Indonesia Butuh Lembaga Pemeringkat UMKM
Ferdinandus S Nggao ; Peneliti Lembaga Management
Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Indonesia (FEB-UI)
|
MEDIA
INDONESIA, 16 Oktober 2015
PEMERINTAH terus mengeluarkan
rangkaian paket kebijakan untuk menggerakkan ekonomi nasional yang belakangan
ini bergerak lamban, termasuk meningkatkan akses pendanaan bagi usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM). Sebetulnya, salah satu elemen yang berperan dalam
meningkatkan akses pendanaan tersebut ialah lembaga pemeringkat khusus UMKM
yang selama ini belum disentuh.
Lembaga pemeringkat merupakan
entitas yang memberikan peringkat atas kelayakan kredit sebuah UMKM. Pemeringkatan
tersebut memang lazimnya dipakai untuk menilai kelayakan kredit sehingga
selalu disebut dengan pemeringkatan kredit. Lembaga itu memainkan peranan penting
untuk mengurangi asymmetric information
antara lembaga keuangan dan UMKM sehingga bisa mengurangi terjadinya moral
hazard dalam pemberian kredit.
Berdasarkan pemahaman tersebut,
lembaga pemeringkat UMKM memiliki beberapa manfaat. Bagi lembaga keuangan,
lembaga pemeringkat mempermudah mengakses UMKM sehingga bisa meningkatkan
fungsi intermediasinya. Jumlah UMKM yang banyak dengan tingkat penyebaran
yang tinggi serta kelengkapan data yang belum memadai membuat pihak lembaga
keuangan enggan melayani UMKM.
Di samping itu, kurangnya
kapasitas pegawai lembaga keuangan memahami UMKM membuat lembaga keuangan
menilai sektor tersebut berisiko tinggi. Akibatnya, lembaga keuangan lebih
memilih melayani usaha besar ketimbang UMKM.
Peran penilaian kelayakan
kredit yang selama ini merepotkan lembaga keuangan dan kurangnya pemahaman
terhadap UMKM akan diambil alih oleh lembaga pemeringkat. Lembaga keuangan
tinggal melihat kelayakan kredit dari penilaian yang dilakukan lembaga
pemeringkat. Hasil pemeringkatan menjadi masukan bagi lembaga keuangan dalam
menentukan jumlah kredit dan biaya kredit.
Di sisi lain, lembaga
pemeringkat mempermudah UMKM mengakses lembaga keuangan dan mempercepat
proses kredit. Kendala data ditambah keterbatasan jumlah dan kapasitas
pegawai membuat proses penilaian kelayakan kredit membutuhkan proses panjang.
Di samping itu, hasil penilaian lembaga pemeringkat tentu akan menjadi
masukan bagi UMKM tentang kekurangan yang dimiliki sehingga bisa menyusun
strategi untuk memperbaikinya. Keuntungan lain, mengacu pada kasus di India,
UMKM yang memiliki peringkat baik akan mendapatkan syarat-syarat kredit yang
menguntungkan, seperti keringanan bunga. Dari sisi pemerataan, keberadaan
lembaga pemeringkat membuat lembaga keuangan bisa mengakses UMKM potensial
yang berlokasi di daerah-daerah terpencil yang selama ini sulit dijangkau.
Lembaga pemeringkat itu juga bisa
dijadikan pusat data terpadu tentang profil UMKM, bukan hanya soal jumlah.
Lembaga pemeringkat bisa menyajikan informasi profil leng kap UMKM sehingga
bisa menggambarkan peta kondisi riil, termasuk kelemahan yang dimiliki. Data
itu bisa digunakan pemerintah dan pihak regulator seperti OJK dan BI untuk
merumuskan kebijakan dan program yang tepat untuk memberdayakan UMKM,
termasuk skema penyaluran kredit yang tepat.
Pengalaman negara lain
Pentingnya pembentukan lembaga
pemeringkat khusus UMKM sudah dicanangkan negara-negara ASEAN sebagaimana
tercantum dalam ASEAN Policy Blueprint
for SME Development 2007. Salah satu poin dalam dokumen tersebut
menyatakan perlunya peningkatan kapasitas lembaga keuangan untuk meningkatkan
pembiayaan UMKM melalui peningkatan kapasitas credit rating system untuk UMKM.
Di tingkat ASEAN, ada beberapa
negara yang telah memiliki lembaga pemeringkat kredit untuk UMKM, antara lain
Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Singapura memiliki Dun & Bradstreet
Singapore Pte Ltd (D&B), yang merupakan patungan antara Infocredit Holdings Pte Ltd dan Dun & Bradstreet. Vietnam memiliki
Credit Information Centre (CIC)
yang didirikan pada 2006 di bawah State
Bank of Vietnam (SBV).
Pada 2008, Malaysia mendirikan
SME Credit Bureau yang dibentuk Bank Negara Malaysia, Credit Guarantee
Corporation Malaysia, dan Suruhanjaya Syarikat Malaysia. SME Credit Bureau
berperan sebagai pusat data UMKM dan mengeluarkan jasa pemeringkatan kredit
yang independen bagi UMKM.
Di luar ASEAN ada beberapa
negara yang memiliki lembaga pemeringkat khusus UMKM. Di India, SME Rating Agency of India Ltd (SMERA)
sudah ada sejak 2005. Lembaga itu dimiliki Small Industries Development Bank of India (SIDBI), Dun & Bradstreet (D&B) India, Credit Information Bureau (India) Ltd
(CIBIL), dan beberapa bank besar di India. Pemerintah India mendukung program
pemberdayaan UMKM dengan menyubsidi 75% biaya pemeringkatan.
Pakistan memiliki JCR-VIS Credit Rating Co Ltd yang
didirikan pada 2007 sebagai lembaga di Pakistan yang pertama kali memberikan
pemeringkatan kredit kepada UMKM. Di Jepang terdapat Japan SMEs Ratings sejak
2005 yang memberikan pemeringkatan untuk perusahaan kecil dan menengah.
Dari sisi kelembagaan,
berdasarkan pengalaman dari negara lain, lembaga pemeringkat didirikan secara
konsorsium, gabungan beberapa lembaga, bahkan melibatkan lembaga asing.
Pendirian lembaga pemeringkat UMKM juga membutuhkan keterlibatan pemerintah.
Hal itu terjadi karena pemeringkatan UMKM membutuhkan penanganan khusus. Bahkan,
seperti di Malaysia, lembaga pemeringkat juga berperan dalam meningkatkan
kapasitas UMKM.
Kesadaran akan pentingnya
kehadiran lembaga itu di Indonesia sebetulnya sudah ada. Bank Indonesia,
misalnya, pada 2009 dan 2011 melakukan kajian tentang kemungkinan pendirian
lembaga tersebut di Indonesia. Sebagai tindak lanjutnya, PT Pemeringkat Efek
Indonesia (Pefindo) mendirikan anak perusahaan, PT Pefi ndo Biro Kredit. Namun,
pemering katan UMKM hanya salah satu produknya, melalui Pefindo SME Grading.
Di samping itu, Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) juga
sedang melakukan kajian pendirian lembaga pemeringkat khusus untuk UMKM.
Untuk Indonesia, kehadiran
lembaga yang khusus menangani pemeringkatan UMKM sangat dibutuhkan. Di
samping masih rendahnya aksesibilitas UMKM pada lembaga keuangan, jumlah UMKM
di Indonesia sangat besar dengan tingkat penyebaran yang tinggi.
Pemeringkatan UMKM juga membutuhkan model khusus yang berbeda dengan
pemeringkatan usaha besar. Apalagi, lembaga pemeringkat bisa berfungsi
sebagai pusat data terpadu tentang profil UMKM yang sampai saat ini belum
dimiliki Indonesia.
Walaupun demikian, ada beberapa
poin penting yang perlu diperhatikan. Pertama, lembaga tersebut harus
memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas lembaga itu tercipta melalui
penggunaan metode pengukuran yang tepat, data yang akurat dan objektif,
kepatuhan pada kode etik, serta dukungan SDM dan teknologi yang andal. Dengan
demikian, hasil pemeringkatannya akan dimanfaatkan berbagai pihak.
Kedua, mengacu pada pengalaman
negara lain, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan, baik dalam proses
pendirian lembaga maupun pada tingkat operasional. Misalnya, pembiayaan
pemeringkatan diusulkan agar disubsidi pemerintah, tergantung skala usaha dan
kemampuan keuangan negara. Apabila pembiayaan diserahkan sepenuhnya ke UMKM,
akan sangat sedikit UMKM yang bersedia diperingkat karena kesulitan
pembiayaan.
Ketiga, lembaga pemeringkat
harus mendapat dukungan dari lembaga keuangan yang akan menjadi pengguna
utama. Keempat, pemeringkatan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan prioritas nasional, baik dari sisi skala usaha maupun industri.
Dari sisi skala usaha, misalnya, bisa dimulai dari usaha kecil dan menengah.
Dari sisi industri, pada tahap awal diprioritaskan pada usaha padat karya dan
berorientasi ekspor. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar