Yakinilah Bahasa Tubuh Kita
Sawitri Supardi Sadarjoen ; Penulis Kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
Minggu
|
KOMPAS,
18 Oktober 2015
Apabila kita menginginkan pasangan hidup, pasti kita mengacu
berbagai kriteria yang kita tentukan sebelumnya, yang tentu saja sesuai
dengan selera kita.
Ada beberapa kriteria calon pasangan yang umum, seperti: kita
ingin pasangan yang matang dan pandai, setia dan dapat dipercaya, penuh kasih
dan perhatian, peka perasaannya dan terbuka, baik hati, suka menolong, dan
memiliki kompetensi yang positif dan bertanggung jawab.
Namun, seorang wanita mengatakan: sejujurnya saya tak terlalu
berharap menemukan pasangan yang sempurna seperti tersebut di atas, ”Hei,
apakah kamu dapat menemukan teman yang tampan, yang kamu tahu, bahwa orang
itu sebenarnya sangat egosentris dan sulit berkomunikasi?”
Pada galibnya kita tentu saja tidak ingin membeli sebuah
kendaraan yang kelihatan bagus dan seolah sangat nyaman untuk dikendarai.
Namun, bagaimanapun kita harus mengecek bagaimana perawatan awal kendaraan
tersebut. Kita bisa saja berkonsultasi pada montir mobil yang ahli dan
berharap montir tersebut bisa meyakinkan kita bahwa mobil bekas tersebut
bagus, remnya baik, penyejuknya bagus, dan memiliki kopling yang berfungsi dengan
baik pula.
Kembali kepada pemilihan pasangan, paling tidak kita harus
berhati-hati dengan masalah penghayatan perasaan kita. Karena cinta kita yang
menggebu, bisa saja kita menurunkan standar awal kita, tidak memedulikan
berbagai macam kriteria standar yang telah kita tentukan sebelumnya, bahkan
mengabaikan pendapat teman-teman kita yang pernah mengenal calon pasangan
kita tersebut.
Kita membutuhkan kondisi faktual calon pasangan kita yang bisa
kita peroleh melalui percakapan dan observasi. Data tentang calon pasangan
kita yang menolak mengunjungi keluarga kita atau dia menceritakan segala hal
tentang pacar-pacarnya yang lalu dan istri-istrinya yang lalu adalah orang
yang ”payah”, tidak mampu melakukan apa pun. Data tersebut justru sering
membuat mulut kita tertutup dan tidak berani menanyakan hal-hal yang terkait
dengan kriteria pasangan, bahkan kita mengabaikan harapan-harapan serta
pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya disampaikan pada calon pasangan
tersebut.
Setelah kita mendengar apa yang terjadi pada masa lalu calon
pasangan kita tersebut, tidak satu pun fakta atau kombinasi dari fakta-fakta
yang membuat diri kita memiliki alasan menolak seseorang, terutama apabila
kita sudah memiliki good feeling tentang dirinya. Namun, apa pun yang terjadi
hendaknya kita tetap harus bergerak ke arah kondisi yang lebih nyata dan
lebih obyektif tentang calon pasangan kita.
Peran bahasa tubuh
Kata-kata sering tidak hanya merupakan cara kita mendapatkan
informasi tentang diri kita dan pasangan kita. Berbicara adalah penting,
apalagi jika sekaligus disertai oleh observasi. Kita cermati apakah cara
bicara pasangan kita tersebut didukung oleh aksi atau perilaku yang
bertanggung jawab. Namun, pada dasarnya kita juga bisa belajar banyak tentang
orang lain melalui rentang utuh dari penghayatan perasaan yang kita miliki.
Memilih pasangan yang intim bukan hanya merupakan masalah intelektual,
melainkan juga peran hati (perasaan) yang berada di balik bahasa, seperti
penghayatan kehalusan perasaan, gejolak hasrat yang kita miliki, dan
chemistry serta intuisi kita.
Pada kenyataannya kita akan dapat memahami seseorang tidak hanya
melalui kata-kata yang terungkap saat kita bercakap-cakap, tetapi melalui
pemahaman intuitif atau ”membaca” sesuatu yang muncul melalui tubuh. Melalui
tubuh kita, kita tahu apakah interaksi khusus dengan seseorang membuat
perasaan kita bangkit, terasa bertenaga dan terinspirasi atau bahkan
sebaliknya.
Melalui tubuh kita, kita pun tahu apakah interaksi yang khusus
membuat kita percaya dan yakin atau justru membangkitkan perasaan menolak.
Apa yang kita sebut sebagai intuisi dan ”reaksi nyaman” merupakan kemampuan
manusia yang spesifik dan luar biasa peranannya di dalam kapasitas manusia
dalam memproses informasi yang datang dari orang lain di balik ungkapan
verbal yang keluar dari mulutnya.
Sering terjadi, tiba-tiba kita merasakan satu pemahaman secara
otomatis muncul sebagai berikut: ”saya dekat dengan kamu”. Dan saya merasa
lebih percaya pada apa yang saya rasakan daripada kata-kata yang saya dengar.
Sebaliknya kita pun tahu bahwa orang lain merasa terganggu saat berhadapan
dengan kita walaupun orang tersebut mengatakan bahwa perhatiannya tertuju
pada kita. Kita juga mengambil keputusan bahwa orang tertentu baik hati,
dapat dipercaya dan meyakinkan masa depannya dan kita pun tiba-tiba tahu
bahwa orang tertentu justru memiliki sifat-sifat yang sangat berlawanan.
Untuk bisa membaca orang lain dengan tepat, kita membutuhkan
perasaan aman, nyaman dan rileks dalam kehadiran mereka, dan kita pun
sekaligus percaya pada suara hati kita apabila kita tidak merasakan
kenyamanan dalam situasi tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar