Laporan Diskusi Kompas-LMI
"Masih
Adakah yang Tersisa?"
Penguatan Bangsa
dalam Transformasi Kekuatan Global
KOMPAS, 06
Oktober 2015
Struktur politik global sedang mengalami transformasi besar.
Penandanya adalah bergesernya pusat gravitasi geoekonomi dan geopolitik dunia
dari Barat ke Timur (Asia Pasifik).
Pergeseran ini didorong oleh kemajuan ekonomi Tiongkok. Kekuatan
ekonomi Tiongkok diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di
dunia, sangat mungkin melampaui Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Eropa.
Kekayaan ekonomi Tiongkok memungkinkan negara ini membangun dan memperluas
kekuatan militernya. Besarnya skala kekuatan militer dan ekonomi Tiongkok
memperkokoh pengaruhnya di kawasan. AS tidak lagi menjadi kekuatan tunggal.
Tiongkok menjadi kekuatan potensial yang mengimbangi dominasi AS di wilayah
Asia, juga di panggung global.
Situasi ini tentunya mendorong reaksi dari AS, Jepang, dan
sejumlah negara maju lain di Eropa. AS secara berhati-hati perlu
mendefinisikan posisi Tiongkok di kawasan Asia Pasifik, sebagai musuh atau
mitra strategis dalam beberapa tujuan. Sejauh ini Washington menjalankan
kebijkan re-balancing di Asia Pasifik. AS menjalankan sikap untuk kompetitif
dan kooperatif sekaligus terhadap Tiongkok, seraya mendorong Beijing menerima
norma, nilai, dan institusi internasional yang berlaku saat ini.
Rivalitas kekuatan di antara Tiongkok dan AS dan antara Tiongkok
dan Jepang menciptakan berbagai tindakan dan upaya untuk berebut pengaruh dan
menanamkan dominasi. Tiongkok secara nyata hendak mendominasi dan menguasai
akses ke sumber-sumber energi di Laut Tiongkok Selatan. Eskalasi konflik
dengan Jepang di wilayah ini berpotensi meningkat di masa mendatang.
Rivalitas Tiongkok dengan India mengambil tempat di Samudra Hindia. Indonesia
tepat berada di tengah-tengah Laut Tiongkok Selatan dan Samudra Hindia,
wilayah pertarungan pengaruh antarkekuatan-kekuatan besar.
Persaingan yang sifatnya militeristik itu melebar ke ranah
ekonomi. Tiongkok berinisiatif memelopori Asian Infrastructure Investment
Bank (AIIB), yang kemudian mendorong Jepang mengalokasikan 110 miliar dollar
AS melalui Bank Pembangunan Asia untuk pinjaman pembangunan infrastruktur
juga. AS mendorong kawasan bebas perdagangan, Trans-Pacific Partnership,
tanpa melibatkan Tiongkok; adapun Tiongkok memelopori Free Trade Area of
Asia-Pacific. Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan kian besarnya tekanan
integrasi ekonomi di kawasan.
Posisi
strategis Indonesia
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi strategis yang harus
mengayuh lajunya di antara dua gelombang besar tersebut. Secara geografis,
wilayah perairan Indonesia strategis bagi kepentingan jalur perdagangan,
jalur distribusi minyak dunia, militer; termasuk potensi ekonomi dari ikan
dan sumber energi di lepas pantai. Belum lagi sejumlah mineral yang
dibutuhkan oleh dunia industri. Penduduk Indonesia sendiri merupakan pasar
yang besar untuk menyerap berbagai produk barang dan jasa.
Posisi strategis dan potensi ekonomis yang dimiliki Indonesia
tidak akan mungkin dilewatkan begitu saja oleh kekuatan-kekuatan dunia yang
sedang bersaing. Bagi Indonesia yang menganut doktrin bebas-aktif tidak ada
pilihan selain mempertahankan kepentingan nasionalnya. Harus bisa mengambil
manfaat dari dinamika kekuatan global yang sedang berlangsung, tanpa harus
berpihak kepada salah satu poros.
Peristiwa politik dan ekonomi adalah gelombang di permukaan.
Secara sesaat ia dapat diantisipasi dengan kebijakan oleh satu era
pemerintahan. Yang terpenting adalah membangun struktur di bawah fenomena
ekonomi dan politik yang tampil di layar berita sehari-hari. Indonesia
membutuhkan suatu nilai yang tinggal diam, yang tidak gampang
terombang-ambing oleh transaksi ekonomi dan tekanan politik.
Kepentingan Indonesia tentunya menciptakan kesejahteraan bagi
publiknya. Alokasi sumber daya semestinya maksimal demi adanya common good.
Kemaslahatan bersama tidak dapat difasilitasi oleh ranah politik yang semata
soal pergantian dan perebutan kekuasaan. Juga ranah ekonomi yang mudah jatuh
hanya pada soal keuntungan terdekat. Sifat alamiah keduanya memaksimalkan
sikap persaingan, kepentingan diri dan kelompok, yang tentunya akan mengorup
kebajikan umum. Visi tentang bangsa Indonesia dan kemaslahatan bersamanya,
harus menjadi tali kekang bagi kedua ranah ranah tersebut.
Hal yang perlu dikerjakan, meski tak menjadi solusi segera,
adalah mengembangkan modal budaya dan modal sosial, sebagai alternatif
strategi pembangunan yang selama ini menekankan pada modal ekonomi saja.
Modal budaya dan sosial bisa mengubah orientasi politik bukan lagi menekankan
pencarian kekuasaan, namun lebih ke pelayanan publik. Modal budaya adalah
perwujudan kemampuan dan seni serta pencapaian intelektual yang dianggap
meningkatkan kualitas habitat dan manusianya, sehingga membentuk dan
mengarahkan tata hidup, perilaku, dan etos suatu kelompok masyarakat.
Secara normatif, budaya terkait kaidah etika, pembinaan nilai,
dan perwujudan cita-cita. Modal sosial sendiri merupakan jaringan hubungan
yang membentuk kedudukan sosial, misalnya, persahabatan, kekerabatan,
asosiasi, jaringan alumni, atau keanggotaan organisasi lainnya. Yang
terpenting dari modal sosial nilai yang menopangnya: kesetiaan, kepercayaan,
solidaritas, kepedulian atau belarasa. Modal sosial dan budaya bukan sesuatu
yang terberikan, tetapi ia harus diupayakan.
Strategi penempatan modal budaya dan sosial bisa menjadi
landasan kuat bagi perkembangan ekonomi. Persaingan ekonomi akan fair dan
mendorong efisiensi hanya bila demokrasi efektif. Demokrasi semakin efektif
bila modal sosial suatu bangsa kuat, (banyaknya asosiasi mandiri yang
mengejar kepentingan umum) serta tingkat pendidikan masyarakat semakin mampu
membentuk warga negara kompeten. Demokrasi efektif tergantung partisipasi
yang terbuka dan kompetitif.
Kualitas partisipasi terstruktur dalam politik dan ekonomi di
mana institusi-institusi yang sah dan efektif melindungi serta mengendalikan
kegiatan-kegiatan di kedua arena itu melalui penentuan batas dan pintu
aksesnya.
Jadi, modal budaya dan sosial memungkinkan kualitas partisipasi
terstruktur dalam politik dan ekonomi karena meningkatnya kemampuan
pengawasan dan semangat pelayanan publik. ini menjadikan sah dan efektif
institusi-institusi sosial. Artinya ada transparansi dan akuntabilitas. Modal
sosial dan budaya yang ada yang diarahkan menciptakan warga yang kompeten,
secara teknis dan berorientasi pada pelayanan publik (etis).
Potensi ekonomi Indonesia sangat diperhitungkan dalam kancah
global, keanggotaan dalam G-20 merupakan indikator yang jelas. Secara
politik, dengan proses pemilu demokratis tiga kali berturut-turut, memberi
legitimasi politik untuk menjadi inisiator dan memimpin ASEAN dalam menjaga
independensi kawasan. Ada banyak potensi dan nilai strategis Indonesia. Ia
tak akan menjadi apa-apa jika ia tidak dikelola dan dikelola oleh mereka yang
kompeten. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar