Kisah Rp 235 Triliun
Aris Prasetyo ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
26 Oktober 2015
Salah satu praktisi pertambangan di Indonesia menyebut, hanya
karena PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang yang berinduk di Amerika
Serikat, berkomitmen menanamkan investasi 18 miliar dollar AS yang setara
sekitar Rp 235 triliun, pemerintah sudah memberikan jaminan bahwa operasi
perusahaan tersebut di Papua diperpanjang. Investasi ratusan triliun memang
investasi kelas kakap, bukan kelas teri.
Presiden Joko Widodo dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Sudirman Said sama-sama menyatakan, investasi ratusan triliun rupiah
di sektor tambang adalah investasi yang sangat besar. Untuk mengelola tambang
bawah tanah di Papua, selain butuh keahlian teknis, ratusan triliun tadi
sebagai penggeraknya. Belum lagi jaringan pemasaran hasil tambang.
Ringkasnya, pemerintah memang sedang butuh investor untuk
mengelola timbunan emas dan tembaga di bumi Papua tersebut yang sudah 40
tahun lebih dioperasikan PT Freeport Indonesia. Pemerintah, melalui Menteri
ESDM, berulang kali mengatakan yang pada intinya pemerintah menginginkan
Freeport Indonesia tetap berinvestasi.
Kontrak karya mengelola tambang di Papua oleh Freeport Indonesia
akan habis pada 2021. Berdasarkan aturan, perusahaan tersebut baru boleh
mengajukan perpanjangan izin operasi secepatnya 2 tahun sebelum kontrak
mereka berakhir atau pada 2019. Artinya, sebelum 2019 nanti, pemerintah
sekarang haram hukumnya memberikan izin perpanjangan operasi bagi Freeport
Indonesia.
Menteri ESDM dan jajarannya memiliki rencana untuk merevisi
peraturan yang mengatur mekanisme perpanjangan izin operasi tambang yang
semula secepatnya 2 tahun sebelum kontrak berakhir menjadi 10 tahun. Apabila
revisi terwujud tahun ini, itu artinya Freeport Indonesia berhak mengajukan
perpanjangan izin operasi kemudian. Dan, pemerintah sudah memberi kode izin
itu dikabulkan.
Boleh jadi, Freeport Indonesia memang ditakdirkan mengelola
kekayaan emas dan tembaga, termasuk perak, yang melimpah di tanah Papua itu.
Bisa jadi pula, Freeport Indonesia nanti akan memenuhi takdirnya kembali
lewat perpanjangan izin operasi yang mereka dapat.
Pertanyaannya sekarang, seberapa besar keuntungan yang didapat
rakyat Papua, dan Indonesia secara keseluruhan, apabila Freeport Indonesia
diberi hak kelola tambang tersebut? Presiden sudah menegaskan bahwa harus ada
peningkatan royalti yang wajar bagi negara. Harus ada manfaat ekonomi yang
lebih besar.
Saat ini, saham Pemerintah Indonesia hanya 9,36 persen.
Berdasarkan aturan lagi, paling besar saham yang bisa dimiliki hanya 30
persen. Tahun ini, Freeport harus melepas saham mereka (divestasi) untuk
pemerintah sampai menjadi 20 persen. Belum ada sikap jelas dari pemerintah
untuk mengambil sisa saham 19,64 persen tersebut.
Jika memang, seperti yang dikatakan Presiden, Indonesia belum
mampu secara mandiri mengelola tambang emas dan tembaga di bumi Papua
tersebut, setidaknya manfaat yang didapat harus lebih besar. Sudah ada enam
poin renegosiasi kontrak karya yang prosesnya masih terus berlangsung.
Namun, kecut juga mendengar kalimat akhir praktisi pertambangan
yang disinggung di atas. Saat berbincang dengan Kompas, ia seperti mengeluh:
Bung, kita sudah merdeka 70 tahun dan seharusnya kita sudah merdeka berdaulat
penuh atas sumber daya alam kita sendiri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar