Gerakan Bersih dan Demokrasi ala Malaysia
Ali Maksum ; PhD candidate Centre for Policy Research
and International Studies Universiti Sains Malaysia
|
JAWA
POS, 01 September 2015
MALAYSIA kembali diguncang badai politik
akibat gelombang demonstrasi besar-besaran yang menamakan diri sebagai
gerakan Bersih 4.0. Gerakan tersebut merupakan kelanjutan dari Bersih 1.0,
2.0, dan 3.0.
Bersih mirip dengan kelompok ’’Baju Merah’’
Thailand yang melawan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. Bedanya hanya pada
identitas kaus kuning yang mereka kenakan. Namun, tujuannya sama, menuntut
penguasa mundur, dalam hal ini di Malaysia adalah Perdana Menteri Najib
Razak.
Desakan Bersih 4.0 tidak terlepas dari
berbagai skandal dugaan korupsi sang perdana menteri yang masih memiliki
darah Bugis keturunan Sultan Hasanuddin Makasar. Jika melihat kembali ke
belakang, bangkitnya demonstrasi anti pemerintah sudah pernah terjadi pada
1998. Ketika itu, Deputi Perdana Menteri Anwar Ibrahim memimpin perlawanan
gerakan reformasi melawan atasanya, Mahathir Mohamad, perdana menteri waktu
itu.
Pada saat itu, Malaysia, seperti halnya
Indonesia, sedang ditimpa badai akibat krisis ekonomi 1997 dan jatuhnya mata
uang ringgit. Namun, Anwar Ibrahim justru dipecat dan dipenjara oleh Mahathir
dengan berbagai skenario tuduhan. Mulai saat itu, Anwar Ibrahim mengubah arah
politiknya dengan membentuk koalisi Pakatan Rakyat (PR) dan menjadi lawan
pemerintahan Barisan Nasional (BN) dan Partai Melayu (UMNO).
Momentum dan tren gerakan Bersih 4.0 juga
sama. Saat ini Malaysia juga tengah mengalami depresi dan kemerosotan ekonomi
garagara terpuruknya nilai tukar ringgit hingga level 4.00 per dolar Amerika
Serikat. Harga-harga barang juga meroket naik dan rakyat merasa sangat
terbebani kebijakan Najib yang mengenakan pajak barang dan jasa (good and services tax, GST).
Momentum tersebut seolah menemukan masanya
ketika pada 3 Juli 2015, The Wall
Street Journal menerbitkan berita tentang dugaan aliran dana ke rekening
pribadi Najib Razak. Dana tersebut disebut-sebut sangat berkaitan dengan
skandal penggelapan dana perusahaan nasional 1MDB (1 Malaysia Development
Berhad).
Di kalangan aktivis Bersih yang dipandegani
kelompok oposisi Pakatan Rakyat (PR) pimpinan Anwar Ibrahim, isu 1MDB sudah
menjadi diskursus. Namun, dengan kecerdikan memanfaatkan media sosial, PR
berhasil mendapat dukungan dan memengaruhi opini publik.
Bahkan, terakhir mantan Perdana Menteri
Mahathir Mohamad, ’’sang guru politik’’ Najib, ikut mendukung gerakan Bersih.
Bukan hanya itu, isu 1MDB yang disuarakan PR turut memengaruhi konstelasi
politik dalam UMNO, partai terbesar Malaysia yang dipimpin Najib sendiri.
Sebagaimana guru politiknya, Najib meniru
Mahathir dengan memecat Deputi Perdana Menteri Muhyiddin Yasin karena mulai
vokal dengan isu 1MDM yang menyeret-nyeret namanya. Najib secara otoriter
pula memecat enam menteri sekaligus yang mulai bersuara terkait dengan isu
1MDB.
Bedanya, Anwar Ibrahim dipecat Mahathir lalu
dipenjara, Muhyiddin Yasin dipecat, tetapi tidak dipenjara dan bahkan masih
tetap menjabat wakil presiden Partai UMNO. Sebagai gantinya, Najib mengangkat
Zahid Hamidi yang keturunan Jawa naik menjadi deputi perdana menteri.
Lalu, bagaimana badai politik yang sekarang
menerpa Malaysia akan bermuara kelak? Politik jiran Indonesia itu diprediksi
masih akan stabil. Sebab, UMNO dan koalisi Barisan Naional (BN) sudah sangat
berpengalaman memegang kendali di Malaysia dalam waktu sangat lama. Bahkan,
mereka tidak pernah tumbang sejak merdeka pada 31 Agustus 1957.
Struktur hukum, politik, dan keamanan,
termasuk kejaksaan, polisi, dan tentara, masih sangat loyal kepada UMNO dan
BN. Bisa dikatakan selama polisi (PDRM) dan tentara (ATM) masih loyal kepada
UMNO dan BN, gerakan-gerakan anti pemerintah akan sangat mudah dipatahkan.
Kelompok Bersih juga sangat mungkin bakal
gagal menggulingkan Najib. Sebab, Bersih tidak mampu ’’membersihkan dirinya’’
dari kepentingan kelompok oposisi PR dan memurnikan gerakannya sebagai
gerakan rakyat.
Saat ini gerakan Bersih tidak sepenuhnya
mendapat dukungan dari elemen masyarakat Malaysia yang multietnik Melayu,
Tionghoa, dan India. Etnik Melayu sebagai mayoritas dan memegang kuasa di
negeri bekas jajahan Inggris tersebut tentu tidak sepenuh hati percaya kepada
PR yang diduga terlalu kompromistis kepada etnis Tionghoa dan India.
Visi dan misi politik PR memang sangat bagus
dengan mengombinasikan berbagai etnik untuk ’’bersatu’’ di bawah payung
mereka. Tetapi, secara umum, visi dan misi koalisi oposisi itu masih sangat
tabu di mata orang-orang Melayu yang sudah mendarah daging dengan politik
rasial.
Di pihak lain, dampak dari badai yang sekarang
ini UMNO justru akan semakin memperoleh dukungan dari etnis Melayu yang
merupakan etnis mayoritas pasca pemecatan Muhyiddin Yasin. Muhyiddin dianggap
sebagai pejuang Melayu yang sebenarnya.
Apalagi, dengan masih menjabat wakil presiden
UMNO, Muhyiddin yang berposisi sebagai orang sedang ternaniaya semakin
lantang menyuarakan reformasi UMNO. Begitu juga Deputi Perdana Menteri
terpilih Zahid Hamidi yang dikenal lebih dekat dengan Muhyiddin. Itu berarti,
kalaupun Najib lengser, masih ada Muhyiddin yang di mata etnis mayoritas
merupakan pejuang. Dengan demikian, UMNO dan BN masih tetap kukuh dan
kepentingan Melayu bakal tetap terjaga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar