Mewaspadai Politik Tenaga Kerja
bagi Perlindungan TKI
Chasib ; Tenaga Profesional Bidang Strategi Lemhannas
RI
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Oktober 2015
SELALU didengungkan bahwa
tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri ialah pahlawan karena memasok
devisa negara. Keberhasilan mereka tidak dapat dimungkiri, tetapi di balik
keberhasilan itu terselubung penderitaan TKI, yang selalu berulang dan
menurunkan harga diri bangsa. Penyelesaian persoalan tidak pernah tuntas dan
cenderung bersifat sesaat agar pengadaan tenaga kerja terus berlanjut yang
menguntungkan lembaga atau perusahaan hingga pengguna tenaga kerja di negara
tertentu.
Belum hilang dari ingatan,
peristiwa tenggelamnya kapal calon TKI ilegal di perairan Malaysia pada 1992
yang menewaskan 155 penumpang, dua hari sebelum kunjungan Presiden RI.
Suguhan berita duka atas tindakan ilegal tersebut betul-betul meluluhkan
diplomasi dan perkuatan posisi tawar Indonesia.
Beberapa bulan lalu, kejadian
yang seharusnya tidak perlu terjadi, berulang dan menewaskan lebih dari 50
calon TKI. Belajar dari pengalaman dan menghadapi serbuan tenaga kerja asing
ke Indonesia, seharusnya politik tenaga kerja perlu diketahui motif dan
rancangan jangka panjangnya agar tidak merugikan TKI. Sesungguhnya sejauh
mana keikutsertaan negara mengatasi permasalahan TKI?
Memahami politik tenaga kerja
negara lain selayaknya dilakukan guna mengantisipasi risiko dan menjaga harga
diri bangsa. Permasalahannya ialah bagaimana memahami politik tenaga kerja
negara penerima TKI dan menerapkan strategi memasok tenaga kerja yang berdaya
saing?
Sudah sepatutnya politik tenaga
kerja yang diterapkan negara lain dievaluasi. Spekulasi penempatan tenaga
kerja berlangsung sederhana apa adanya karena beranggapan negara penerima
tidak menentukan parameter yang pasti. Di samping untuk menekan pengeluaran
anggaran yang besar, keberadaan TKI diperlakukan pada ruang tak terkendali
yang dikuasai majikan.
Politik tenaga kerja diterapkan
dari level kebijakan sampai pada level bawah pengguna individu di rumah
tangga. Pemasok TKI sulit mengontrol varian pekerjaan yang luas karena akses
tertutup dan keterbatasan kemampuan pengelola tenaga kerja. Sampai di mana
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
mampu melakukan kontrol terhadap TKI yang tersebar secara individu dengan
sistem kerja yang tidak jelas?
Pendataan menjadi andalan,
sementara akurasinya tergantung update
yang dilakukan oleh TKI. Namun, tidak semua TKI memiliki peluang untuk
memberi informasi karena sarana dan waktu serta tempat pelaporan yang tidak
bisa dihubungi. Keberhasilan TKI di luar negeri umumnya dicapai oleh me reka
yang bekerja pada perusahaan atau instansi yang sistem kerjanya sudah jelas.
Jumlah tenaga kerja semacam ini tidak banyak karena tidak memberi keuntungan
besar bagi pengguna. Secara legal, perusahaan harus memberi asuransi dan
membayar pajak serta pemenuhan regulasi lain yang menghabiskan anggaran
besar. Dengan menggunakan tenaga kerja ilegal atau legal, tetapi di bawah
kendali majikan, pengguna dapat menghemat anggaran sampai dengan 40% per
tahun.
Keuntungan sepihak
Dengan tidak memberi jaminan
asuransi dan kewajiban biaya bagi tenaga kerja, pengguna mendapat keuntungan
lain seperti pemutusan hubungan kerja secara sepihak, penahanan paspor dan
lain-lain. Pada posisi lemah, TKI mendapat intimidasi untuk keperluan
perusahaan seperti bekerja melebihi waktu kerja.Bagaimana menyikapi kondisi
yang dari tahun ke tahun berlangsung, tetapi tidak memberi perbaikan berarti
secara fundamental? Adakah kemauan politik tenaga kerja yang didukung lembaga
terkait? Diperlukan komitmen kuat dari berbagai komponen bangsa sehingga
masyarakat memiliki peran dalam memutus siklus pengiriman TKI ilegal.
Tenaga kerja ilegal merusak
sistem penyediaan tenaga kerja seka ligus menurunkan martabat bangsa dan
merusak pasar. Pengembalian dengan dasar ilegal membuat TKI tidak berkutik
dan harus pasrah menerima nasib akibat kehendak majikan. Dari kasus tersebut
terlihat bahwa pemerintah belum memiliki counter
politik tenaga kerja negara pengguna TKI, di samping tidak memilik konsep
antisipasi sebagai tangkal dini adanya penyimpangan. Pelecehan terhadap
tenaga kerja tak ubahnya pelecehan kepada negara. Hilangnya kepekaan atas
penurunan nilai bangsa tidak lagi dirasakan oleh pengelola.
Selama 2014, TKI yang menjadi
korban di Malaysia mencapai 374 orang dari kurang lebih 75 ribu TKI, belum
lagi yang tidak tercatat termasuk di negara lain.Data BNP2TKI mencatat dari
jumlah 212.579 TKI, 95.274 orang di antaranya ilegal dengan 28 ribu TKI
berpendidikan SD. Permasalahan klasik akan terus berlangsung khususnya bagi
TKI ilegal.Haruskah kita membedakan perlakuan antara TKI ilegal dengan yang
legal? TKI ilegal pun merupakan bagian kesalahan yang dilakukan oleh aparat
pemerintah karena melalaikan pencegahan. Akankah kita membiarkan
saudara-saudara kita dihargai murah untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup?
Apakah kita rela melihat martabat bangsa direndahkan di tengah upaya
menggelorakan nasionalisme dan daya saing bangsa yang tak henti¬hentinya kita
suarakan?
Kita harus belajar dari
peristiwa masa lalu dan melihat dengan mata hati sehingga mau menerima fakta
jelek dan mengubah pembinaan. Kita jangan senang menerima laporan kesuksesan
tanpa melihat ekses perlakukan yang diterima oleh TKI di negara mereka
bekerja. Kita harus berani berhenti sejenak untuk menata dan membenahi
persiapan sehingga dapat melakukan loncatan dalam penempatan dan perlindungan
terhadap TKI.
Memahami politik tenaga kerja
negara pengguna merupakan keharusan bagi semua pihak terkait agar mampu
menyiapkan antisipasi yang memberikan perlindungan maksimal kepada TKI.
Pengelola tenaga kerja hendaknya menyiapkan konsepsi yang sistematis dan
terencana agar dapat meningkatkan daya saing TKI di luar negeri. Namun
demikian, yang terpenting ialah kesadaran masyarakat untuk berperan aktif
dalam pencegahan adanya calo atau majikan yang menjaring langsung calon TKI
sehingga dapat mengurangi bahkan memutuskan mata rantai tersebut. Badan
pengelola harus dapat memberikan perlindungan sejak awal sampai akhir kontrak
kerja TKI. Dengan cara demikian, daya saing TKI akan semakin meningkat dan
harkat serta martabat bangsa akan terjaga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar