikaitkan dengan proses berantai
suksesi kongres Partai Demokrat di Bandung dalam pemenangan Anas Urbaningrum
sebagai ketua umum.
Kali pertama kasus itu muncul dimulai pada 2009 kala Adhyaksa
Dault menjadi menteri pemuda dan olahraga merencanakan pembangunan pusat
kegiatan olahraga Hambalang yang waktu itu bernilai Rp125 miliar. Seiring
dengan perubahan Kabinet Indonesia Bersatu II, Adhyaksa Dault diganti dengan
Andi Alifian Mallarangeng. Pada saat dipegang menteri yang baru itulah nilai
proyek pembangunan pusat kegiatan olahraga Hambalang yang awalnya Rp125 miliar
berubah menjadi Rp2,5 triliun.
Di dalam proses pengadaan barang dan jasa itu ada dua kemungkinan.
Pertama, apakah Rp2,5 triliun itu paket satu tahun atau multiyears. Baik anggaran itu tahunan maupun multiyears, perubahan
itu pasti diajukan kementerian, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga,
kepada menteri keuangan. Untuk mengubah anggaran Rp125 miliar menjadi Rp2,5
triliun, prosesnya tidak mungkin tanpa melibatkan kalangan DPR yang secara
normatif mempunyai kewenangan untuk menentukan bujet.
Setelah KPK memeriksa 70 saksi kasus itu, termasuk Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sejumlah pegawai Kemenpora, term masuk
Menteri Andi Alifian M Mallarangeng, serta karyawan PT Adhi Karya, rekanan
proyek Hambalang, akhirnya seperti yang dijanjikan Abraham Samad, KPK menetapkan
menaikkan status kasus Hambalang dari penyeli penyelidikan ke tingkat
penyidikan. Artinya ada kemajuan dalam pengusutan kasus itu dan pasti ada yang
ditetapkan menjadi tersangka.
KPK akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus Hambalang, yakni
Deddy Kusdinar yang merupakan pejabat pembuat buat komitmen (PPK) proyek
Hambalang. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam jumpa
pers di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (19/7/2012). Pasal yang
disangkakan ialah Pasal 2 ayat 1, 3 jo Pasal 55 ke 1 KUHAP. Deddy ialah orang
yang meneken surat penetapan lelang pada 24 November 2010.
Saat itu KSO Adhi Karya Wika menjadi pemenang dengan harga
penawaran Rp1.077.921.000.000. Deddy saat ini menjabat Kabiro Perencanaan Kemenpora.
Di samping itu, KPK menetapkan tiga pe laku usaha untuk dicegah bepergian
keluar negeri. Penetapan DK sebagai tersangka mudah ditebak ditebak karena DK
selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam kasus Ham balang. PPK itu diangkat
dan ditugasi kuasa pengguna anggaran (KPA) yang notabene ialah atasan PPK. Peningkatan
penyelidikan ke penyidikan itu merupakan babak baru dalam kasus Hambalang.
Rupa-rupanya penentuan yang dikatakan sebagai anak tangga oleh
Bambang Widjojanto ialah strategi penanganan perkara yang dilakukan tim dari
KPK. KPK ingin menaikkan dari satu tangga ke tangga lain sampai menuju ke
puncak tangga dengan memperkecil perlawanan dari para calon tersangka. Penulis
hanya ingin mengingatkan semoga kasus itu bisa tuntas tidak berhenti di tengah
jalan. Artinya penanganan kasus itu bisa sampai puncak tangga dan membongkar
habis semua pelaku yang terlibat. Jangan sampai kasus itu hanya bisa menjangkau
awal atau pertengahan tangga dan tidak bisa naik ke tingkat tangga berikutnya
yang mungkin melibatkan pusaran kekuasaan atau kekuatan politik yang luar
biasa.
Jika dicermati, penanganan kasus Hambalang ini hampir mirip dengan
model penanganan kasus sogok pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Saat menangani kasus tersebut, KPK fokus pada ring terluar dulu ditetapkan
sebagai tersangka menuju ke ring-ring berikutnya.
Seperti waktu itu, kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia yang dibawa ke pengadilan ialah penerima sogok dahulu, yaitu para
anggota DPR, kemudian yang diduga memfasilitasi, yaitu Nunun Nurbaeti, kemudian
baru Miranda Swaray Goeltom. Miranda dituduh turut serta membantu tersangka
Nunun Nurbaeti untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan memberikan 480
lembar cek pelawat ke puluhan anggota DPR periode 1999-2004 dalam pemilihan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.
Namun, proses penanganan kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia 2004 juga masih menyisakan pertanyaan misterius karena belum
bisa mengungkap cukong besarnya yang memfasilitasi dana begitu besar untuk
menyogok. Jika dua kasus (kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan kasus
Hambalang) itu disandingkan, tepatlah kiranya dalam kasus Hambalang KPK yang
telah memeriksa dan menetapkan tersangka mulai pejabat pembuat komitmen dahulu.
Setelah itu akan dilakukan penanganan secara bertahap, bisa jadi
merambah ke anak tangga berikutnya. Yakni pejabat kuasa pengguna anggaran
(KPA), pengguna anggaran, dan pihak-pihak lain yang terkait karena adanya
perubahan dan penggunaan anggaran dari Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun
dipastikan dapat melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan politikus Senayan,
utamanya Badan Anggaran (Banggar) DPR, pihak eksekutif terutama Kementerian
Pemuda dan Olahraga (yang juga diketahui Kementerian Keuangan), serta pihak
rekanan.
Inti persoalan penanganan kasus Hambalang ialah publik
mengharapkan KPK bekerja secara profesional, yang dapat menghantarkan
penyelesaian kasus tidak berhenti ke anak tangga atau tengah tangga, tapi bisa
mencapai puncak tangga sehingga penegakan pemberantasan korupsi benar-benar
bisa dilaksanakan. Jika hal itu bisa dibuktikan KPK, dugaan berbagai kalangan
bahwa KPK sering terkesan tebang pilih dalam memberantas tindak pidana korupsi
tidak benar.
Sampai saat ini publik masih percaya dengan integritas dan
kredibilitas KPK (Abraham M Samad, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dll)
sehingga KPK pasti akan menyelesaikan kasus Hambalang sampai tuntas.
Mari bersama-sama selalu mengawasi dan mengawal kasus Hambalang
ini agar semua menjadi terang benderang menuju Indonesia optimistis bebas dari
kubangan masalah korupsi. Semoga. ●