Reinventing Indonesia
Fadel Muhammad ;
Ketua Komisi XI DPR RI
|
KORAN
TEMPO, 28 September 2015
Judul "Reinventing Indonesia" (Menciptakan Kembali Indonesia) ini
sengaja saya ambil dari judul buku yang ditulis Ginandjar Kartasasmita dan
Joseph J. Stern dan diluncurkan pada 9 September 2015 di Universitas
Indonesia. Judul ini sangat menarik karena sampai saat ini kita terus sedang
mencari dan membangun Indonesia.
Buku ini menggunakan
perspektif ekonomi-politik dalam melihat pembangunan Indonesia. Pembahasan
dilakukan sejak awal Orde Baru. Bagaimana pemerintah Orde Baru mengatasi
problem ekonomi dan politik hingga keruntuhannya karena faktor tekanan krisis
finansial dunia dan tekanan internal seperti korupsi dan konflik sosial.
Secara khusus, buku ini memberikan perhatian besar pada krisis ekonomi dan
politik periode 1997-1999, lalu menguraikan transformasi demokrasi di
Indonesia. Kemudian memberikan penghargaan kepada Presiden B.J. Habibie, yang
berperan penting dalam pemantapan demokratisasi politik di Indonesia. Buku
ini akhirnya menguraikan konsolidasi demokrasi Indonesia, antara lain dengan
melakukan amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 hingga pemilihan umum
langsung presiden pada 2004.
Buku ini ditutup
dengan harapan dan tantangan untuk Indonesia yang lebih baik. Hal penting
yang patut dicatat dalam pencarian itu adalah: Indonesia tetap harus menjaga
dan melakukan konsolidasi demokrasi; Menjaga pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan; Mengurangi ketimpangan yang masih sangat besar bahkan indeks
Gini kini mencapai 0,41; Menjalankan reformasi birokrasi, dan terus berperang
melawan korupsi serta nepotisme.
Saya sendiri, ketika
selesai membaca buku ini, mencoba menariknya dengan pengalaman pribadi ketika
berhubungan dengan beliau. Usaha meningkatkan kemampuan pengusaha nasional
dalam pembangunan ekonomi nasional merupakan salah satu prioritasnya. Membina
hubungan global secara baik, pada saat yang sama membangun kedaulatan ekonomi
dan politik. Inilah antara lain legacy yang diberikan oleh Ginandjar
Kartasasmita. Sekarang ini kita melihat gap kepemilikan asing dan nasional
dalam industri nasional semakin besar. Pemerintah perlu mengambil kebijakan
untuk me-reinventing Indonesia agar muncul pengusaha nasional baru yang
mumpuni.
Dalam hubungan inilah
Komisi XI DPR RI tempat saya bergulat mencoba merumuskan regulasi dan
kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sekaligus keadilan dan
kedaulatan ekonomi. Untuk itu, penggantian peraturan perundang-undangan yang
tidak sesuai dengan konstitusi sangat diperlukan; Harus disesuaikan dengan
landasan filsafat dan ideologi negara serta harus juga disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Indonesia telah mempunyai Pancasila dan UUD 1945,
seharusnya hal ini secara konsisten dipakai sebagai dasar untuk menjawab
tantangan dan masalah bangsa dan negara Indonesia yang begitu kompleks.
Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
Selanjutnya, negara yang menganut prinsip demokrasi ini menekankan perlunya
keadilan dan kedaulatan ditegakkan.
Berdasarkan pemikiran
dasar di atas, kegiatan yang harus dilakukan negara pada dasarnya adalah
memberi keleluasaan kepada masyarakat. Secara umum, negara ikut mengatur
kehidupan pasar. Negara berperanan dan melakukan intervensi secara terbatas,
khusus, dan terukur untuk hal-hal yang menyangkut kepentingan nasional, hajat
hidup orang banyak, yang menyangkut milik publik, pencerdasan bangsa, serta
menyangkut jaminan hidup dan berkembang bagi yang kecil dan lemah, baik
secara politik, sipil, ekonomi, sosial, maupun budaya.
Awal 2015, Komisi XI
bersama pemerintah telah membuat tonggak sejarah penting, yaitu ditetapkannya
target pembangunan yang terukur dan memiliki visi keadilan sosial. Asumsi
Makro Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2016: A. Indikator Ekonomi Makro: 1.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5-6 persen, 2. Inflasi s4-5 persen, 3. Nilai
tukar rupiah per dolar 13.000-13.400; Target Pembangunan: 5. Tingkat pengangguran
sebesar 5,2-5,5 persen , 6. Tingkat kemiskinan 9-10 persen, 7. Rasio Gini
(Indeks ) sebesar 0,39, 8. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,10
(sebesar 69,40 dengan metode perhitungan baru ).
Usaha serius lain yang
sekarang dilakukan adalah mengganti dan menyusun arsitektur keuangan
Indonesia yang baru, yang berorientasi pada pembangunan ekonomi yang
berdaulat. Sebagaimana kita ketahui, regulasi perbankan Indonesia kini
dinilai terlalu liberal, hal itu diperlihatkan dengan modal asing yang dapat
dominan dan menjadi pengendali dalam industri perbankan nasional. Itu
sebabnya saat ini sedang dilakukan pembahasan intensif untuk melahirkan dua
RUU inisiatif DPR, yaitu RUU Bank Indonesia dan RUU Perbankan, yang
berorientasi untuk kepentingan nasional. Di samping itu, juga atas inisiatif
pemerintah, sedang dibahas RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Dengan
demikian, diharapkan dalam waktu dekat Indonesia segera memiliki Arsitektur
Keuangan Nasional yang baru dan berorientasi pada pembangunan ekonomi
nasional yang adil dan berdaulat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar